"Pake lidah bersihinnya." Sebuah hal tak terduga dari Anna yang dikenal sebagai gadis bermoral melampiaskan emosi dan dendamnya yang selama ini tertahan.
Manusia itu seperti kanvas putih, semakin kau menodainya semakin akan diingatnya. Bagi Johan akan sangat susah membersihkan citra jelek dalam dirinya pada Anna, sekeras apapun usahanya dan perbuatan baiknya, noda itu takkan bisa hilang dengan mudah.
Johan sadar akan situasinya sekarang, mengingatkannya pada perilaku superior ke Anna dulu. Johan tersenyum miris, jadi ini yang namanya karma? Dalam benaknya berpikir, Anna yang sekarang bukan hanya sekedar berani, Anna jadi lebih gila dan kuat.
Johan meneguk salivanya dalam dominasi Anna, pikirannya berputar cepat seiring detakan jarum jam yang berjalan. Sadar akan kesalahannya, sadar akan perbuatannya dimasa lalu, Johan berpikir untuk menerima konsekuensinya.
Detak jantungnya yang berdetak cepat tak kunjung mereda, dengan gemetar dan penuh keraguan layaknya anak burung yang takut keluar dar sangkar amannya; Johan Dresta tunduk sepenuhnya pada Anna.
Pelan tapi jelas; Kepala Johan menunduk kebawah kemudian menjulurkan lidahnya, menjilat inci demi inci dimana titik saus coklat tersebut menodai sepatu Anna.
Harga dirinya diinjak begitu saja dan Johan sama sekali tak keberatan, ada perasaan aneh yang merenggutnya. Johan hanya ingin Anna yang dulu kembali, Anna yang selalu menemani dan selalu tersenyum hangat padanya, Johan sebenarnya hanya ingin itu.
Jika harus begini, maaf, biarkan aku menebus dosaku. Aku bisa menjadi anjing yang kamu mau, aku bisa menjadi apapun, aku akan turunkan harga diriku. Jadi nantinya kembalilah padaku ya kak? |-Johan
Di sisi lain sejujurnya ada perasaan tak nyaman dan senang yang dirasakan Anna. Ada rasa kasian, ada rasa senang akan dendamnya terbalas. Setidaknya Johan melalui apa yang Anna alami dulu.
Dirasa begitu lama Anna merasa ada yang aneh, apa udah selesai? Batinnya bertanya-tanya karna Johan masih menunduk tak berkata apapun.
Mengingat kata-kata Laura, bahaya jika nanti dipergoki. Anna sontak turun kebawah memastikan kondisi Johan, "Johan?"
"Um.. ya..??"Suaranya bergetar, rasanya ada yang aneh. Anna panik dan senang disaat bersamaan karna berhasil mengerjai anak ini tapi bagaimana tentang apa yang dirasakan Johan? Apa iya dia bener-benar terpaksa? Padahal dia bisa saja menolak.
"Johan." Anna menarik wajah Johan agar bisa menatap matanya. Pemandangan yang tak biasa, air mata Johan yang tertahan lepas begitu saja ketika netra hazel miliknya bertemu dengan netra milik Anna. Johan menangis dan sedikit terisak, wajahnya memerah.
"Hiks- I'm sorry.. are u still mad with me?" Sambil tersendat Johan malah bertanya apakah Anna masih marah padanya, bocah ini membuat Anna bingung, apa dia masokis? Apa yang sebenarnya terjadi, apa Johan tak terganggu sama sekali.
"Gue ga marah." Anna menyeka air mata Johan dengan ibu jarinya.
"Really?"
"Yap, i'm not mad." Sejujurnya Anna sama sekali tak mengerti apa yang Johan rasakan saat ini, bagaimana perasaannya tapi yang jelas Anna memegang satu kartu milik Johan.
Lelaki yang lebih muda darinya ini menunjukannya sendiri membuat Anna menyeringai lebih. Hal gila yang sama sekali belum pernah dicobanya.
"Johan, would u be my dog for now?" Ujar Anna, sebuah pertanyaan? Tidak, lebih tepatnya sebuah pernyataan mengikat. Mengikatnya pada dendam dan permainan gilanya. Kini Johan yang jatuh dalam panggung Anna.
Johan terkesiap namun secara bersamaan dia tersenyum lebar merasa senang, "Yes mommy."
"Tuan muda." Tiba-tiba suara seorang pria menyadarkan mereka berdua, tunggu, katanya tuan muda? Pria itu datang ke arah dapur dan memberikan tatapan tak senang pada Anna, Anna membalasnya sinis.
Pria itu memakai setelan kasual namun ada celemek yang melekat di tubuhnya. Jadi dia juga bekerja disini lalu dengan tuan muda, lain tidak bukan, pasti Johan yang dimaksud.
