Chereads / Pewaris Tersembunyi / Chapter 9 - BAB 9

Chapter 9 - BAB 9

Maks berdiri dengan cepat. Matanya tak henti menatap pria yang turun dari mobil mewah itu dan berjalan ke arahnya.

Dengan tongkatnya, pria tua itu berjalan ke arah Maks dengan tertatih. Seorang pria muda yang gagah turun dari pintu kemudi. Dia adalah supir dari pria tua itu.

Kini, Maks dan pria tua itu saling berhadapan. Kedua mata pria tua itu berkaca-kaca menatap Maks. Satu tangannya memegang pipi Maks.

"A-ayah merindukanmu, Nak," ujar pria tua itu. Maks terdiam. Ia membiarkan tangan pria tua itu menjamah wajahnya dengan mata yang mengeluarkan air.

"Mengapa baru sekarang mencariku?" tanya Maks kepada pria tua yang merupakan Ayah kandungnya, Tuan Baltasar.

Tuan Baltasar menurunkan tangannya yang tadi sedang menjamah wajah puteranya itu. "Selama ini aku mencarimu. Tapi kau tidak kutemukan."

Maks mengambil barang-barangnya yang terletak dibawah. Tanpa melirik ke arah Ayahnya, ia bergegas melangkahkan kakinya dan meninggalkan Tuan Baltasar.

Pria tua itu mengikuti Maks sembari menyebut namanya. "Maks! Maks! Maks! Jangan pergi lagi!"

Namun, Maks tidak menghiraukannya. Ia tetap melanjutkan kakinya melangkah dengan ekspresi wajah yang menahan amarah. Sementara itu, pria tua tersebut tetap mengejar Maks dengan langkah yang tertatih menggunakan tongkat usangnya.

Maks berjalan terlalu cepat. Hingga Tuan Baltasar jauh tertinggal oleh Maks. Ia benar-benar tidak ingin bertemu ayahnya saat ini. Menurutnya, Ayahnya telah berbuat jahat padanya.

Seorang pria muda yang mengikuti Tuan Baltasar segera mengejar Maks. Dia merupakan asisten dari Tuan Baltasar.

"Tuan muda! Tunggu sebentar, Tuan." Pria itu mencegah Maks dengan berdiri dihadapannya.

Maks terpaksa berhenti dengan wajah yang datar. "Mengapa?"

"Tuan? Bisa kita bicara sebentar saja?" tanya pria muda itu.

Maks terdiam. Ia ragu untuk menerima ajakan pria yang kini tengah berhadapannya.

Namun, pria muda itu mengetahui bahwa ada keraguan diwajah Maks. Ia segera meyakinkannya. "Tolong, Tuan. Sebentar saja. Apakah Tuan tidak merasa kasihan kepada Ayah Tuan sendiri? Beliau hanpir terjatuh hanya untuk mengejar Tuan."

Pria itu menunjuk ke arah Tuan Baltasar yang sedang duduk dipinggiran jalan karena kakinya merasa lelah mengejar puteranya.

Akhirnya, Maks pun luluh. Ia menerima ajakan pria muda itu untuk mendengarkannya sebentar.

"Ada apa? Ceritalah!" perintah Maks kepada pria muda itu.

Dengan senang hati, pria muda itu langsung bercerita. "Perkenalkan, Tuan. Aku adalah Bernard, asisten Tuan Baltasar sejak dua tahun belakangan ini. Tuan Baltasar sudah menceritakan semuanya tentang Tuan Maks kepadaku. Terkadang ia bercerita tentang Tuan Maks sembari menangis, karena merindukan Tuan dan merasa sangat bersalah." Bernard menjelaskan semuanya kepada Maks.

Maks terdiam sejenak. Lalu, mulutnya bergerak untuk bertanya. "Lalu?"

"Sudah lama Tuan Baltasar memintaku untuk mencari Tuan Maks. Aku sudah mencari kemanapun tapi tidak ada mendapatkan kabar tentang Tuan." Bernard berkata sembari terus menatap mata Maks. "Akhirnya, kami mendapat kabar dari pihak Rumah Sakit beberapa hari yang lalu, bahwasannya ada pria bernama Maks Baltasar sedang menjadi wakil keluarga atas istrinya melahirkan."

"Akhirnya, kami mendatangi Rumah Sakit tersebut. Tuan Baltasar sangat senang ketika bertemu dengan istri Tuan Maks, dan juga cucu pertamanya. Ia juga sempat memberikan secarik kartu nama yang berisikan alamat dan nomor telepon kepada istri Tuan, dengan maksud Tuan Maks segera menghubungi Tuan Baltasar," jelas Bernard dengan nada bicara yang pelan. Sehingga setiap kalimat yang ia ucapkan terdengar jelas ditelinga Maks.

