Jesica mulai bergaul dengan Mila. Jesica juga mulai berangkat dan pulang bersama Mila.
Satu minggu berlalu. Jesica hendak ikut Mila keluar membeli makanan. Karena kebetulan Jesica memang tidak masak hari itu. Jesica baru tahu kalau Ramdhan juga tinggal di sana.
"Loh! Ramdhan juga di sini?" tanya Jesica saat melihat teman satu timnya juga tinggal disana.
"Iya. Tapi kamar cowok ada di sana," jawab Mila dengan menunjuk sebuah gedung di samping gedung tempat tinggalnya.
"Ya sudah, ayo berangkat sudah laper ini perut," ajak Mila yang sudah tidak tahan dengan rasa laparnya.
Mereka beriringan mencari tempat makan terdekatnya. Jesica beberapa kali menoleh kea rah Ramdhan yang berada di belakangnya. Ramdhan sejak pertama kali melihat Jesica menaruh rasa. Hanya saja terlalu dini untuk mengungkapkannya. Ia senang dengan kepribadian Jesica yang sangat ramah.
"Jes, kamu mau makan apa?" tanya Mila.
"Aku ngikut kamu aja," jawab Jesica.
"Itu aja ya," kata Mila seraya menunjuk sebuah warung lesehan.
"He'em." Jesica mengangguk menyetujui tawaran Mila.
Mereka bertiga segera mencari parkiran. Mereka segera pesan setelah mendapatkan tempat yang nyaman. Jesica tidak rewel tentang makanan sehingga membuat Mila dan Ramdhan senang berteman denganya.
Mereka menikmati makanan yang telah datang dihadapannya. Ramdhan beberapakali mencuri padang kepada Jesica yang duduk di depannya. Jesica yang tersadar sedang ada yang melihatnya dengan jarak yang dekat tidak berani mengangkat matanya. Mila yang duduk di sampingnya tidak menyadarinya. Ia ask dengan makanannya. Hingga akhirnya mereka selesai. Tiba-tiba Jesica teringat bahwa ponsel dan dompetnya tertinggal.
"Loh, Mil! Dompet aku sama hp aku mana ya," kata jesica dengan panic.
"Lah lo tadi taruh mana?" tanya Mila yang tiba-tiba dengan logat jakartanya.
"Aku lupa." Jesica dengan panik mencari di bawah meja. Ramdha dengan cepat menutup ujung meja agar jesica tidak terbentur saat menganggat kepalanya. Karena panic, tidak ada yang menyadari hal kecil yang di lakukan oleh Ramdhan.
"Mungkin memang kamu nggak bawa," kata Ramdhan.
"Iya kali," sahut Mila.
"Masak iya." Jesica mencoba mengingat-ingat dengan benar.
"Ya sudah. Lo cari aja di asrama, gue mau ke min market bentar," kata Mila.
"Terus aku gimana?" tanya Jesica.
"Udah tenang aja, aku bayar." Ramdhan mengeluarkan uang dan di berikan kepada Mila.
"Lo nggak apa-apa kan pulang sama dia?' tanya Mila seraya menunjuk Ramdhan yang berdiri di samping Jesica.
"I-iya," jawab Jesica dengan gugup.
"Santai, dia udah jinak kok." Mila mencoba menenagkan Jesica.
"Kamu tunggu di sana dulu aja," kata Ramdhan kepada Jesica. Dan Jesica menurutinya.
Setelah melihat Jesica sedikit menjauh, Ramdhan mnarik tangan Mila dengan keras.
"Aww!" pekik Mila. "Apa sih, Dhan?" tanya Mila.
"Lo jangan pakai Bahasa Lo gua, kan dia dari luar Jakarta. Ntar kesannya Bahasa yang kasar lagi," jelas Ramdhan.
"Ish! Dia pasti tahulah, Cuma belum terbiasa aja dia," kata Mila dengan ringan.
"ih.. batu amat lo," umpat Ramdhan.
Mila tidak menggubrisnya. Ia melanjutkan transaksinya dengan pedagang lesehan itu. Ramdhan segera menghampiri Jesica di parkiran.
"Jangan di ambil hati ya," kata Ramdhan.
"Enggak kok," sahut Jesica. Meskipun Jesica berasal dari Surabaya, Jesica juga tahu kalau orang Jakarta suka berbicara dengan Bahasa elo gua. Jadi jesica sudah tidak kaget. Namun, untk ikut menggunkan Bahasa itu Jesica butuh waktu.
Ramdhan dan Jesica pulang terlebih dahulu karena ingin mencari ponsel Jesica yang ketiggalan. Sedangkan Mila mampir ke semuah took untuk membeli kebutuhan wanita. Jesica tidak terlibat percakapan dengan Ramdhan saat dalam perjalanan. Mereka berdua sama-sama canggung.
