*Johan POV*
Bagaimana ya aku mengatakannya, oh iya sebelumnya aku Johan. Mereka bilang aku anak yang sangat hangat dan memiliki banyak teman, anak yang selalu tertawa ceria sepanjang waktu.
Anak yang tak memiliki orang tua. Haha itu julukan yang aneh tapi itu benar, kedua orang tuaku meninggal saat aku masih SD.
Mereka kecelakaan dan aku adalah anak tunggal yang diasuh oleh pamanku. Ketika beranjak dewasa paman bilang aku harus mandiri, sejak SMP aku tinggal sendiri.
Kehangatan orang tua yang kudapat saat kecil semuanya sirna, aku memang memiliki banyak teman tapi kurasa itu tak bisa disebut 'benar-benar teman' kurasa.
Bersenang-senang di waktu tertentu lalu pulang lagi dengan perasaan hampa tanpa adanya kehangatan atau kasih sayang sesungguhnya. Begitu rasanya ketika membuka pintu saat aku pulang rumah, pemandangan yang sama setiap harinya menyambutku, yaitu kehampaan.
Aku mengatakannya, "Aku pulang." Walau tau takkan ada jawaban dan takkan ada lagi sambutan seperti waktu aku kecil.
"Mama papa aku pulangg! Johan dapet nilai A lomba menggambar." Mereka memandangku penuh kasih dan menggendongku ke atas, mencium pipiku, memintaku menunjukkan gambarku lalu kita makan malam enak bersama buatan mama.
Mama, papa segalanya bagiku tapi sekarang kehampaan itu yang menyelimutiku ketika mereka semua pergi meninggalkanku sendiri.
Ketika semua beban yang tertahan bertumpu ada kalanya aku melepaskan semuanya, "Mama papa hiks- kenapa pergi.." Meringkuk sambil menangis sendiri di atas kasus sambil memeluk bingkai foto mereka. Aku selalu merindukan kehangatan itu, aku ingin merasakannya lagi, aku sangat ingin keluar dari rasa hanmpa ini, apa akan ada perubahan? Aku selalu harap semuanya bisa berubah, apa iya ya? Apa aku bisa mendapat kehangatan itu lagi?
Beruntungnya itu semua berubah ketika pertama kalinya aku bertemu kak Anna, kita bertabrakan di perpus, itu pertemuan yang cukup lucu. Kak Anna orang yang kikuk dan lugu awalnya aku hanya iseng kurasa berteman dengannya tidak buruk juga. Kak Anna selalu dibully tapi hal itu tak masalah bagiku, kak Anna sangat baik.
Sampai sewaktu-waktu satu orang temanku di sirkel bilang, "Johan, kalau lo bisa pacarin tuh cewek culun masing-masing dari kita kasih lo 100 rb deh, gimana?"
Aku cukup kaget waktu itu, "Cewek culun? Maksud kalian siapa? Kak Anna? Jahat nggasih, kok kalian mau jadiin dia bahan taruhan?"
Kak Anna baik aku tak mau menjadikannya bahan taruhan apalagi jika menyakitinya.
"Aduh Johan jangan bilang lo suka ya makanya gamau, selera Johan rendah banget ew haha." Mereka semua seperti meledek.
Apa? Suka? Apa maksudnya?- gak..
"Johan suka cewek culun selera lo jelek banget han, kalo lo bawa dia jalan paling dapet malu han."
Aku tak begitu mengerti kenapa waktu itu mereka semua seperti menanas-manasiku tapi tidak, suka? Aku suka kak Anna? Gak gamungkin, cewek culun itu aku ga mungkin suka dia.
Aku menyangkalnya tapi entah kenapa hatiku rasanya sesak bercampur gelisah tapi itu semua tak mungkin, benar, itu tak mungkin. Kak Anna cuma baik aku ga mungkin suka cewek culun.
"Aku terima taruhannya." Aku menyetujuinya.
Membuat seseorang jatuh cinta itu trik yang mudah bagiku, apalagi jika itu kak Anna dan benar saja beberapa waktu berlalu cepat, kak Anna menyatakan perasaannya padaku.
"Kurasa aku berhasil menjebak mangsaku." Aku dapet uang taruhan itu dan berkencan dengan kak Anna.
Ya, aku ngga suka kak Anna, ini cuma pura-pura, cuma untuk taruhan kok tapi tolong kak.. jangan kasih aku tatapan kaya gitu.
"Johan udah pulang? Udah makan? Aku masakin yaah." Tolong kak jangan sambut aku dirumah kaya gitu.
"Johan hari ini abis futsal? Cape? Istirahat dulu, ada yang sakit gaa? gak jatuh kan?" Tolong, jangan perhatian ke aku kaya gitu.
"Aku lebih suka kalau liat Johan senyum." Tolong jangan katakan itu.
Aku jadi nggabisa biarin kak Anna pergi.
"Johan jangan cengeng gitu, udah besar laki-laki gaboleh nangis ya."
Makanya kak Anna jangan pergi tapi meski begitu aku emang jahat ya, ketika semua mendesakku.