Mulut Bernard bergerak lagi untuk kembali menjelaskan. "Ia juga sempat menunggu Tuan Maks kembali ke Rumah Sakit, namun Tuan Baltasar punya kesibukan lagi yang tidak bisa ditunda hari itu juga. Jadi, kami memutuskan untuk meninggalkan Rumah Sakit tersebut."

"Sesampainya dirumah, Tuan Baltasar terus memegang ponselnya. Ia berharap puteranya menghubunginya hari itu juga. Namun, sayangnya sudah berhari-hari lamanya Tuan Maks tidak kunjung menghubunginya. Hal tersebut membuat Tuan Baltasar sedih. Beliau selalu memintaku untuk menemaninya untuk mencari Tuan lagi setiap hari," imbuh Bernard lagi.

Bernard terus menatap ke arah Maks. Ia berharap putera bosnya itu mengeluarkan sepatah kata untuk menanggapi penjelasannya. Namun, Maks masih saja diam dalam lamunannya.

"Tuan, belakangan ini kesehatan Tuan Baltasar semakin memburuk. Bahkan, disetiap tidurnya Tuan Baltasar selalu menyebut nama Tuan Maks. Karena beliau sangat merindukan Tuan Maks. Beliau ingin Tuan Maks bisa meneruskan seluruh perusahaannya." Bernard menambahi kalimatnya lagi.

Tidak lama setelah itu, Tuan Baltasar sudah berada tepat dibelakang Maks. Ia melanjutkan melangkahkan kakinya dengan pelan menggunakan tongkatnya. Suara paraunya terus memanggil nama puteranya itu. "Maks! Maks! M-maks!"

Mendengar itu, Bernard dengan cepat menyusul Tuan Baltasar untuk membantunya berjalan. Sementara Maks membalikkan badannya dan masih diam ditempat ia berdiri.

Setelah Bernard berhasil membantu Tuan Baltasar berada dihadapan Maks, Tuan Baltasar berkata kepada puteranya itu. "Nak, kembalilah pulang ke rumah. Aku sangat merindukanmu." Kedua mata Tuan Baltasar berkaca-kaca.

"Tidak. Aku tidak akan pernah kembali ke rumah itu lagi. Kau yang telah mengusirku. Apakah kau lupa?" Kedua mata Maks menatap ayahnya dengan serius. Wajahnya datar. Namun, didalam hatinya ia masih menyimpan kekesalan kepada ayahnya itu karena pernah diusir dari rumah.

Mendengar perkataan yang diucapkan puternya, Tuan Baltasar terkejut. Ia semakin sedih.

"Nak, maafkan aku. Aku tahu dulu aku sangat bodoh telah mengusirmu dari rumah. Tapi sungguh, itu ku lakukan diluar kendaliku," ujar Tuan Baltasar sambil memegang tangan Maks Wajahnya memohon agar Maks bisa memaafkan perbuatannya dulu.

Maks memegang tangan ayahnya. Dengan perlahan ia menurunkan tangan tua ayahnya itu dari lengannya. "Aku sudah berumah tangga. Aku tidak akan kembali ke rumah itu lagi. Lagi pula, kau kan memiliki putera selain aku. Suruh saja dia yang meneruskan untuk mengelola semua perusahaanmu."

Tuan Baltasar dan Bernard semakin terkejut mendengar tanggapan dari Maks tersebut.

Setelah sejenak saling melempar tatap, Maks membalikkan badannya untuk kembali melanjutkan langkah kakinya. Ia masih menggunakan seragam berwarna orange itu. Seragam petugas penyapu jalanan.

Tuan Baltasar memegang dadanya, karena ia merasa dadanya sakit tiba-tiba. Bernard dengan panik bertanya kepada bosnya. "Ada apa, Tuan?"

Tuan Baltasar tidak menjawab pertanyaan dari asistennya itu. Ia semakin meremas dadanya karena sakitnya kian bertambah. Dan akhirnya pria tua itu terjatuh ke jalanan dan tidak sadarkan diri. Bernard dengan cepat menangkapnya. Ia dengan spontan memanggil Maks yang sudah berjalan jauh.

"Tuan Maks! Tuan Maks!" teriak Bernard. Urat lehernya tampak timbul karena ia mengerahkan seluruh suaranya.

Maks mendengarnya, tapi ia terus berjalan dan sama sekali tidak membalikkan badannya ke belakang. Perasaan kecewanya jika melihat wajah Ayahnya sangat terasa didalam hatinya. Ia teringat semua perlakuan Ayahnya kepadanya 5 tahun yang lalu.

"Tuan Maks! Tuan Baltasar tidak sadarkan diri!" teriak Bernard sekuat tenaganya. Hingga beberapa dijalanan memperhatikan mereka.

Deg!

Langkah kaki Maks terhenti ketika mendengar suara teriakan Bernard. Secara perlahan ia membalikkan badannya ke belakang untuk melihat ayahnya.