"Yatora-san?" Johan berdiri panik, merapikan keadannya, matanya masih memerah akibat menangis tasi hal itu membuat pria yang dipanggil Yatora mendatangi Anna dan membuat perhitungan dengan Anna.
"Kamu, apa yang kau lakukan pada tuan muda?" Yatora bertanya sinis pada Anna dan mendesak.
Tunggu Yatora? Supir Johan yang waktu itu? Kenapa dia bisa disini, "Apa urusan lo? Tuan muda? Panggilan kuno aneh macam apa itu-" Anna membalas begitu sebenarnya karna ingin tau, pasti Yatora akan menjelaskan juga pada akhirnya.
Siapa tuan muda Johan ini? Bukannya orang tua Johan sudah wafat dan dia tinggal sendiri? Entah apa yang dilaluinya ketika berpisah dengan Anna selama 8 tahun hingga sekarang bertemu lagi, Anna cukup penasaran.
Ada banyak teka-teki yang muncul dan itu terlihat semakin rumit. Wajar jika setiap orang punya jalan skenario hidupnya masing-masing, yang Anna inginkan hanyalah semoga saja tak terjadi hal buruk yang menimpanya.
"Yatora-san, aku gapapa kok, tadi cuma jatuh trus kak Anna nolong aku." Johan melerai dan membereskan ini dengan cepat tapi bagi Anna, Johan nampaknya seperti menahan percakapan agar Anna tak mengetahui sesuatu.
Yatora terlihat tak percaya, "Tapi tuan muda-"
"Yatora, kan udah kubilang jangan panggil aku begitu di depan kak Anna." Suara Johan berubah menjadi menekan, tatapannya juga, daya intimidasi yang kuat membuat Yatora ketakutan.
Ada apa ini? Didepan Anna saja Johan terlihat sangat lemah. Memang anak itu, ada sisi yang disembunyikan olehnya.
"Maaf, J- Johan.." Yatora lekas pergi ke arah yang lain menghindari Johan.
Johan menghela napasnya, "Nyebelin deh."
"Lucu ya, tuan muda." Anna meledeknya.
"Aah.." Johan tersipu dan wajahnya memerah, kedua telapak tangannya ditutup kewajahnya.
"Kenapa tuan muda?" Anna menjahilinya dengan panggilan itu.
"Mommy, please don't call me like that, i'm shy.." Johan masih menutupi wajahnya. Wajahnya yang memerah membuat telinganya pun ikut merah.
"Kenapa malu? Trus jangan panggil mommy deh cringe."
"I'm just- aah.. Johan malu aja kalau dipanggil kaya gitu didepan mommy." Balas Johan.
"Can't u stop call me mommy, i'm not ur mommy, are u have mother complex or something.." Anna merasa jenuh dengan panggilan itu, rasanya terdengar sangat aneh.
"Aku bisa berhenti panggil kak Anna mommy tapi sebelumnya cium aku dulu." Wajah Johan makin merah setelah mengatakan itu, jarinya dibuka sedikit dan mengintip bagaimana raut wajah yang Anna buat.
"Gak akan." Anna membalasnya tukas.
"Aw~ c'mon i'll be a good dog fou u mommy, pleasee give me a gift-" Kembali lagi dengan Johan yang merengek.
"Gak, gamau, gak." Anna menolaknya berkali-kali.
"Mommy.."
"Gak, Johan."
"Kalau gitu Johan yang cium mommy." Johan mengatakannya sepihak kemudian membuat Anna tersudut di pinggir meja.
Pesona yang dikeluarkan Johan membuat Anna sedikit tertegun, tubuhnya yang sangat proposional lebih tinggi dari Anna, bahu lebar dengan kulit yang putih, netra hazel yang terlihat menawan. Johan pernah bilang jika mata itu keturunan dari ayahnya, tak disangka itu malah membuatnya jadi lebih baik.
"Kenapa anjing kaya lo bertingkah begini?" Anna bertanya penasaran.
"Because u look so pretty right now." |-Johan
Tatapan Johan makin intens, pesona model brekelas yang tak bisa terkalahkan membutakan kesadaran dan pandangan Anna. Bocah ini bisa juga bertingkah demikian, berapa banyak wajah yang dia miliki? Apakah itu hanya untuk Anna?
BRUGH! Tiba-tiba ada suara seperti barang jatuh, mereka sontak menoleh ke sumber suara yang terdengar dekat.
"Ah ini gawat." Anna bergumam.
"KALIAN KALAU MAU MERSRA-MESRA JANGAN DI DAPUR GUE BAJ*NGAN!!" Laura tiba-tiba datang dengan amarah yang membludak.