Jesica dan Ramdhan segera mencari di kamar Jesica saat sampai di depan asrama.
"Hati-hati," kara Ramdhan saat mengantar jesica pergi kekamarnya. Jesica terlihat berjalan tergesa-gesa.
"Aku cari dulu ya," ucap Jesica saat memasuki kamarnya. Ramdhan enggan ikut masuk dia memilih menunggu di luar kamar.
"Ini dia!" seru jesica saat menemukan dompert dan hpnya yang masih ada di bawah bantalnya.
"Syukurlah," ucap Ramdhan.
"Tadi habis berapa ya?" tanya Jesica seraya mengeluarkan beberapa lembar untuk Ramdhan.
"Sudah nggak usah," jawab Ramdhan.
"Loh! Jangan gitu dong," paksa Jesica. Jesica memaksa Ramdhan untuk menerika uang itu.
"Beneran. Nggak apa-apa," tolak Ramdhan.
"Aku nggak enak jadinya."
"Ya udah, ntar aja gentian."
"Oke. Nanti kalau makan gentian aku aja ya yang bayar," kata Jesica. Ramdhan hanya mengangguk dengan senyum tersemat dibibirnya. Melihat sikap lembut Ramdhan Jesica menjadi tersipu. Karena saking canggungnya mereka berdua, Ramdhan memilih kembali ke kamarnya.
"Aku… aku kembali ya," kata Ramdhan.
"i-iya," sahut Jesica dengan gugup.
Jesica melihat Ramdhan hingga benar-benar pergi sebelum dia masuk kekamarnya.
***
Keesokan harinya entah apa yang terjadi dengan Mila, dia tidak masuk bekerja.
"Mil, kamu nggak masuk kerja?'" tanya Jesica.
"Enggak, perutku sakit banget ini," jawab Mila dengan menahan sakit.
"Mumpung jam segini aku buatin bubur deh ya."
"Eh, jangan." Mila menolak tawarab Jesica karena merasa tidak enak jika Jesica harus telat karena dirinya.
"Udah nggak apa-apa," paksa Jesica. Dia segera keluar dari kamar Mila dan pergi kekamarnya dan mulai memasak bubur untuk Mila.
Tiga puluh menit kemudian, Jesica kembali ke kamar Mila dengan membawa dua mangkuk bubur berisi bubur dan campuran lainnya.
"Lo nekat juga ya," kata Mila.
"Udah, kamu istirahat aja, aku buru-buru berangkat ya," sahut Jesica.
"Lo bawa motor gue gih," usul Mila.
"Enggak deh. Aku nggak berani bawa motor disini, rame banget." Jesica tidak berani menggunkan motor milik Mila karena dia tidak berani jalanan terlalu padat saat pagi hari. Jesica memilih menggunkan angkot. Meskipun dia belum pernah menggunkannya selama di Jakarta ini. Mila khawatir dengan Jesica sehingga menelepon Ramdhan untuk menjemput Jesica.
Jesica yang baru keluar dari halaman asramannya tiba-tiba di hampiri oleh Ramdhan yang mengedarai motornya.
"Loh! Belum berangkat juga?' tanya jesica.
"Iya, kesiangan bangun tidurnya," jawab ramdhan dengan meringis malu.
"Mila mana?" tanya Ramdhan dengan pura-pura tidak tahu.
"Dia sakit," jawab Jesica.
"Kalau gitu bareng sama aku aja, gimana?" ajak Ramdhan.
"Nggak apa-apa kah?" tanya Jesica untuk memastikan Ramdhan tidak keberatan.
"Daripada telat," jawab Ramdhan.
Jesica segera naik ke motor Ramdhan. Jesica tidak tahu kalau sebenarnya Mila yang memberitahu Ramdhan kalau dia berangkat sendiri. Mila berpesan jangan mengatakan kalau Mila yang memintanya untuk mengajak Jesica bareng karena takutnya Jesica menolak karena sungkan. Mila mulai mengenal sifat Jesica sedikit demi sedikt.
"Maaf ya kalau aku ngerepotin," kata Jesica kepada Ramdhan.
"Enggak kok," jawab Ramdhan dengan singkat.
"Nanti sebagai gantinya, aku terkatir makan deh. Itung-itung sekalian bayar hutang yang kemarin," kata Jesica.
"Nggak usah, kamu harus berhemat dulu," tolak Ramdhan.
"Aku ada kok," paksa Jesica.
"Mending bulan depan saja," usul Ramdhan.
Jesicapun mengalah dan mengiyakan usul Ramdhan. Dia tidak bisa memaksa Ramdhan. Diapun memang harus berhemat untuk bulan ini. Karena ia memang tidak membawa uang yang banyak. Hanya cukup untuk makannya beberpa minggu kedepan saja.