Siena berjalan ke arah ruang tamu untuk memenuhi panggilan ibunya dan bertemu dengan tamu yang ingin menemui dirinya.
Disana keluarga Siena masih berkumpul setelah pembagian warisan tersebut.
"Siena! Kemarilah," ujar Mrs.Kev-ibu kandung Siena.
Siena berjalan mendekati ibunya. Ia melihat seorang pria asing juga ikut duduk disebelah ibunya.
"Ada apa, Bu?" Siena bertanya. Matanya melirik ke arah pria asing itu yang sedang tersenyum ke arahnya.
"Duduk disebelahku," ujar Mrs.Kev.
Siena menuruti ibunya. Sehingga ia duduk berhadapan dengan pria asing yang tidak ia kenali itu.
Mulut Mrs.Kev mulai bergerak untuk mengatakan sesuatu. "Siena, ini adalah Gaston. Putera dari Bapak Walikota. Katanya ia adalah kakak kelasmu ketika kalian bersekolah di SMA yang sama."
Siena mendengarkan ucapan ibunya sembari menatap ke arah pria yang bernama Gaston tersebut. Ia mencoba mengingat siapa pria ini.
"Kau mengenalinya, Siena?" tanya Mrs.Kev kepada puteri bungsunya.
Siena sudah mencoba mengingatnya. Namun, ia memang tidak mengenali pria yang tengah duduk didepannya ini.
Siena menjawab pertanyaan ibunya dengan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mengenalinya, Bu."
Pria asing tersebut bersuara. "Siena memang tidak mengenaliku, Nyonya. Tapi aku mengenalinya sudah lama. Pada saat itu aku tidak berani mengajaknya untuk berkenalan. Aku cukup mengaguminya diam-diam."
"Wah. Kau sungguh romantis sekali, Gaston. Kau pria yang baik." Flo memuji Gaston.
"Iya. Seandainya adikku belum bertemu dengan jodohnya yang miskin, pasti kau lebih dulu menikahinya. Dan hidupnya pasti sangat bahagia. Tidak seperti saat ini," imbuh Hera menatap ke arah Gaston. Ia sama sekali tidak melirik ke arah Siena. Seolah-olah dimatanya Siena tidak ada berada didekatnya.
Siena sontak menoleh ke arah kakak keduanya itu. Ia menatap Hera dengan sangat tajam sebab tidak terima jika suaminya disangkut pautkan.
"Jaga bicaramu kakak!" Siena bersuara memperingati kakaknya.
Hera tetap tidak menoleh ke adiknya itu. Ia tetap menatap lurus kedepan dengan wajahnya sombong tersebut.
"Sudah! Kalian sedang kedatangan tamu terhormat. Jagalah sikap!" ujar Mrs.Kev sembari menatap ke arah Siena dan Hera secara bergantian.
Kemudian, wanita tua itu kembali menatap Gaston sembari tersenyum ramah. "Aku sudah banyak mengetahui tentangmu dari ayahmu, Gaston. Katanya kau mencintai Siena. Namun, dia sudah lebih dulu menikah. Bukan begitu, Gaston?" Mrs.Kev bertanya memastikan kepada Gaston.
Siena terkejut mendengar perkataan ibunya. Sementara Gaston tampak salah tingkah. Dengan ragu, ia menganggukkan kepalanya.
"Lalu, apa kedatanganmu kemari sehingga kau ingin bertemu dengan puteri bungsuku ini?" tanya Mrs.Kev lagi kepada pemuda yang bernama Gaston tersebut.
"Pertama, aku mengucapkan duka yang mendalam kepada keluargamu, Nyonya Kev. Atas meninggalkannya Mr.Kev yang terhormat," jawab Gaston.
Mrs.Kev menanggapinya dengan memberikan anggukan kepalanya dan tersenyum ke arah Gaston dengan sangat samar.
Mulut Gaston bergerak lagi untuk melanjutkan kalimatnya. Ia menatap mata Siena dengan tulus. "Lalu, tujuanku datang kemari karena mendengar bahwa Siena sudah pulang dari rumah sakit setelah melahirkan puteri pertamanya. Aku mengucapkan selamat menjadi ibu kepadamu, Siena. Aku juga membawakan beberapa bingkisan untuk bayimu."
Gaston menoleh ke arah seorang pria yang sedang membawa beberapa bingkisan. Pria itu merupakan anak buah dari Gaston. Ia meletakkan bingkisan-bingkisan itu tepat disebelah Siena.
