"Hei bukankah itu berbahaya?"
7 Deady Sins-Inverstor lainnya menyaksikan seksama bagaimana Johan menantang pemimpin mereka, Pride.
Johan seperti bunuh diri, gumam mereka dan tentu gila. Selama ini belum ada yang bisa mengalahkan Pride, hanya 1 orang dari Maximellian group yang pernah membuatnya kalah dan bertekuk lutut.
Benar, raja dari semua raja; Re Nero, hanya ia yang berhasil membuat Pride tak berdaya di tempat.
Tanah yang basah akibat turunnya hujan, tubuh yang memar serta banyaknya luka goresan dan luka dalam alhasil dari pukulan dan tendangan beruntun seakan membakar tubuhnya. Waktu itu adalah hari yang tak bisa Pride lupakan.
Terasa perih terkena rintik hujan, tubuhnya seperti ditusuk ribuan jarum. Pride terkulai dibawah memandang keatas, seorang lelaki diatasnya balas merendahkan Pride melalui tatapan; Jadi ini ya rasanya kalah dari seorang raja.
Pride menggeram, ini bukanlah akhir melainkan awal. Awal dari dendam Pride kepada pemuda Maximellian itu; Seseorang yang disebut Re Nero. Suatu saat Pride bersumpah akan merebut tahtanya dan sekarang ada kronco kecil yang menantangnya, itu sedikit mengusik, mengingat tatapan yang dibuat Johan sama seperti yang Re Nero berikan padanya.
"Kalian semua sama aja, masih bocah banyak gaya.." Pride mengepalkan tangannya kuat, "Jangan ngeremehin gue b*ngsat!!" Satu pukulan beserta teriakan dikeluarkannya, menggema di dalam ruangan.
"Yatora." Johan memberi kode agar Yatora memberi jarak sekaligus menjadi wasit perkelahian ini.
Sesaat Johan menghindari segala pukulan yang dikeluarkan Pride dengan cepat. Semua serangannya terlihat, apa itu seperti boxing biasa, sangat biasa hingga semuanya bisa dihindari, apa benar dia Pride yang tak terkalahkan? Johan meragukannya.
"Menghindar terus, apa cuma itu yang lo bisa?" Pride meremehkan seraya berniat memancing emosi Johan.
Johan berdecak dan mengambil satu pukulan Pride, boxing hanya mengandalkan kekuatan lengan, Johan menahan satu lengan pride sekuat tenaga.
"Ha.." Pride menyeringai kemudian menggunakan lututnya untuk mendendang perut Johan dengan keras. "Haha awasin kaki gue juga makanya."
"Ugh-" Johan tak bisa benafas seketika dan melebarkan jarak namun wajahnya dihajar habis-habisan oleh skill boxing milik Pride.
"Bertahun-tahun gue ngelatih ini, butuh 100 tahun lagi Johan untuk lo bisa ngalahin seorang pro." Pride merasa akan menang, dia terlalu terlena memberikan pukulan beruntun pada Johan, wajah, perut, berkali-kali.
Johan hanya menerima semua pukulan brutal Pride, giginya pun sampai ada yang lepas, ia berdarah.
Pride merasa selangkah akan menang, Johan terlihat diam tak berdaya, "Haha apa ini? Gabisa ngapa-ngapain lagi ya? Gue hancurin aja ya wajah lo Johan, lagipula Magenta Magazine akan jadi milik gue-"
Ucapannnya terhenti dan Pride terjatuh secara tiba-tiba, Johan mendadak turun dan mensleding kakinya.
"APA YANG-"
"Pake tangan mulu om, jaga kakinya juga dong." Tutur Johan kemudian disaat itu Pride tersadar ketika posisi mereka berkelahi jadi lebih luas, apa ini? Apakah Johan sengaja membawa mereka agak menjauh dari para 7 Deadly Sins-Investor lainnya yang menyaksikkan.
"Sorry ya aku bawa om kesini soalnya takut kena yang lain, kan enak juga jadi agak luas." Dengan babak belur dan darah yang mengucur dari mulutnya Johan tersenyum, anak ini benar-benar gila pikir Pride.
"Yatora jaga yang lain juga ya." Titah Johan, tubuhnya padahal sudah gemetar kesakitan, masih sempatnya ia mempedulikan yang lain.
Yatora menghela napasnya kemudian mendekat ke arah Johan, Yatora menatap miris, "Tuan muda jangan terlalu dipaksa.." Suaranya menurun, Yatora sangat mengkhawatirkan Johan, tak ada yang lebih berarti daripada tuan mudanya saat ini.
Johan menepuk pundak Yatora yang lebih tinggi darinya, "Aku gapapaa." Balasnya kemudian suasana menjadi berubah, Johan mendadak menyerang Pride sangat cepat, jarinya berupaya menekan titik vital Pride, "Kalau aku bikin babak belur om gapapa kan?"
Dengan melihat itu Yatora tersenyum kecil, "Sepertinya tak perlu dikhawatirkan." Johan menunjukannya, bahwa ia akan baik-baik saja. Pertarungan dilanjutkan dan taruhan pun masih berjalan sebagaimana mestinya. Malam ini salah satu dari mereka akan jatuh.
***
Beberapa waktu berlalu ketika Anna meninggalkan Daniel ditempat. Membayangkan betapa menyebalkannya pria itu, Anna berpikir apakah seharusnya ia pindah lagi? Itu pikirkan saja nanti, Anna memilih pulang dengan taksi ke apartemennya.
Selama perjalanan pulang Anna berpikir ada salah apa pada dirinya sehingga sekarang ini rasanya selalu mendapatkan sial. Satu persatu mantannya muncul kembali dan itu membuat Anna terusik tapi di satu sisi ia juga ingin balas dendam. Mungkin ini adalah waktu yang pas untuk itu, kelakuan mereka di masa lalu, Anna takkan lupa begitu saja.
