Chereads / Pewaris Tersembunyi / Chapter 8 - BAB 8

Chapter 8 - BAB 8

Pagi harinya, Maks segera mengganti bajunya untuk bekerja menyapu jalanan. Pekerjaan sehari-hari yang ia lakukan. Meskipun luka diwajahnya akibat pukulan dari Paman Brew semalam masih berbekas dipipinya dan menyisakan keperihan.

Sementara itu di kediaman keluarga Kev, Siena masih saja menangisi kepergian suaminya yang diusir oleh ibunya sendiri. Makan pun tidak selera baginya. Sebab, ia selalu memikirkan bagaimana suaminya itu mengisi perutnya. Karena selama ini mereka selalu makan bersama. Terlebih lagi Siena teringat bahwa luka diwajah suaminya akibat pukulan Pamannya masih ada. Ingin sekali rasanya Siena mengobati luka itu.

"Siena! Apakah kau tidak ingin sarapan? Ibu sudah menunggumu dimeja makan!" suara Hera, kakak kedua Ayara terdengar nyaring ditelinga Ayara. Kakaknya itu memanggilnya dari luar kamar Ayara.

Siena menyeka air matanya. "Duluan saja. Aku akan menyusul ketika kalian sudah selesai." Suaranya masih terdengar parau karena ia sudah banyak menangis. Rasanya ia tidak tahan untuk berjalan dan bergabung bersama keluarganya. Sementara suaminya tidak ada di rumah ini. Entah bagaimana nasib pria yang sangat ia cintai itu.

"Kau ini aneh! Kau tidak tahu berterimakasih. Ibu sudah memanggilkan Dokter pribadi untuk mengobati anakmu. Namun, ketika ibu hari ini mengajakmu sarapan bersamanya, kau malah menolaknya!" tambah Hera lagi masih dengan suara yang sama seperti tadi. Ia seakan-akan berteriak agar bisa didengar oleh adik bungsunya itu.

Siena hanya terdiam. Seandainya kakaknya itu bisa memahami posisinya saat ini, ingin sekali rasanya Siena bercerita semua yang ia rasakan. Didalam rumah itu, tidak ada satupun orang yang bisa mengerti perasaannya. Kecuali ayahnya yang kini telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Kemudian, suaminya yang saat ini sudah diusir oleh ibunya.

Setelah itu, tidak ada lagi terdengar suara dari Hera. Ia sudah pergi untuk mengajak adiknya sarapan. Tentu saja ia segera mengadu pada ibunya.

"Mengapa dia hanya diam dikamar?" tanya Nyonya Kev heran ketika Hera membisikkan bahwa Siena tidak ingin bergabung sarapan pagi ini.

"Sebentar ya, Gaston. Aku akan memanggilkan Siena dulu." Nyonya Kev tersenyum ramah kepada pria yang bernama Gaston itu. Pagi ini, Nyonya Kev sengaja mengundang pria itu untuk sarapan bersama. Tujuannya adalah untuk mendekatkan Siena dengan Gaston. Sebab, Maks telah berhasil ia usir dari rumahnya.

Ceklek!

Nyonya Kev membuka pintu kamar Siena yang tidak terkunci. Siena sontak menoleh ke arah pintu. Ia melihat ibunya mendatanginya.

"Mengapa kau tidak memenuhi panggilanku untuk sarapan bersama?" tanya Nyonya Kev sembari berjalan ke arah puteri bungsunya itu.

"Buat apa? Bukankah Ibu selama ini tidak pernah mengajakku untuk sarapan bersama. Mengapa hari ini Ibu baik hati kepadaku seperti malaikat?" tanya Siena penuh curiga dengan ibunya. Sebab, sejak ia menikah dengan Maks ibunya itu tidak pernah sama sekali menyuruh Siena untuk bergabung sarapan atau makan malam bersama. Hanya ayahnya yang selalu peduli dengannya dan juga suaminya.

Nyonya Kev tergagap. Ia berdehem sejenak. "Ehem. Memangnya aku tidak boleh mengajak puteri bungsuku untuk sarapan bersama? Lagi pula, aku tahu pasti kau masih kesepian karena suamimu telah pergi. Jadi, aku ingin menghiburmu."

"Iya. Ibu yang membuatnya pergi!" jawab Siena dengan ketus.