"Rupanya lo mau cium-ciuman sama cewe culun itu haha." Mereka mengolokku lagi dan kak Anna juga.
Saat kak Anna memegangku ingin membawaku lari dari situasi itu, "Minggir gausah pegang, menjijikan." Aku malah mengatakan itu, maaf kak, aku tak tau harus apa, aku juga harus menjaga image ku di depan teman-teman kuharap kakak ngerti.
Kak Anna nangis.. apa yang aku lakukan, kenapa ya hatiku rasanya sakit ngeliat kak Anna nangis, seperti tersayat pisau yang tajam, aku gamau kehilangan kak Anna.
"Pfft kak Anna kan pesuruhku, anjingku yang penurut, dasar bodoh sadar posisi dong kak." Aku mengatakannya, dengan begitu kak Anna ngga akan gampang pergi, ya benar dia kan peliharaanku sekarang, kak Anna anjingku, itu win to win. Aku ngga akan malu di depan temanku dan kak Anna ga bisa pergi dariku.
Terserah apa yang mau mereka lakukan yang penting kak Anna tetep di sisiku. Tapi tiap pulang sekolah kenapa kak Anna suka nangis? Harusnya kan kakak seneng masih bisa samaku, kok nangis terus, lagi.. seragamnya basah lagi pasti disiram air lagi sama Birgita.
Kak Anna gabisa apa-apa, apa benar ya aku cuma harus diem disini merhatiin kak Anna. Kumohon tahan ya kak, kalau waktunya tepat aku mau ngubah semuanya, aku mau berusaha buat kakak diterima juga sama temen-temen.
"Johan kenapa lo disini- oh.." Aku ketauan salah satu temanku membututi kak Anna.
"Lo merhatiin terus kak Anna kaya stalker aja, kenapa ngga lo samperin?" Temanku bertanya.
"Entahlah, ngerasa ga pantes aja bicara sama kak Anna." Aku menjawabnya ragu.
"Gentle dong jadi cowok tuh han, lo harus bicara duluan oh iya kan udah mau deket kelulusan jangan sampe dia ilang karna lulus."
Aku tersadar suatu fakta jika kak Anna sebentar lagi akan lulus, apa kak Anna akan pergi? Kurasa enggak, kak Anna kan milikku, anjingku yang penurut, dia ngga akan ninggalin aku.
Namun sepertinya aku salah perkiraan, kak Anna pergi dan menghilang tanpa kabar mau tak mau aku harus menelponnya meminta penjelasan.
"Haha keren, anjingku yang penurut udah berani nentang majikannya trus kak Anna gimana tentang janji? Apa kak Anna ga tahan? Padahal sebenernya tinggal tunggu sabar sedikit lagi kak, aku bisa berubah semuanya bisa berubah, kak Anna katanya janji gamau pergi?" Aku mengatakan itu, kumohon kak jangan pergi, aku ngga mau kak Anna pergi, aku ngga bisa ngelewatin semuanya tanpa kakak.
"Ucapan manismu itu benar-benar sampah."
Aku nggasalah denger kan, ini kak Anna kok jadi kasar kaya gini?
"A- apa maksud kakak?"
"Aku selama ini diam karna sadar kalau ga punya kekuatan untuk melawan tapi hal itu udah berlalu Johan, lupain aja semuanya, makasih juga atas semua pelajarannya, aku jadi lebih kuat." Suara kak Anna jadi beda, nggak, kak Anna jangan begitu.
"Persetan dengan janji sialanmu Johan." Setelah mengatakan itu kak Anna menutup telponnya.
Aku jatuh, aku telat menyadari fakta, kenapa sekarang hatiku rasanya sakit sekali lalu air mata ini kenapa aku menangis lagi? Kalau dipikir kak Anna selama ini sangat tulus padaku tapi aku sangatlah bodoh, hanya karna ingin menjaga image, hanya karna tak ingin malu aku menyangkal semuanya tapi aku tak mengira jika hal itu akan menyakiti kak Anna.
Aku selama ini egois atau pengecut ya? Sama sekali tak berpikir jalan keluar dengan cepat, hanya berpikir tentang diriku sendiri, Bagaimana selama ini perasaan kak Anna? Membiarkan semuanya begitu saja sampai kak Anna pergi. Aku sangat bodoh.
Kak Anna udah pergi, aku harus apa.. semuanya menjadi tak terkendali saat itu, kemanapun dimanapun aku mencari tau tentang kak Anna hasilnya nihil.
Kesepian itu merenggutku perlahan, rumah yang pernah hangat, perhatian yang kak Anna berikan. Aku benci mengatakannya tapi aku merindukannya.
Aku kangen kak Anna.
Sudah beberapa tahun berlalu relung di hatiku masihlah ada, sosok yang pernah mengisinya hilang begitu saja tapi sekarang aku menemukannya lagi.
Penantian yang lama, akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan kak Anna, aku akan membuatnya kembali. Aku akan membuat kak Anna jadi milikku lagi.