"Eh bu Vina ada disini ternyata. Ku kira bu Vina kemana."
"Maaf, saya sempat mendengar obrolan kamu di telepon. Maksud kamu, bantuan apa ya?" Tanya Vina.
Seketika langsung jantung Bagas berdegup, kedua telapak tangannya berkeringat dingin. Ia sangat takut jika obrolan dengan kawannya tadi sempat didengar oleh Vina. yang ternyata sudah ada dibelakangnya.
"Gas, apa? Kenapa kamu diam? Apakah kamu sedang kesusahan dan hingga membutuhkan bantuan? Jangan sungkan kamu mengatakan pada saya apa yang kamu alami saat ini. Jika ada hal yang bisa saya bantu, akan saya bantu semaksimal saya." Ucapam Vina seolah meredakan degupan jantung Bagas.
"Selamat, selamat. Jadi Vina tidak sempat mendengarkan semua ucapanku ditelepon tadi." Gumam Bagas dalam hatinya.sehingga ia dapat bernafas lega dan tidak sesak kembali saat merasa takut.
"Emm,itu bu, tadi saya ngobrol sama teman saya. Ya, saya membutuhkan bantuan dia untuk menjaga ibu saya dirumah." Jawab Bagas berbohong.
Vina pun percaya. Tapi, pandangan Vina tidak bergeser selain ke arah mata Bagas. "Kenapa kamu menangis? Apakah mami saya membuat salah sehingga membuat kamu menangis?"
Bagas menggeleng. "Tidak bu. Emm, ini hanya kelilip kemasukan binatang kecil yang berterbangan dilampu, rasanya pedih sehingga membuat mata saya berair." Jawab Bagas berbohong.
Hari sudah larut malam, Vina mengizinkan Bagas untuk pulang. Karena mengetahui esok hari OB nya itu akan kembali bekerja. "Terimakasih ya gas sekali lagi. Kamu boleh pulang, silahkan sopir yang sama sudah menunggumu di depan lobi." Ujar Vina mempersilahkan.
Dan kembali Vina masuk pada ruangan kamar maminya untuk beristirahat. "Hai mi, kok belum tidur? Gimana pertemuan dengan Bagas tadi?" Tanya Vina menggenggam erat kedua tangan Atika.
"Bagas lelaki yang baik ya nak. Rendah hati, suka menolong. Orangnya sederhana. Beruntung kamu kenal Bagas." Ucap mami Atika yang terlihat mulai menyukai dengan berkenalan dengan OB pada perusahaanya itu.
"Vina juga merasakan hal yang sama mi. Bagas adalah lelaki yang baik. Vina merasakan ia adalah laki-laki berbeda tidak seperti yang lain." Jawab Vina.
"Tolong besok ia suruh kesini lagi ya." Pinta mami Atika
"Mi, gak mungkin Vina terus meminta Bagas untul kesini. Karena dia harus bekerja dan mempunyai keluarga sendiri. Apalagi ibunya yang juga sedang sakit." Jelas Vina. Ia merasa tidak enak dengan Bagas jika terus-terusan harus memenuhi keinginan maminya.
****
Keesokan harinya Vina masih belum dapat masuk kantor dan terpaksa harus mengurus pekerjaannya. Dari pagi sampai malam, hanya Vina seorang diri yang mengurus maminya.
Malam haripun ia tidak dapat beristirahat sebab suasana yang berbeda dengan rumahnya.
"Hooommm. Ya Tuhan ngantuk sekali. Tapi kenapa mata ini tidak juga dapat terpejam." Gumam Vina sambil menatap layar i-padnya. Walaupun tidak dapat masuk kantor, Vina tetap harus bekerja secara online untuk tetap memastikan pekerjaan dan perusahaan yang sedang direnovasi akibat gempa berjalan sesuai yang diinginkan.
"Nih kopi supaya tidak ngantuk." Tiba-tiba Vina dikagetkan dengan juluran tangan dengan membawa satu cup kopi.
Perlahan Vina mengangkat kepalanya. Betapa tak menyangka didepannya saat ini sedang berdiri Bagas yang rela mampir ke rumah sakit hanya untuk membawakan kopi serta sarapan bubur untuk dirinya.
"Gas, kok kamu disini? Bukan seharusnya kamu ke kantor?"
"Ya bu, maaf jika saya lancang. Saya ingat jika bu Vina semalaman di rumah sakit. Dan kebetulan juga saya sedang membeli sarapan bubur. Terlintas difikiran saya untuk membelikan ibu bubur dan kopi."
"Terimakasih gas. Harusnya kamu tidak repot-repot mampir kesini apalagi membawakan saya saraoan. Saya bisa beli sendiri di kantin." Jaaab Vina.
