Chereads / Rectangle -Revenge of 3 crazy ex / Chapter 9 - Sorry i can't hold it

Chapter 9 - Sorry i can't hold it

Cinta dan hubungan pertama Anna yang kandas dikuburnya sangat dalam. Masa lalunya yang pahit pun menjadikan Anna lebih kuat tapi tetap saja ada sisi trauma dalam dirinya tentang masalah kepercayaan, Anna mempunyai trust issue yang sangat besar.

Tapi entah bagaimana caranya Johan muncul kembali di hidup Anna, tanpa rasa bersalah tersenyum dan bersikap manja seperti itu.

Sungguh rasanya Anna ingin sekali menamparnya dengan keras tapi Anna harus menjaga imagenya. Anna segera beralih ke gedung Magenta Magazine dengan cepat tanpa melihat ke belakang, mengabaikan Johan.

"Kak Anna~ tunggu dong." Johan kembali mengejar dan mereka mau tak mau masuk secara bersamaan.

Anna menghampiri langsung pekerja disana, "Permisi jadwal pemotretan saya hari ini dengan produk pakaian vilou." Anna mengawali sementara  Johan di sebelahnya hanya diam dan tersenyum.

Pekerja itu menyambut Anna dengan baik, "Silahkan nona sebelah sini, kita akan mempersiapkan nona dulu dan juga Johan."

"Tunggu kenapa harus sama Johan?" Anna tak ingin menerimanya ia tak mau bersama dengan Johan.

"Lho nona dan Johan kan pemotretan bersama dengan tema pasangan apa nona nggatau?" Pekerja itu menjelaskan.

"Apa?!" Anna jelas kaget dan tak trima,  Johan yang diam terseyum mesem di sebelahnya langsung menjadi korban, kerah bajunya ditarik Anna. Ditatapnya  Johan dengan penuh emosi.

"Hei lo kan yang ngatur semuanya? Seenaknya sendiri tanpa ada persetujuan gue." Anna mendesaknya karna emosi pun tak sadar Anna menarik kerah Johan di tempat umum.

Banyak pasang mata yang melihat mereka dan membicarakan perlakuan Anna, mereka berbisik tanpa tau apapun secara jelas, hanya  menilai dengan apa yang dilihatnya.

Anna yang sadar melepas cengkramannya dan mencoba tenang, "Maaf saya kebawa emosi."

Johan merapikan bajunya, "Wah aku sempet kaget kak, maaf ya kak.. Johan pikir kak Anna udah dikasih tau sama managerku." Johan memasang muka masam karna mengingat perlakuan kasar Anna.

"Ada apa ini?" Seorang pria berpakaian formal menghampiri mereka, yang tadinya berkerumun lekas pergi ke tempatnya masing-masing.

Pria ini, manager Magenta Magazine tak ada yang mencolok dari penampilan pria paruhbaya ini. Manager tersebut menatap Anna dari atas kebawah seakan sedang menilai gadis itu.

"Anna, saya cukup kecewa sama kamu,  saya pikir kamu bermartabat dan bermoral, kenapa menarik kerah Johan begitu?" Manager itu to the point pada Anna, ucapnya dengan lugas.

"Maafkan saya pak." Anna membalas karna ia tau bahwa ia juga salah, suaranya menurun.

"Saya gatau tentang masalah pribadi kalian berdua tapi cobalah profesional." Manager itu menegaskan kembali.

"Baik pak, saya minta maaf sekali lagi untuk Johan juga dan seluruh staf yang ada disini." Anna sedikit menundukan kepalanya berupaya sopan dan mengalah. "Jika bapak gak suka saya, saya bersedia digantikan."

Johan yang mendengar hal itu terlihat sedih dan mengode pak manager agar Anna tetap diberi kesempatan. Manager itu mengela napas, "Semoga kamu ga ngecewain lagi Anna." Manager itu pergi begitu saja.

"Yeaay! Kak Anna gajadi diganti." Johan memeluk Anna lagi tiba-tiba. Anna balas menatapnya sinis tajam membuat Johan takut dan melepasnya.

"Ah.. kak Anna galak banget." Gumam Johan.

