Chereads / Menikah Sembilan Bulan / Chapter 8 - Jamuan

Chapter 8 - Jamuan

Setelah keberhasilan yang di capai oleh Jesica membuat namanya santer di bicaakan. Banyak pegawai Selama Jesica bergabung di perusahaan itu tidak mengetahui sosoknya. Karena kabar itu membuat dia menjadi pusat perhatian. Jesica menjadi banyak teman dan orang baru dalam hidupnya. Pria maupun wanita.

***

Enam bulan sudah Jesica bekerja di Billyon Group. Inverstor yang berhasil di dapatkan Jesica sangat puas dengan kerja sama mereka. Billy hendak mengadakan jamuan kepada tim inti yang bekerja dalam proyek it. Termasuk Jesica dan Tim. Mereka amendapatkan undangan untuk menghadiri makan malam satu minggu lagi di hotel Sky. Billy ingin mengakpresiasi kerja pegawainya. Jesica tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu sosok pimpinan yang di gadang-gadang oleh pegawai wanita sebagai pria yang tampan dan perfect tersebut.

"Jes, Lo mau beli baju nggak?" tanya Mila.

"Buat apa?" tanya Jesica datar.

"Lah buat acara kantor itu," jawab Mila.

"Boleh deh," sahut Jesica.

Ramdhan dan Putri mengeikuti keinginanan dua sahabat itu. Mereka pergi ke sebuah mall setelah pulang bekerja. Ramdhan mengajak teman devisi lainnya agar dia tidak menjadi laki-laki satu-satunya di anatra mereka. Semua orang menyiapkan diri semaksimal mungkin agar dia bisa terlihat cantik dan tampan di depan atasn dan pegawai lainnya. Banyak pegawai wanita yang sengaja berdandan dengan elok untuk mencari pasangan. Niat awal ingin menggoda atasannya, tapi jika memang tidak memungkinkan mereka menerima sesame pegawai, haha.

Hari yang di tunggu sudah tiba. Jesica dengan anggu keluar mengunakan drees sebawah lutut berwarna hitam. Ia terlihat sangat cantik dan anggun dengan riasan yang tipis dan sederhana. Dia juga sangat mempesona dengan gaun yang simple itu. Tidak ada iatan apapun. Dia hanya tidak mau kalah dengan lain saja. Jika di bandingkan dnegan gaun para pegawai lain harganya memang kalah. Berbeda dengan milik Jesica.

"Lo cantik banget!" seru Mila yang melihat sahabatnya keluar dari kamarnya.

"kamu juga," puji Jesica.

"Malam ini kita pakai taxi saja. Sayang lah kalau sampai riasan kita hancur," kata Mila. Jesica mengangguk dan mengikuti Mila.

Ramdhan yang telah datang terlebih dahulu tidak bisa berangkat bersama Jesica. Padahal dia ingin sekali melihat Jesica terlebih dahulu sebelum orang lain melihatnya. Tak laman satu persatu undangan datang. Termasuk Mila dan Jesica. Ramdhan yang dari kejauhan melihat sosok gadis dengan gaun hitam berjalan kearahnya sangat terpukau. Ia tidak bisa mengendalikan mulutnya yang menganga.

"Heh!" sentak rekan Ramdhan yang membuatnya kaget dan segera tersadar.

"Lo lihatin siapa?"

"Enggak," elak Ramdhan yang malu mengakui di depan temannya. Ia segera menghampiri kedua sahabatnya itu.

"Kalian datang juga," kata Ramdhan kepada Mila dan Jesica.

"Oh jadi mereka yang buat lo sampai melongo tadi," ledek teman Ramdhan.

"Ah elo. Ikut aja, pergi sana," usir Ramdhan karena di malu dengan Mila dan Jesica jika mereka tahu kalau dia terpesona dengan Jesica.

Mila tahu kalau Ramdhan terpesona oleh Jesica. Ramdhan tidak tahu jika Mila sebenarnya udah mengetahui perasaannya kepada Jesica.