"Oh, apa mungkin saya hanya membawakan sebungkus bubur sedangkan kerabat bu Vina yang lain dapat membawakan lebih enak daripada ini? Ya maaf bu, saya hanya mempunyai uang yang alhamdulillah cukup untuk membeli ini semua." Ketus Bagas merendahkan diri
Vina langsung mengambil bungkusan bubur ayam itu. "Eh bukan begitu gas. Maksud saya, kamu gak perlu repot-repot."
"Tidak repot bu. Saya kesini juga sekaligus ingin menjenguk bu Atika. Karena bu Atika juga orang tua bu Vina yang sudah snagat baik sama saya. Jangan halangi saya untuk membalas kebaikan ibu." Kata manis Bagas yang selalu bertolak belakang. dengan hatinya.
"Alhamdulillah mami semalam dapat tidur pulas. Semoga saja beliau segera membaik." Jawab Vina. "Kalau begitu kita ke kantin dan sarapan bareng yuk." Ajak Vina pada Bagas.
"Tetapi bu, saya harus segera ke kantor, takut terlambat." Jawabnya sambil menarik kembali tangan yang sempat di tarik oleh Vina
"Kamu lupa, siapa saya diperusahaan itu?"
Bagas terdiam sejenak dan menatap Vina. "I-iya kalau begitu bu. Tetapi izinkan saya untuk menjenguk bu Atika."
Vina mengangguk. "Oke, kebetulan juga mami ingin bertemu dengan kamu lagi." Jawab Vina melepaskan yang sedari tadi digenggamnya.
Kembali Bagas menjenguk mami Atika. "Assalamualaikum tante, bagaimana kondisi tante? Apakah sudah membaik?" Tanya Bagas yang pura-pura perhatian.
"Eh, nak Bagas kembali lagi. Alhamdulillah tante sudah mulai membaik. Terimakasih sudah menjenguk tante. Hanya kamu pria yang peduli sama tante. Setau tante, pria kenalan Vina yang lain, hanya perduli dengan Vina saja." Ujar Atika memuji Bagas.
Pujian itu sontak membuat Bagas besar kepala. Padahal itu semua terpaksa ia lakukan hanya untuk mengambil hati Atika dan Vina saja.
"Andai Vina mempunyai suami pendamping hidup seperti kamu. Lelaki yang baik, rendah hati dan pekerja keras, tante sebagai ibunya akan merasa bahagia sekali." Ucap Atika
Bagas membalas pujian itu dengan senyum menyerengit. "Ah tante bisa saja. Bagas hanya pria biasa yang tidak pantas untuk bersanding dengan bu Atika." Jawabnya
Pembicaraan Atika mulai terlihat serius dengan Bagas. Digenggamnya erat-erat tangan pemuda itu. "Nak Bagas, tante dan Vina tidak lagi menginginkan lelaki yang kaya harta. Namun, tante ingin Vina menikah dengan lelaki kaya hati. Setia dengan pasangannya sampai akhir hayat."
Ucapan Atika terasa menyesakkan hati Bagas. "Jika anakmu saja, engkau minta untuk mencari lelaki yang setia. Bagaimana kamu yang dulu menjadi pelakor rumab tangga orang!" Gumam Bagas geram sambil menahan amarah yang sedang bergejolak dalam dirinya. Akan tetapi, tetap harus tenang.
Akhirnya Bagas pamit untuk keluar ruangan sebelum dirinya semakin panas dan emosi serta amarahnya membuka sendiri kedok siapa dirinya yang sebenarnya.
Bagas melepaskan genggaman dari tangan Atika. "Maaf tante, sudah waktunya saya harus bekerja. Permisi."
Ceklek....
Bagas keluar dari ruangan kamar inap Atika dan ternyata Vina berdiri sedari tadi menunggu untuk sarapan bersama.
"Bu Vina."
"Sudah ketemu mami? Yuk kita ke kantin untuk sarapan!" Ajak Vina
Vina dan Bagas berjalan beriringan menuju kantin rumah sakit. Namun saat Vina mengajak berbicara Bagas, pria disampingnya itu terlihat sama sekali tidak mendengarkan apa yang Vina katakan. Bagas tampak melamun namun sambil tetap berjalan disamping Vina.
Dalam fikiran Bagas terngiang akan ucapan maminya Vina yang menginginkan anaknya untuk menikah dengannya. "Sebenarnya hal ini sangat menguntungkan bagiku. Baguslah, semoga wanita tua itu dapat membujuk anaknya. Dengan begitu aku tidak akan berlama-lama untuk melakukan tujuanku.