Siena tercengang. Ia sama sekali tidak mengenali pria yang tengah duduk dihadapannya ini. Namun, tiba-tiba ia datang untuk mengucapkan selamat dan membawakan beberapa bingkisan untuknya.
"Astaga, Gaston. Kau baik sekali, Nak. Terimakasih banyak ya," ucap Mrs.Kev langsung kepada putera Walikota tersebut.
Gaston membalas senyuman Mrs.Kev dengan tak kalah ramahnya.
Keluarga besar Kev saat ini sedang berbisik memuji Gaston yang tampak tulus mencintai Siena.
"Siena! Ucapkan terimakasih padanya. Mengapa kau diam saja." Suara Nyonya Kev yang terdengar menggeram itu menyadarkan lamunan Siena. Wanita berwajah oriental itu segera membenarkan raut wajahnya dan menatap ke arah Gaston.
"T-terimakasih," ucap Siena pelan kepada Gaston.
Gaston menanggapinya hanya dengan sebuah senyuman.
"Aku akan pamit untuk pulang, Nyonya Kev. Ada urusan lain yang harus segera kulakukan," ujar Gaston kepada Mrs.Kev.
Dahi Mrs.Kev berkerut. "Mengapa buru-buru sekali? Apakah kau tidak ingin meihat bayinya Siena dulu? Atau sekedar bercengkrama dengannya berdua saja. Kami tidak akan mengganggu kalian."
Siena sontak tercengang mendengar tawaran ibunya yang terakhir itu. Bagaimana mungkin ibunya tega mengizinkan Siena bercengkrama dengan pria asing hanya berdua saja. Padahal, Siena sudah menikah.
Gaston tampak malu-malu. Ia sekilas melirik ke arah Siena.
"Bagaimana mungkin Ibu memintaku untuk bercengkrama dengannya hanya berdua saja. Sementara aku sudah memiliki suami." Siena protes dengan yang ibunya tawarkan kepada Gaston.
Mrs.Kev tampak kesal mendengar ucapan puteri bungsunya tersebut. Menurutnya, Siena tidak bisa menjaga sopan santun didepan tamu. "Siena! jaga bicaramu. Bersikap sopan dan hargai tamu kita."
Siena terdiam seketika dengan wajah kesalnya.
"Tidak apa-apa, Nyonya Kev. Aku mengerti posisi Siena yang sudah menjadi istri orang. Pasti akan merasa canggung jika bercengkrama dengan pria lain. Kedatanganku kesini hanya untuk memberikannya ini saja," jelas Gaston.
"Kau jangan khawatir, Gaston. Tidak apa-apa jika kau ingin mendekati adikku. Statusnya memang sudah menikah. Namun, sebenarnya ia sangat diizinkan untuk dekat denganmu bahkan menjalin kasih. Sebab, kualitasmu lebih bagus daripada suaminya yang miskin itu," ujar Flo kakak pertama Siena.
"Betul sekali yang dikatakan kakakku itu, Gaston. Jika kau mencintai adikku, kau diperbolehkan merebutnya dari pria miskin itu. Kami sudah malu memiliki adik ipar miskin," tambah Hera sembari melipatkan kedua tangannya ke atas dada.
Paman Brew yang merupakan adik ipar dari Mrs.Kev diam-diam melangkahkan kakinya untuk menyusul Maks yang sedang berada dikamar. Tujuan Paman Brew memanggilnya adalah agar Maks bisa bergabung di ruang tamu dan juga menjadi bulan-bulanan mereka.
"Maks!" sapa Paman Brew mendatangi kamar Maks dan Siena.
"Iya, Paman. Ada apa?" tanya Maks heran.
"Apakah kau tidak tahu? Istrimu didatangi oleh seorang putera Walikota dan hendak melamarnya," ujar Paman Brew. Ia sengaja membuat kebohongan itu agar Maks datang ke ruang tamu.
Maks terkejut. Ia langsung bergegas ke ruang tamu.
Sementara itu, Siena dengan wajah kesal langsung bergegas melangkahkan kakinya untuk meninggalkan ruang tamu setelah mendengar semua penghinaan suaminya dari kedua kakaknya itu. Namun, langkahnya berhenti begitu saja ketika mendengar suara ibunya mengucapkan sesuatu.
"Siena! Jika kau meninggalkan ruang tamu ini tanpa kesopanan seperti itu, aku yang akan mengurus perceraianmu dengan suamimu!" Suara Mrs.Kev menggelegar.