Mendengar suara wanita yang tiba-tiba datang keruang CEO itu, sontak Bagas pun kaget. Seketika dirinya diam tertegun dan berusaha tenang setelah merasa kepergok.
"Wah mampus lo gas. Tamat sudah riwayat lo!"
Dengan sangat perlahan, ia beranjak berdiri seraya memutar tubuhnya kearah suara yang membuatnya kaget itu. "Eh bu Laila mengagetkan saya saja. Ada apa bu? Ada yang bisa saya bantu?"
"Apa yang kamu lakukan didepan brankas bu Vina? Bukannya bu Vina sudah menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh macam-macam dengan brankas itu?" tanya Laila menaruh curiga terhadap apa yang telah dilihatnya.
Bagas tetap berusaha tenang. Dibalik ketampanan wajahnya, ia menyimpan ketakutan atas pertanyaan dari sekretaris Vina itu.
"Saya sedang membersihkan brankas ini bu. Ini buktinya lap kain yang sempat saya gunakan untuk membersihkan barang-barang yang ada di dalam ruangan ini." jawab Bagas beralasan.
"Serius? Kamu tidak sedang membohongi saya kan?" Cecar Laila atas kecurigaannya sambil menatap tajam kedua mata Bagas
Bagas masih mencoba tenang. "Aduh bu Laila, jangan bernegativ thinking kepada saya dong, bu. Mana mungkin saya berani macam-macam dengan benda-benda diruangan ini. Apalagi bu Vina sudah sangat baik mau menerima saya untuk bekerja di perusahaannya. Saya hanya menjalanlan tugas sebagai tenaga kebersihan saja, bu." Jawab Bagas atas pembelaan pada dirinya disertai senyum kucing pada Laila.
"Jika bu Laila masih berfikir saya mencuri sesuatu, ibu bisa menggeledah setiap saku baju dan celana saya." imbuhnya sembari mengangkat kedua tangannya keatas.
"Tidak perlu gas. Oke, saya percaya sama kamu. Saya ke sini diminta bos mengambil berkas ini." Jawab Laila dengan map biru yang berisikan berkas meeting ditangannya.
"Hanya itu saja bu? Tidak ada yang perlu saya bantu lagi? Membuatkan minum atau apa gitu? Kebetulan pekerjaan saya diruang ini sudah selesai." ujar bagas menawarkan dengan maksud untuk mengalihkan fikiran Laila yang sempat melihatnya didepan brankas tadi.
"Oh iya kebetulan saya perlu camilan untuk hidangan diataa meja meeting. Tolong belikan air mineral dan rotu terenak didekat kantor ini kebetulan asa toko bakery langganan kami." Seru Laila merogoh uang dalam saku outer coklatnya.
"Baik bu, sepuluh menit lagi pesanan ibu saya antar ke ruang meeting.
Sekretaris dan OB itu sama-sama meninggalkan ruangan CEO. Laila kembali ke ruang meeting sementara Bagas bergegas lari menuju toko yang dimaksud.
Bagas menuju ke toko kue langganan kantor. Disana ia memesan sepuluh biji roti yang menjadi best saller di toko itu.
"Tunggu sebentar ya mas, akan saya siapkan pesanannya." Kata pelayan yang menggunakan apron menempel diseragamnya.
Tik ... Tok ... Tik ... Tok.
Suara denting jam tidak terdengar saking kerasanya musik yang disajikan oleh toko sebagai penghibur para customer saat menunggu pesanan mereka.
Asik menikmati lagu-lagu didengarnya, hingga tidak terasa pesanan Bagas pun telah diantar pelayan diatas meja tempat ia menunggu.
"Pesanan atas nama mas Bagas dengan sepuluh biji roti dan ai mineral sudah ready." ujar pelayan menyerahkan bungkusan dua kantong plastik beserta nota dengan nominal sejumlah yang tertera pada kertas.
Suara pelayan itu seakan mengagetkan Bagas yang sedang asik bersiul, bersenandung kecil menirukan lagu kesukaannya yang kebetulan sedang terdengar.
"Ah si mbak cantik cepet amat ambil rotinya. Perasaan baru semenit deh." Saut Bagas
"Iya dong mas, karena kami tidak ingin membuat customer lama menunggu."jawab pelayan itu.
