Chereads / Pewaris Tersembunyi / Chapter 5 - BAB 5

Chapter 5 - BAB 5

Siena langsung terdiam seperti patung ketika ibunya mengatakan hal tersebut didepan semua keluarganya termasuk suaminya. Tanpa Siena ketahui, suaminya telah berdiri dihadapannya.

Maks mendengar ucapan yang disampaikan oleh ibu mertuanya itu. Hatinya terasa ditusuk oleh belati panas. Sangat perih. Ibu mertuanya dengan tega akan memisahkannya dengan istrinya.

Mrs.Kev melihat Maks berdiri dihadapan puteri bungsunya. "Kebetulan Maks kau berada disini. Aku akan memperkenalkanmu dengan pria kaya yang ternyata menyukai istrimu. Lihatlah dia sangat sukses, tidak sepertimu yang tidak memiliki modal apapun untuk membangun rumah tangga dengan puteri bungsuku. Jika saja suamiku tidak merestui kalian, mungkin kau saat ini tidak menjadi suami Siena dan membuat hidupnya melarat. Jauh tertinggal dari kakak-kakaknya."

Maks menatap ke arah Gaston. Lalu, pandangannya beralih ke arah ibu mertuanya. "Aku berjanji akan menyejerahterakan istriku dengan materi, Bu. Akan ada saatnya."

Semuanya tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Maks itu.

"Hei, Maks. Jangan bermimpi terlalu tinggi. Takdirmu sudah miskin," ujar Paman Brew.

"Betul sekali. Kau saja hanya seorang penyapu jalanan. Bagaimana bisa kau akan membahagiakan keponakanku dengan materi," sahut Bibi Brew ikut merendahkan Maks seperti yang suaminya lakukan.

"Hentikan! Sudah cukup kalian merendahkan suamiku," teriak Siena. Semua yang berada diruangan itu sontak terdiam.

Siena memandang ke arah Gaston. "Teruntukmu, Gaston. Terimakasih atas pemberianmu ini dan ucapan selamat darimu. Jika kedatanganmu kesini hanya untuk menarik perhatian ibuku agar kau bisa menikah denganku, maaf aku tidak bisa melakukan itu. Aku sudah memiliki suami. Dan aku sangat mencintainya apapun kondisinya saat ini."

Siena mengatakan hal itu dengan tegas. Gaston hanya terdiam.

Ayara menggandeng suaminya untuk kembali masuk ke dalam kamar mereka. Setelah sampai ke dalam kamar, Siena menangis tersedu-sedu.

"Honey, jangan menangis." Maks mencoba untuk menghentikan tangisan istrinya.

"Aku sangat lelah kau selalu direndahkan oleh mereka semua, Maks. Apakah kau tidak merasa marah dan kesal?" Siena menangis sembari bertanya kepada suaminya.

"Aku kadang juga merasa kesal sebagai manusia biasa. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku sadar bahwa yang dikatakan mereka memanglah benar. Aku ini miskin dan tidak memiliki apapun. Jadi, buat apa aku marah kepada mereka jika memang yang dikatakan mereka itu benar," jelas Maks. Ia memandang ke arah Siena dengan lembut.

Siena masih terus menangis tersedu-sedu. "Tapi mereka sudah keterlaluan, Honey."

Maks segera memeluk istrinya. Ia mengerti apa yang tengah dirasakan Siena saat ini. Namun, ia merasa bahwa penyebabnya adalah dirinya. "Aku minta maaf padamu. Kau begini karena aku. Seandainya saja aku tidak miskin, pasti mereka tidak akan merendahkanku. Maaf."

Siena melepas pelukan suaminya. Ia menyeka air matanya dengan kedua tangan. "Bukan salahmu. Kita kan sudah ditakdirkan berjodoh. Ini semua salah mereka yang tidak memiliki rasa kemanusiaan."

Maks terdiam sejenak. Ia teringat pria asing tadi. Maks segera bertanya kepada istrinya. "Siapa pria asing yang duduk disebelah ibu tadi?"

Sebelum menjawab, Siena mengambil tisu yang berada diatas nakas untuk menyeka sisa air matanya. Kemudian mulutnya bergerak untuk menjawab pertanyaan dari suaminya. "Dia Gaston. Anak dari Walikota."

"Apakah benar dia akan menikah denganmu?" Maks bertanya dengan ragu.

Siena menggelengkan kepalanya. "Aku pastikan itu tidak akan terjadi, Honey. Aku tidak akan meninggalkanmu."

