"Wah, sepertinya saya tidak salah bekerja sama dengan perusahaan anda. Bu Arum selain cantik juga sangat genius," puji salah satu klien.
"Ah, bapak terlalu berlebihan memuji saya."
Rayhan pun mengakui kalau Arum memang cukup berperan besar di perusahaan. Dia juga mengakui kalau sahabatnya itu memang cantik dan hal itu juga menjadi daya tarik bagi klien tersendiri.
Begitu juga dengannya. Dia merasa sangat senang karena bisa menjadi rekan kerja Arum.
"Baik, karena meteeng hari ini sudah selesai jadi kita akhiri rapatnya."
"Iya, Pak."
"Senang bekerja sama dengan anda."
Klien berdiri dan berjabat dengan Arum dan juga Rayhan. Tentunya dengan senyuman hangat dari mereka.
"Huh, kamu memang pintar kalau soal mengambil hati klien, Arum. Aku yakin bos pasti akan memberi kita bonus besar untuk tender ini," ucap Rayhan.
Laki-laki itu pun menyeruput kopi dengan perasaan bahagia. Tapi dia melihat wajah Arum yang terlihat murung.
"Hai, kenapa wajahmu kusut begitu? Bukannya senang?"
Arum kembali duduk dan bersandar dengan suasana hati yang entah mengapa sangat galau hari ini. Bahkan dia tidak selera makan melihat pisang keju di meja, makanan kesukaannya.
"Rayhan, aku benar-benar ingin cepat kembali ke Jakarta. Aku kepikiran dengan suamiku."
"Astaga, Arum. Suamimu itu sudah dewasa dia pasti bisa jaga diri, kok."
Rayhan memasukkan cemilan ke mulutnya. Dengan santai dan bahagia mengingat hasil baik dari meteengnya hari ini.
"Hm, bukan itu masalahnya."
"Terus apa masalahnya?"
"Aku masih kepikiran apa Mas Bara memang tidak ada di rumah?"
"Arum, kan tadi suamimu sudah bilang kalau dia itu lagi joging. Terus apa yang bikin kamu khawatir?"
Arum mendengus. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba dia tidak percaya dengan ucapan suaminya. Wanita itu masih teringat dengan kata-kata Marmi, tetangganya, yang mengatakan kalau dia pernah melihat laki-laki mirip suaminya di rumah Seli.
Rayhan menoleh ke samping dan melihat Arum melamun. Padahal sahabatnya itu tidak seperti biasa yang happy ketika pergi keluar kota.
"Hm, cerita saja sama aku. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan."
Arum menatap Rayhan. Rasanya dia ingin sekali bercerita dengan laki-laki itu. Tapi dia tidak mau masalah rumah tangganya diketahui oleh orang lain meski itu sahabatnya sendiri.
"Nggak, nggak apa-apa. Sudahlah lupakan saja."
Arum mengambil jus alpukat dan menyeruputnya. Berharap dengan minum pikiran negatif tentang suaminya akan hilang.
Marmi masih sibuk menggunting tanaman yang sudah panjang. Dia memang sangat rajin kalau soal merawat tanaman. Jadi tidak heran kalau rumahnya terlihat rapi dan indah dipandang.
Tiba-tiba dia melihat Seli yang baru keluar dari rumahnya. Marmi langsung sirgap dan keluar dari halaman rumah.
"Wah-wah, janda genit mau kemana nih pagi-pagi?" ujar Marmi yang berpura-pura sedang memotong tanaman.
Selu mendengus saat melihat tetangganya yang super julid itu. Tapi dia berusaha untuk tetap santai.
"Semalam tamu dari mana, Seli? Kayaknya habis enak-enak nih semalam?"
"Bu Marmi! Jangan asal ngomong kamu ya."
Marmi terkekeh. Dia kita Seli akan diam saja saat dirinya menyinggung soal apa yang dia lihat semalam.
"Lho, aku nggak asal ngomong, kok. Orang semalam aku itu lihat."
Deg!
Seli sedikit takut kalau Marmi melihat Bara semalam ke rumahnya. Dia tidak mau hubungan gelapnya dengan Bara diketahui oleh tetangga julid itu.
Sangat berbahaya jika Marmi sampai mengetahuinya dan akan memberi tahu Arum. Sudah jelas dia akan kalah karena statusnya hanyalah seorang wanita simpanan.
"Lho, kenapa pucat begitu wajahmu. Kamu takut ya kalau aku bongkar rahasiamu. Agar semua orang tahu betapa busuknya janda di komplek ini."
