*Back author POV*
"Yaaa kak Anna pulang samaku aja ya ya yaaa." Johan memasang tampang memelasnya.
Tentu dengan sangat jelas Anna mendengar tawaran Johan, tampang memohonnya yang menurut Anna menyebalkan. Johan tetap bersihkeras mengajak Anna untuk pulang bersama.
Satu hal yang Anna pikirkan, bisa saja ia meminta bantuan Laura tapi mengingat sahabatnya pasti sibuk Anna tak mau membebaninya.
"Sorry gue pulang sendiri." Anna menolak tawaran Johan, itu lebih baik pikirnya. Sekarang Anna hanya tak ingin berurusan lebih dengan Johan, alasannya, Anna hanya muak dengan pria palsu ini. Mungkin suatu saat jika waktunya tiba Anna ingin menghajar dan membalaskan dendamnya tapi tidak untuk sekarang, waktunya tak tepat.
Anna tak mau bermain di panggung sandiwara Johan lagi. Johan terlihat sedih dia menunduk menghindari tatapan Anna, "Ah gitu oke kak, hati-hati yaa." Suaranya melemah tak seperti sebelumnya yang penuh semangat membara.
Biarin deh, Anna tak memperdulikannya. Mereka berjalan ke arah berlawanan, tak ada urusan yang membuatnya harus bersama lagi dengan Johan.
Hari sudah mau gelap, Anna berpikir untuk pulang naik taksi online. Anna berdiri di pinggir jalan, menunggu, pakaian kasual dengan celana trainingnya memudahkannya bergerak. Rambutnya yang diikat pun membuatnya tak merasa gerah.
Tak apa pikirnya, pekerjaan hari ini sudah selesai, tak ada alasan bagi orang lain untuk mengomentari pakaiannya. "Lagipula ini nyaman-" sambil menunggu Anna mengunyah permen karet.
Pop! Bunyi balon permen karet yang pecah kemudian dikunyah lagi dan lagi. "Lama banget sih." Anna mengeluh pelan, keadaan sekitar juga sepi.
Firasat Anna agak tak enak mengingat belum lama ini ada stalker yang gila-gilaan menguntitnya. Semoga tak terjadi apa-apa tapi perkiraannya salah.
"Ump-" Seseorang, tidak, ini seorang pria mengunci tubuh Anna dari belakang serta bibir Anna agar tak bersuara. Pria yang lebih tinggi dan besar. Anna memberontak keras tapi tenaganya tentu kalah dengan pria yang menguncinya.
Stalker yang waktu itu? Ngga, siapa? Begal? Banyak yang terlintas di pikirannya tapi untuk saat ini mari mengeluarkan diri terlebih dahulu.
"Hyaat!" Suara pria lagi tapi rasanya Anna kenal, entah apa yang terjadi Anna bebas dari jeratan pria asing di belakangnya.
Anna berbalik dan pria pertama yang dilihatnya, "Johan?"
"Udah kubilang kan jangan pulang sendiri kak, untung aku ngawasin kakak-" Johan yang menolong Anna berarti tadi yang menjeratnya siapa? Anna beralih ke sisi yang lain.
Pria dengan perawakan lebih besar, memakai masker dan topi yang mencurigakan. Anehnya dia tak kabur justru mempersiapkan kuda-kuda seakan berpikir akan menang, kedua tangannya mengepal di depan dada bersiap di posisinya.
"Hiiy besar banget, serem." Johan paham jika kelas beratnya dibandingkan dengan pria itu, Johan juga akan kalah. Hanya beruntung saja tadi Johan melayangkan tinju dan membuat Anna lepas darinya.
Johan sama sekali tak pandai bertarung harusnya dia bersikap keren sekarang tapi rasanya mustahil, Johan benar-benar pesimis. "Kak ayo kita kabur-"
"Lo aja yang kabur." Anna, gadis itu gila pikir Johan. Justru dengan tatapan mengintimidasi balik Anna menatap pria besar itu dan siap juga dengan kuda-kudanya.
Johan ketakutan dengan situasi ini, "K- kak jangan berantem-" Satu tinju dari pria besar melayang ke arah Johan. "MAMAA!!" Johan berteriak tapi aneh kenapa rasanya tak sesakit itu.
"Lo pergi aja." Dengan santainya Anna menyuruh Johan pergi setelah menangkis tinju kuat itu dengan kedua tangannya, kuda-kuda yang disiapkannya efektif.
"Kak.." Suara Johan bergetar.
"Pergi Johan, ini urusan gue." Pinta Anna seraya membuat balon kembali dari permen karet yang sedari tadi dikunyahnya, Pop! Ketika balon itu pecah tanpa banyak basa-basi Anna mengeluarkan tendangan ke arah wajah pria besar itu.
Pria besar itu menangkisnya dengan mudah tapi tetap saja dia terlihat meringis menahan sakit, dia terkekeh, "Taekwondo ya."
Anna menyeringai, "Lo udah sadar." Dalam waktu singkat Anna tak ada pikiran bertahan, ia menyerang secara bertubi-tubi dengan tendangan di kakinya, taekwondo salah satu beladiri yang Anna tekuni sedari SMA.
Anna hanya tak ingin kelihatan lemah lagi, baik itu didepan pria maupun wanita. Kejadian di SMP membulatkan tekadnya agar menjadi kuat.
Kalau kuat kamu takkan ditindas.