"T-tapi, ibu mengatakan seperti itu." Maks bersuara lagi untuk memastikan.

"Itukan hanya kemauan ibu. Bukan kemauanku. Ibu tidak akan bisa mengurus perceraian kita jika kita berdua tidak menginginkannya," jelas Siena mencoba membuat suaminya yakin padanya.

Maks terdiam meskipun ia takut jika hal itu terjadi.

"Pria itu mengaku bahwa kami pernah satu sekolah. Ia mengatakan bahwa sudah lama memendam perasaan suka kepadaku. Tapi, baru sekarang dia muncul dan datang kerumahku. Bahkan menghadap ibuku dan memberitahunya bahwa dia mencintaiku. Aneh! Jika dia sudah lama menyukaiku, seharusnya dia datang dari dulu. Bukan disaat aku sudah menikah begini," jelas Siena mulai menaruh kecurigaan.

"Jadi menurutmu, mengapa dia baru datang sekarang?" tanya Maks.

"Menurutku, ada yang menyuruhnya dengan sengaja untuk menghancurkan rumah tangga kita." Siena menjawab dengan yakin. Matanya lurus menatap ke depan.

Maks mengerutkan dahinya. Ia tidak menduga bahwa istrinya bisa mengatakan hal seperti itu. "S-siapa, Honey?"

Siena mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu siapa. Yang pasti ada diantara keluarga kita."

"Kita harus berhati-hati ya," imbuh Siena sembari memandang ke arah suaminya.

Maks menganggukkan kepalanya.

***

Malam harinya, Siena terbangun dari tidurnya karena bayinya menangis. Maks pun juga ikut terbangun.

"Mengapa dia menangis, Honey?" tanya Maks pada istrinya. Wajah keduanya terlihat panik. Pasalnya, ini memang kali pertamanya bayi mereka tidur dirumah ini setelah pulang dari rumah sakit kemarin.

Siena menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Tidak biasanya dia menangis sekencang ini." Ia mengambil bayinya dan menggendongnya agar bayinya berhenti menangis.

Maks juga turut serta membantu untuk menghentikan bayi mereka menangis.

"Apakah dia menangis karena kita belum memberinya nama?" Maks menerka. Sementara Siena menggelengkan kepalanya.

Maks tidak sengaja memegang kening bayi mereka. Ia terkejut.

"Honey, sepertinya dia demam. Keningnya sangat panas," ujar Maks memberi tahu Siena.

Siena meletakkan telapak tangannya ke kening puterinya. "I-iya, Honey. Bagaimana ini? Sudah larut malam sekali." Ia memandang ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 1 malam.

"Tenanglah. Aku akan meminjamkan mobil untuk membawa puteri kita ke rumah sakit," ujar Maks. Pria itu melangkahkan kakinya untuk keluar rumah. Ia berencana untuk meminjam mobil kepada kakak iparnya.

Setelah ia keluar dari pintu kamarnya, Hera yang masih mengenakan piyama berjalan ke arah Maks.

"Hei, bisakah kau mendiamkan bayimu? Suara tangisannya sangat mengangguku!" ujar Hera dengan wajah geram kepada Maks. Kebetulan kamar mereka bersebelahan. Jadi, suara tangisan bayi Siena dan Maks terdengar sampai ditelinganya.

"M-maaf, Hera. Bayi kami sedang sakit. Sepertinya demam tinggi," ujar Maks memberi tahu.

"Itu bukan urusanku! Diamkan bayi kalian. Itu sangat menganggu istirahatku dan juga suamiku. Bahkan puteraku," ujar Hera lagi dengan wajah yang masih kesal.

"Siena!! Diamkan bayimu segera. Suaranya membuatku tidak bisa tidur," teriak Hera kepada Siena yang berada didalam kamarnya.

Siena mendengar suara kakaknya. Namun, ia tidak merespon meskipun kesal mendengar kakak keduanya itu tidak bisa mengerti keadaannya. Siena masih sibuk mendiamkan bayinya

Hera menatap kesal ke arah Maks. Setelah itu ia membalikkan badannya untuk kembali ke dalam kamar. Namun, Maks memanggilnya dan mengatakan sesuatu. "Kak Hera, bolehkah aku meminjam mobilmu untuk mengantarkan bayiku ke Rumah Sakit sekarang?"

Langkah Hera terhenti. Ia membalikkan badannya kembali ke arah Maks.