Seli merasa terancam kali ini. Biasanya dia sangat malas meladeni Marmi. Tapi dia harus mencari tahu apa saja yang tetangga julidnya itu tahu tentang dirinya.
Mereka saling bertatap mata. Seperti permusuhan antara tikus dan kucing saja.
"Heh, Seli. Sudah lah kamu cari rezeki yang halal. Jangan malah kamu godain suami orang."
"Maksud Bu Marmi apa ya? Kenapa sih suka julid kalau sama saya?"
Marmi menyeringai sinis mendengar jawaban Seli.
"Halah, aku itu lihat semalam apa yang kamu lakukan di rumahmu ini. Eh, bukan rumah maksudku kamar."
Seli tidak tahu bagaimana Marmi bisa mengetahui dirinya dengan Bara semalam. Dia rasa Bara sudah sangat hati-hati saat masuk ke rumah.
"Bu Marmi jangan asal nuduh ya!"
"Lho, aku nggak asal nuduh, kok."
"Kalau Bu Marmi nggak asal nuduh memangnya Bu Marmi punya bukti apa?"
Marmi terdiam. Semalam dia memang tidak sempat merekam bayangan di kamar Seli. Dan dia hanya bisa mengandalkan penglihatannya saja yang jelas tidak bisa membuktikan apa pun.
"Ya, aku memang nggak ada bukti untuk saat ini tapi, mataku itu nggak mungkin salah."
Seli sedikit lega mendengar jawaban itu. Setidaknya Marmi tidak memiliki bukti yang kuat untuk perselingkuhannya dengan Bara. Apalagi soal semalam.
Dia merasa kalau Marmi cukup mengancam hubungannya dengan Bara. Dia benar-benar tidak mau kalau hubungannya akan terbongkar gara-gara tetangga yang suka julid itu.
"Sudah lah, terserah Bu Marmi saja. Aku itu sampai heran kenapa ya ada orang kayak Bu Marmi yang suka nyari-nyari kesalahan orang lain. Bu, hati-hati lho nanti malah masuk ke lubang galian sendiri!"
"Kamu mau mengancamku? Aduh-aduh, nggak mempan, Seli. Aku itu orangnya nggak takut sama model ancaman murahan kayak kamu!"
Seli menggelengkan kepala. Baru kali ini dia bertemu dengan tetangga super julid seperti Marmi. Niat hati dia pindah rumah untuk mencari ketenangan dan yang dia dapatkan malah sebaliknya.
Bara mendengar keributan di luar rumah. Dia pun keluar dari sana.
"Ada apa sih ini kenapa ribut-ribut?"
"Ini lho, Bara. Tetangga baru kita ini sepertinya nggak beres!"
Bara menoleh ke arah Seli yang sedang melipat kedua tangannya. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Nggak beres gimana, Mbak Marmi?"
"Semalam aku itu lihat Seli sedang bersama laki-laki di kamarnya. Duh, ini sih benar-benar meresahkan sekali."
Deg!
Bara merasa jantungnya mau copot. Dia tidak menyangka kalau Marmi tahu di rumah Seli semalam ada laki-laki dan itu dirinya.
Dia tidak mau sampai ketahuan oleh Marmi. Dan Marmi akan memberi tahu pada Arum. Dengan begitu rumah tangganya pasti tidak akan baik-baik saja.
"Bu Marmi jangan asal nuduh ya! Orang Bu Marmi aja nggak punya bukti kok!"
"Seli kan sudah aku bilang kalau buktinya ada di mataku ini. Suamiku juga lihat kok kalau ada bayangan orang sedang berpelukan di jendela kamar kamu."
Marmi dengan keras berusaha memberi tahu mereka kalau penglihatannya tentu tidak salah. Meski dia hanya melihat bayangannya saja dan tidak melihat siapa orang yang sedang berpelukan di balik jendela kamar Seli.
Tapi dia yakin sekali kalau itu Seli yang melakukannya.
"Mbak Marmi, mending Mbak jangan asal nuduh. Takutnya nanti jadi salah paham," ujar Bara.
"Huh, heran aku tuh. Kenapa sih nggak ada satu pun yang percaya! Nih Bara aku kasih tahu. Bayangan laki-laki semalam itu mirip banget sama postur tubuh kamu!"
Bara dan Seli tercengang mendengarnya. Mereka sama-sama khawatir kalau perselingkuhan mereka akan diketahui oleh Marmi dan menyebar kemana-mana.