Bagas pun tidak ingin berlama-lama basa basi dengan pelayan toko bakery meakipun dianggapnya cantik itu, sebab ia sadar pesanannya ditunggu oleh atasan.
Dengan begitu, ia segera merogoh saku bajunya dan membayarkan sejumlah uang sesuai nominal yang sudah tertera pada nota. "Ini mbak uangnya seratus lima puluh ribu rupiah. Kembaliannya ambil saja." Canda Bagas sambil menyerahkan dua lembar uang kertas yang memang uang pas.
Pelayan cantik itu seolah menertawakan candaan yang dilakukan oleh Bagas. "Ganteng-ganteng kok jadi OB to mas (logat bahasa Surabaya)."
Tidak ingin sekretaris bosnya itu menunggu lama, dengan sedikit berlari, Bagas kembali ke kantor. Kebetulan pada saat itu, pengguna jalan berlalu lalang sangat ramai sehingga Bagas kesulitan untuk menyebrang dijalanan. "Duh ramai sekali. Bakal lama nih aku nyebrangnya." Gumam Bagas melimpir dipinggir jalan tepat di tempat pemyebrangan jalan atau zebra cross, Bagas menunggu pengguna jalan sedikot lengah untuk ia dapat sampai ke kantor.
Tengok kanan dan kiri, sedikit lengah pengguna jalan raya, akhirnya Bagas berlari menyebrangi jalan.
.
.
.
Brukk....
"Tolong .... Tolong ... Tolong, ada tabrak lari." Teriakan suara minta tolong terdengar ditelinga Bagas setelah ia berhasil menyebrangi jalan raya yanh sangat ramai.
"Sepertinya ada orang tertabrak." Gumam Bagas langsung berlari kearah kerumunan orang yang berusaha menolong korban tabrak lari itu.
Saat Bagas membiak kerumunan orang yang berusaha ingin menolong, Bagas melihat bahwa korban tabrak lari itu adalah wanita paruhbaya yang ditemuinya saat dirumah Vina.
Mengetahui hal itu, Bagas pun mempunyai niat untuk menolong wanita yang sudah tidak sadarkan diri dengan darah segar yang terus mengalir pada pelipis dahinya. "Minggir pak, bu saya kenal dengan wanita ini. Tolong carikan taxi! Beliau harus segera dibawa kerumah sakit."
Mengingat Bagas masih mempunyai tanggung jawab atas suruhan sekretaris Vina, Bagas pun langsung menitipkan kantong belanja dikedua tangannya pada satp yang kebetulan juga ada di tengah-tengak kerumunan.
"Tolong pak berikan ini pada bu Laila diruang meeting! Saya harus menolong ibunya bu Vina." Seru Bagas
****
Sementara didepan ruangan meeting, Laila mondar mandir cemas dengan sesekali melirik jam tangannya menunggu kedatangan Bagas.
"Duh, mana pula si Bagas? Kenapa tidak segera kembali? Katanya hanya sepuluh menit, tapi buktinya ini lebih dari sepuluh menit. Wah, OB baru kerjanya gak on time banget sih! Yang ada aku malu sama bu Vina." Gumam Laila kesal terlalu lama menunggu.
Tidak lama kemudian datang pria berseragam putih biru membawa kantong belanja titipan dari Bagas.
"Mbak Laila, ini ada titipan dari Bagas."
Disautnya kantong plastik tersebut dari tangan satpam. "Loh, kok pak Jajang yang ngantar ini? Padahal saya tadi memimta Bagas si OB baru itu untuk membelikannya. Kenapa malah pak Jajang yang mengantarkan? Bagasnya mana?" Tanya Laila dengan rasa penuh emosi sehingga pak Jajanglah yang terkena imbas omelan dari Laila.
Seraya menunduk, pak Jajang menjelaskan kenapa bukan Bagas yang mengantar pesanan Laila. "Emmm, itu mbak. Si Bagasnya menolong korban tabrak lari yang terjadi di depan kantor tadi."jelas pak Jajang dengan raut wajah seakan bingung bagaimana mengatakan jika korban tabrak lari itu adalah ibu dari bosnya sendiri.
"Kenapa pak? Kenapa bapak seperti ketakutan begitu? Memangnya siapa yang menjadi korban tabrak lari didepan kantor kita?" Tanya Laila
"I...itu bu, yang menjadi korbn tabrak lari adalah ibunya bu bos."