Anna pergi duluan meninggalkan Johan, masih mengabaikannya. Benar kata manager tadi harus bersikap profesional. Meski Anna tak suka tapi itu harus, setidaknya untuk beberapa waktu kedepan.

Hampir saja pikirnya, emosinya yang tersulut sesaat menghancurkan karir yang dibangunnya sendiri mati-matian. Anna harus tenang, ia mengatur napasnya dan bersikap tenang sedemikian mungkin.

Meski begitu Johan selalu saja menganggunya, mengajaknya bicara walau Anna selalu menghiraukan. Memberi Anna kue manis dan minuman dingin. Apapun itu segala tingkah Johan, Anna hanya perlu mengabaikannya.

'Hama sialan,' sebenarnya di dalam hati Anna sangat murka. Bahkan melihat wajah Johan saja rasanya enggan.

Ketika Anna selesai di make up ia kaget karna Johan ada di sebelahnya diam menatap Anna, pria yang dianggap hama oleh Anna itu ternyata daritadi memperhatikan Anna, diamnya pria itu berubah menjadi senyum yang lebar.

Anna mengabaikannya lagi, memalingkan wajah dan bersikap dingin.

"Kak Anna.." Suara Johan menurun tak seperti sebelumnya, terlihat sedih. Anna tak menyahut tetap mengabaikan Johan, bermain dengan ponselnya.

"Johan cepet siap-siap udah mau dimulai, sini ganti bajunya dulu." Salah satu staff penata gaya memanggil Johan. Setelah itu Johan pergi tanpa bicara sepatah kata pun pada Anna.

Apa udah ya? Ya smoga dia cape deh, Anna membatin mengharapkan agar Johan tak bertingkah menyebalkan dan mengganggunya lagi.

***

Waktunya pemotretan, Johan terlihat murung, dia diam saja ditempat. Staff lain banyak yang bertanya-tanya karna Johan yang selalu ceria hari ini tampak sangat murung dan sedih.

Ketika Anna dipanggil ia sudah berdandan sangat cantik, surai hitam panjangnya terlihat berkilau dibawah sorotan lampu serta dress merah yang melakat di tubuh Anna terlihat cantik dan cocok. Sangat berkilau bagai berlian yang diterangi cahaya, lampu sorot menambah kesannya, lekukan tubuh yang menggoda membuat Johan tertegun.

"Cantik.." Gumam Johan, matanya tak bisa lepas dari Anna yang berjalan dengan anggun. Seperti putri yang berjalan di koridor kerajaan, putri yang membuat semua orang terpesona ketika melihatnya dan langsung jatuh hati.

Anna menghampiri Johan, sampai disana tetap dengan pendiriannya Anna diam mengabaikan Johan. Johan tetap pada penampilannya memakai jas formal berwarna hitam.

'Gue gatau kalau vilou ternyata promosiin baju beginian.' Anna membatin.

"Baiklah semuanya udah siap, lighting  bagus sekarang atur posisi." Fotografer bersuara menyuruh mereka agar segera berpose.

Secara tiba-tiba Johan yang lebih tinggi menarik pinggang Anna dan mendekatkan Anna pada dirinya. Tangan satunya berada di kepala belakang Anna, membelai surai lembut Anna.

A- apa ini? Anna kaget bukan main.

Johan menatapnya lekat meski dia sangat menyebalkan tapi layaknya model profesional kharismanya tak ada yang mengalahkan. Cukup diakui Johan juga sangat tampan saat ini dan jas itu membuatnya terlihat berwibawa. Surai wavy coklatnya diatur dengan rapih lalu netra hazelnya terlihat sangat menawan.

"Ya bagus posisi itu sangat erotis, Anna tatap juga Johan kasih ekspresi." Fotografer memberi suara.

Anna balas menatap Johan yang lebih  tinggi, harus tetap profesional. Anna memasang ekspresi, bagai gadis lugu cantik yang tersesat, matanya berkilau, sangat cantik dan menggoda.

Fu*k-  Johan tak bisa menahan dirinya, Anna yang kini sangat cantik ada di dekatnya. Johan menarik pinggang Anna lebih dekat dan menipiskan jarak di wajahnya.

Anak ini-   Anna tak bisa berpikir jernih tapi tetap meyakinkan dirinya bahwa ini hanya pekerjaan, hanya sementara, harus profesional.