"Segini aja kemampuan lo?" Anna tak membiarkan pria besar itu bernapas dan berkutik, beragam tehnik dikeluarkannya seperti sudah pro.
Johan tertegun menelan salivanya, Anna yang lemah dan selalu menangis sudah banyak berubah pikirnya.
"Dasar, kalau gue tangkep kaki lo, lo kalah!" Pria besar itu dengan sombong mengatakannya. Taekwondo yang dasarnya menggunakan kaki sebagai senjata utama.
"Tangkep aja kalau lo bisa." Gerakan Anna sangat cepat sampai menyudutkan pria besar itu ke pojok. Beberapa kali pria besar itu terkena tendangan keras Anna dan meringis.
Pria besar itu masih berpikir rencana untuk menangkap kaki Anna, dengan berpura-pura menyerah dia berpikir untuk menangkap kaki Anna dan mengakhiri serangan gadis itu.
"Usaha yang sia-sia." Dengan gerakan yang cepat Anna melumpuhkan pria besar itu tapi tidak dengan kaki melainkan dengan kedua tangan dan sikunya, "Jangan pikir gue cuma bisa taekwondo."
Systema, seni bela diri Rusia yang diperuntukan untuk membunuh. Untung Anna menahan dirinya, demi menjadi kuat Anna mati-matian mengasah kemampuannya.
"Urk-" Pria besar itu terjatuh merasa sangat sakit di beberapa bagian tubuhnya.
Anna menatapnya dari atas dan menyeringai, balon permen karetnya membesar kemudian pecah lagi, Anna masih saja mengunyah permen karetnya dengan santai tanpa terganggu sedikit pun, "Hei babon lama ya ngga jumpa." Benar, pria besar itu si OB babon yang hidupnya telah berakhir di perusahaan karna Anna melaporkannya atas tindakan pelecehan. Sepertinya dia datang untuk balas dendam.
"Ngga adil, jal*ng kaya lo harusnya mati, seenaknya ngancurin hidup orang. Gue susah payah cari kerjaan buat hidupin ortu gue, goodlooking kaya lo sih enak." Sambil meringis pria babon itu menentang Anna.
Anna turun dan menjambak rambut pria babon itu agar saling bertatapan, "Pengecut yang main belakang kaya lo ngga pantes hidup enak."
"Itu baru adil, lain kali jangan nyerang dari belakang." Anna menyerahkan sisa kunyahan permen karetnya dan menempelkannya di dahi OB babon tersebut, "Bukan lo doang yang hidupnya pernah hancur di dunia ini." Setelah mengatakan itu Anna lekas pergi meninggalkannya.
"Huu kok kalah si bang sama cewek huuu~" Johan meledeknya ketika sadar Anna sudah pergi Johan kembali mengekorinya.
"Kak Anna keren banget!! Johan ngga tau kalau kak Anna bisa beladiri." Johan memuji Anna, suaranya yang ceria kembali lagi.
'Duh taksi online gue kerjanya gimana sih,' Anna menghiraukan pujian Johan, ia lebih memikirkan taksi onlinenya yang sedari tadi tak kunjung tiba.
Anna memang tak tampil mencolok dengan beladirinya, sebenarnya bisa saja ia menghajar stalker yang sebelumnya sudah keterlaluan bertindak pada Anna atau siapapun namun, stalker itu bergerak secara misterius dan anonim sulit untuk menangkapnya.
"Kak Anna." Johan memanggil suaranya berbeda lagi, dia menarik pakaian Anna.
'Kalau dipikir Johan juga yang nolong gue sih, kalau gue gabisa lepas dari kuncian si babon itu, gue tamat. Gue harus lebih waspada dan ningkatin insting gue' Anna membatin seraya berbalik.
Ya.. ngga ada salahnya ngucapin terimakasih- eh?
Saat ini dihadapannya, Johan pria yang selalu ceria dan tersenyum menangis tersedu-sedu, Johan sedikit terisak.
"Hei lo kenapa? Ambeyen?" Anna bertanya bingung.
"Aku hiks- aku hampir aja buat kakak luka, aku minta maaf, aku minta maaf karna gabisa ngapa-ngapain tadi." Johan agak terbata mengatakannya.
Anna menghela napas, ya tak ada salahnya bersikap baik karna tadi Johan juga yang nolong.
"Udah atuh dia juga udah kalah, dia ga bakal berani lagi ganggu." Anna berniat menenangkan, "Btw makasih, kalau lo ga dateng tadi juga gue bakal tamat."
"Hwaaa!!" Bukannya tenang Johan malah menangis lebih keras."
"Eh-" Anna jelas panik entah apa yang harus dilakulannya agar pria dihadapannya ini tenang, yang tadi dilakukannya apakah gagal? Kenapa anak ini malah menangis lebih keras? Merepotkan, yang Anna takuti ada seseorang dari perusahaan melihat mereka saat ini, akan jadi apa, 'Anna membuat Johan menangis?' Rumor lagi, padahal mereka tak tau yang sebenarnya terjadi.
Ah, menyebalkan. Anna memegang pelipisnya merasa pusing.
Di satu sisi yang agak jauh sebuah mobil berlogo taksi online diam ditempat, supir itu mengawasi Anna dan Johan dari jauh. "Br*ngsek, Johan sialan." Supir itu memukul stirnya.
"Sekarang gue harus apa lagi- ngapain ya, aduh iya harus apa ya?" Layaknya orang sakau supir itu mengusak surainya kasar tak bisa tenang.
"Lo bakal mati Johan."