Detik itu dengan iseng bercampur niat balas dendam, Anna mengirimi Johan pesan seperti yang waktu itu Johan lakukan padanya. Mendadak dan cukup merepotkan.
Anna : Hey are u in there? Gue laper nih kepengen yang manis-manis
terus yang seger juga
***
Ini sudah menjelang larut malam tak banyak toko yang masih buka, Anna tertawa kecil ternyata jadi semudah ini balas dendam sekaligus menaklukkan Johan.
Waktu berlalu Johan sama sekali tak membalas pesan Anna, biasanya anak anjing itu akan membalas cepat dan mengibaskan ekornya tapi sekarang kemana dia?
"Kayanya dia nolak permintaan gue deh, lucu banget baru awal udah berontak." Anna bergegas masuk ke kamar apartemennya berharap tak bertemu Daniel. Masuk ke kamar yang sunyi, Leon kucingnya sudah tertidur. "Mandi dulu ah.."
Berendam air hangat adalah hal yang menenangkan, itu membuat rileks pikiran dan tubuh, penyembuh dikala penat, air hangat serta wangi lilin aromaterapi kesukaan Anna bisa membuatnya betah dikamar mandi berjam-jam.
Beberapa menit berlalu ketenangan yang menemaninya rusak ketika seseorang menggedor pintu depan berkali-kali seraya bergantian dengan bunyi bel yang ditekan lebih dari sekali.
"Duh siapa sih, ganggu aja." Anna mengernyitkan alis kemudian mengelap dirinya sesaat seraya memakai pakaian. "Daniel kalau itu lo lagi gue bakal habisin lo ditempat."
Dengan langkah kesal serta dengusan yang tak kunjung henti Anna bersumpah akan menghabisi orang yang menganggu waktu tenangnya.
"Woi santai kek-" Kekesalan yang tadinya berkumpul kini membeku ketika melihat orang yang dikenalinya, Johan berdiri di depan pintu sambil membawa beberapa bingkisan yang diduga berisi makanan atau minuman.
Tapi bukan itu yang membuat Anna membeku, penampilan Johan sekarang; Babak belur, memar diwajah serta bercak darah mengotori kemeja putihnya yang berantakan.
'Apa penjual toko ga takut sama dia yang penampilannya kaya gini?' Anna membatin.
Nafas Johan terengah, dia terlihat susah berdiri tegap, dan dikala itu terjadi dia masih berusaha tersenyum lebar didepan Anna. "Kak Anna maaf yaa Johan ga bales pesannya tadi, maaf udah buat kak Anna nunggu.. agak susah nyari toko yang masih buka, udah laper banget ya, maaf Johan kelamaan." Suara Johan bergetar seperti menahan isak dan sakitnya.
"Maaf kak- hiks" Johan tehuyung sedikit, keseimbangannya runtuh dan jatuh tapi disaat bersamaan Anna menangkapnya.
"Johan jangan mati, lo kenapa sih tiba-tiba kaya gini." Anna mendadak panik seraya menuntun Johan agar masuk kedalam dulu.
Anna membantunya berjalan, bagaimanapun Johan dulu dan dendam Anna, melihat keadaannya sekarang Anna tak bisa menolak untuk tak menolongnya.
Johan didudukan di sofa; Lukanya dibersikan dan diobati, Johan meringis setiap kapas penuh cairan antiseptik itu menempel di kulitnya yang terluka.
"Sakit.." Johan menahan isaknya, matanya berlinang.
"Suruh siapa brantem sampe kaya gini." Anna mengobatinya perlahan dengan tepat.
Entah apa yang terjadi sebelumnya mereka jadi terlihat dekat sekarang. Johan juga tak mengerti, yang jelas dirinya saat ini sangat senang dan degup jantungnya tak bisa berdetak lebih pelan.
Kak Anna deket banget, mau pingsan rasanya, trus.. wangi, aakhh mikir apasih, Johan membatin kesenangan.
Dua lawan jenis berdua di tempat yang sepi, Johan tak bisa berpikir jernih saat ini, gaboleh-gaboleh aku mikir apa sih gaboleh kaya gitu ke kak Anna.
Anna menghela napasnya, "Gue tau lo masih muda han tapi pikirin badan lo, jangan karna mau berasa jagoan lo sampe ngerusak badan sendiri gabaik.. semua masalah ga harus di selesaikan dengan cara brantem."
"Kakak khawatir sama Johan?" Johan balas bertanya, kelihatannya seperti ingin menggoda Anna.
"Yaiyalah lo bisa aja mati." Dendam gue belum terbalaskan sepenuhnya, atleast jangan mati dulu han. Batin dan ucapan Anna berbanding sebaliknya.
Johan tersenyum sesaat kemudian menangis ditempat, air matanya tak dapat ditahan lagi, ini pertama kalinya sejak saat itu Johan mendapat perhatian dari Anna lagi. Johan merindukan ini, Johan sangat senang dan bahagia, dia merasa sangat besyukur dan beruntung bisa berada di sisi Anna baik itu sebagai anjing atau apapun, Johan terima dan senang.
"Udah atuh masa gini aja nangis." Anna berupaya menenangkan sebaliknya Johan membalasnya dengan senyuman yang membuat Anna dejavu.
Senyum hangat ketika Anna bertemu pertama kali dengannya di perpustakaan dulu.
"Makasih kak.." Tutur Johan, atmosfirnya mendadak berubah hanya dengan satu senyuman dan ucapan lembutnya. "Maaf yaa karna hari ini Johan terluka, maaf jugaa buat kakak khawatir."