"Gimana kalau cium?" Johan tanpa ada beban mengatakan itu, masih sambil menatap Anna, tatapan yang tak biasa membuat orang  yang menatapnya tenggelam akan pesonanya.

"Ha?" Anna sangat kaget mendengar hal itu wajahnya mendadak merah, Johan didorongnya.

Tetap pada posisinya Johan tertawa kecil dan tersenyum lebih lebar, "Aku bercanda kok kak tenang aja."

"Haduh Johan kebiasaan bercanda terus deh." Staff lain menyahut. "Akhirnya Johan udah ga sedih lagi ya."

Anna tak bisa mengontrol ekspresinya, ini curang, mendadak mengatakan hal itu di situasi yang tak terduga. Meski begitu degup jantung Anna jadi agak meningkat.

Johan mendekat kembali ke Anna, "Maaf ya kak Johan bercanda kok." Disaat itu juga Johan mendekatkan bibirnya ke telinga Anna, "Tapi kak Anna hari ini cantik banget." Bisik Johan.

"Jangan dekat-dekat." Anna mendorong Johan agak jauh sambil memalingkan wajahnya.

"Lucu deh kak Anna malu-malu." Johan menggodanya sementara Anna berusaha tenang, ia berusaha tak menghancurkan pemotretan hari ini meski sebenarnya Anna sangat ingin meninju wajah Johan di yang ada hadapannya. Tahan sebentar lagi, pasti akan selesai.

Akhirnya beberapa jam berlalu dan semunya selesai, Anna sudah berganti pakaian dan bersiap pulang. Anna bisa bernapas lega ketika semuanya usai meski kontrak modelnya masih ada itu tak apa yang penting jadwalnya dengan Johan sudah berakhir.

"Kak Anna kerja bagus hari ini." Johan mengulurkan tangannya sebagai tanda berjabat dan usainya jadwal hari ini.

Anna menjabat tangannya, "Baik terimakasih Johan." Dengan senyum paksaan karna masih ada staff yang melihat.

Johan balas tersenyum, "Ayo kita rayain kak, gimana kalau kita-"

"Gak." Anna memotong, "Saya sibuk Johan." Tanpa perkataan lebih Anna pergi ke mobilnya meninggalkan Johan disana.

Dengan ini semuanya berakhir pikir Anna, ia bisa bernafas lega sementara sampai ketika di mobilnya ada sesuatu yang tak beres. Mobilnya tak bisa dinyalakan padahal baru saja beberapa hari yang lalu melakukan pemeriksaan rutin di bengkel.

Anna keluar dari mobilnya merasa gundah, "Duh kenapa sih." Guna memeriksa, Anna membuka bagian mobil depan. Meskipun sudah dibuka Anna sama sekali tak mengerti apa yang rusak dari mobilnya.

"Padahal baru aja pemeriksaan rutinan, calm Anna sekarang telpon Lau- aaak!" Anna terkejut ketika seseorang  menepuk bahunya.

Ternyata Johan berdiri sambil membawa bingkisan, "Kakak sampe segitunya deh inikan aku, nih." Johan tersenyum sembari menyerahkan bingkisan yang dipegangnya.

"Apa ini?" Anna bertanya sebelum menerima.

"Kue dari pak manager katanya hari ini kerja yang bagus." Johan melihat bagian mobil Anna yang terbuka, "Kakak kenapa?" Johan bertanya sambil melihat-lihat.

"Gapapa kok." Jawab Anna singkat.

"Gapapa gimana kak, ini kabelnya putus lho ga akan bisa jalan harus dibawa ke bengkel." Johan menunjukkan letak dimana ada kabel yang terputus.

"Ah gitu."

Johan greget sendiri, "Kok ah gitu.. terus kakak pulangnya gimana? Udah mau gelap kak, pulang  samaku aja ya?" Tawar Johan.

Situasi yang tak Anna duga sebelumnya, padahal baru saja lega ia akan berpisah dengan Johan tapi sekarang kenapa anak ini mengajak pulang bersama? Apa harus ya?

"Yaaa kak Anna pulang samaku aja ya ya yaaa." Johan memasang tampang memelasnya.

Ah ini menyebalkan, Anna membatin.