"Siena, aku katakan padamu. Gaston ada dimeja makan. Aku mengundangnya untuk sarapan bersama pagi ini. Maka dari itu aku mengajakmu untuk bergabung." Nyonya Kev mengatakan hal itu dengan penuh percaya diri.

Siena tersenyum miring. "Aku sudah menduga jika ibu mengajakku bergabung tidak tanpa alasan."

Nyonya Kev terdiam. Apa yang dikatakan puteri bungsunya itu memanglah benar. Niatnya meminta Siena untuk bergabung di meja makan hanya karena dia memiliki niat untuk menjodohkan Siena dengan Gaston. Sebab, Nyonya Kev tahu Gaston memiliki harta banyak. Wanita tua itu berencana untuk merampasnya melalui Siena.

Siena merebahkan badannya tepat disebelah bayinya. "Tidak. Aku tidak mau bergabung sarapan. Aku tidak mau bertemu dengannya."

Mendengara jawaban dari puteri bungsunya, Nyonya Kev tampak menggeram. "Yara! Kau membantahku?" Kedua matanya membulat.

Siena tidak menatap ke arah ibunya. Ia segera memejamkan kedua matanya untuk tidur.

Melihat tingkah puteri bungsunya itu, Nyonya Kev segera mencari cara untuk mengancamnya agar Siena bersedia untuk bergabung sarapan pagi ini. Tepatnya, untuk menemui Gaston.

"Baiklah. Jika kau tidak mau, maka aku akan menyuruh Dokter yang tadi memeriksa bayimu tidak akan datang lagi malam ini. Bukankah katanya bayimu perlu perawatan satu kali lagi untuk sembuh?" Nyonya Kev mengancam Siena.

Mendengar ancaman dari ibunya itu, Siena membuka matanya. Ia segera bangkit dari tidurnya untuk duduk menghadap ke arah ibunya.

"Ibu tega melakukan itu dengan cucu Ibu sendiri?" tanya Siena dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Ia tidak memegang uang sepeserpun. Bagaimana mungkin ia bisa membawa bayinya untuk berobat lagi ke Rumah Sakit. Hanya Dokter panggilan ibunya itulah yang ia harapkan.

Nyonya Kev tersenyum menang. "Maka dari itu, kau harus menuruti perintahku. Bergabunglah untuk sarapan pagi ini, dan temui Gaston."

Tidak ada pilihan lagi lain. Siena tidak bisa berkutik jika bayinya yang menjadi ancaman.

Nyonya Kev melangkahkan kakinya lebih dulu untuk menuju ke ruang makan. Ia sudah yakin bahwa puteri bungsunya itu akan datang bergabung.

Dengan langkah kaki yang malas, Siena segera pergi ke ruang makan juga mengikuti ibunya. Tentu saja wajahnya terlihat tidak senang.

"Mengapa dia langsung mengikuti ibu?" tanya Hera berbisik kepada ibunya. Ia menjaga suaranya agar tidak terdengar oleh Gaston.

"Aku mengancamnya," jawab Nyonya Kev.

Gaston tersenyum ramah ketika melihat Siena. Namun, Siena sama sekali tidak membalas senyumannya. Ia segera mengambil duduk dengan wajah yang acuh.

"Kenan, kau pindah duduk. Biarkan Siena yang disebelah Gaston." Nyonya Kev memerintah menantu pertamanya untuk pindah duduk agar Siena dan Gaston bisa dekat.

Siena menatap ke arah ibunya sembari menggelengkan kepalanya. Ia memberi tahu kepada ibunya bahwa dirinya tidak ingin duduk disebelah Gaston. Namun, Nyonya Kev menatap tajam ke arah Siena.

Siena dapat membaca tatapan mata ibunya itu yang sedang mengancamnya dengan bayinya. Dengan terpaksa Siena menuruti ibunya untuk duduk disebelah Gaston dengan terpaksa.

Sementara itu, pada waktu yang bersamaan Maks masih menyapu jalanan kota dengan peluh keringatnya yang bercucuran. Ia duduk sejenak ditepi jalanan untuk menghilangkan lelahnya sembari mengibaskan topinya ke wajahnya.

Tiba-tiba saja, sebuah mobil berwarna hitam yang terlihat mewah berhenti tepat dihadapannya. Awalnya, Maks bersikap biasa saja. Ia mengira bahwa itu mobil milik orang lain yang hanya berhenti. Namun, betapa terkejutnya Maks ketika pemiliknya turun dan berjalan ke arahnya.