"Jes, elo sama Ramdhan dulu ya. Gue mau ke sana dulu," kata Mila yang meninggalkan Jesica bersama Ramdhan.

Jesica tidak curiga sedikitpun. Dia dengan snatainya menunggu acara mulai bersama Ramdhan dan teman lainnya. Ramdahan di hampiri beberapa teman pria lainnya dan diajak bergabung dengan mereka. Mau tidak mau dia meninggalkan Jesica. Jesica bersama pegawai lainnya.

"Selamat malan," sapa MC yang memimpin acara itu. Suara itu membuat hiruk pikuk di aula menjadi diam sejenak.

Ragkaian acara satu persatu di lakukan, sambutan demi sambutan juga sudah di lakukan. Hingga akhirnya puncak acara adalah makan malam dan seperti pesta pada umumnya. Mereka memberikan minam alcohol dan music yang menggema. Banyak tamu undangan yang sudah mulai mabuk saat pertengahan puncak acara.

Sebelum pulang, Billy ingin bertemu dengan sosok yang bernama Jesica. Robin memanggilnya untuk menemui Billy di privat room. Jesica sedikit gugup saat di minta datang menemui atasan yang baru saja di lihat untuk pertama kali.

"Masuklah," kata Robin. Jesica melangkah pelan.

"Dia Jesica yang membantu presentasi waktu itu," kata Robin.

"keluarlah, Rob." Billy meminta Robin untuk keluar, Robin sedikit ragu saat hendak keluar. Karena dia melihat billy sudah mulai tidak kendali, mata merha dan jalan sempoyongan membuatnya khawatir. Tapi mau tidak mau Robin harus keluar.

Robin berniat untuk menuggu Jesica dan Billy di depan pintu ruangan itu. Akan tetapi seorang tamu penting memanggilnya. Sehingga Robin menghampirinya.

Jesica dan Billy terjebak dalam situasi yang tidak tepat. "Kamu yang namanya Jesica?"

"I-iya." Jesica ragu untuk menjawab pertanyaan dari Billy. Bau alkohol yang keluar dari mulut Billy membuat Jesica menjauh dari Billy.

"Tidak ada yang istimewa darimu," kata billy yang matanya mulai sayup.

"Pak, lebih baik anda kembali ke kamar anda saja dulu. Atau kembali ke rumah saja." Jesica memberikan usul kepada pria yang sedang mabuk berat.

Jesica beridiri dan hendak menacari Robin. Saat membuka pintu tidak terlihat sosok robin disana. "Sial! Gimana dong ini," batin Jesica yang semakinpanik melihat atasannya muntah di dalam ruangan itu.

Bruk!!

Billy terjatuh dari kursiya dan setengah tidak sadar. Jesica berlari mendekatinya dan mencoba membangunkannya. Beberapa kaljesica menepuk-nepuk pipi atasannya itu agar segera sadar. "Ih! Nggak sadar juga," gumam Jesica. Jesica segera ingin menelepon Robin. Tapi dia tidak mempunyai nomor teleponnya. Saking paniknya Jesica melupakan Eko. Dia bisa saja meminta bantuan kepada Eko. Tapi karena panik tidak bisa berpikir dengan baik dan tenang.

Jesica melihat kunci kamar hotel berada di kantong Billy. Tak berpikir lagi, dia segera memapah Billy kekamar yang tertera di kunci itu. "Astaga…. Berat banget!" keluh Jesica. Jesica berpapasan dengan teman yang lain, namun semua sudah setengah sadar. Mereka tidak ada yang membantu Jesica. Jesica bersusah payah membawa bosnya ke kamarnya.

Jesica tadi sempat di cekoki oleh salah satu temannya, walaupun hanya meminum satu gelas saja sudah membuat Jesica kini pusing. Dia bukanlah peminum, lebih tepatya tidak pernah minum-minuman seperti itu.

"Ah sepertinya ini kamarnya," kata Jesica ketika melihat kamar 102 sesuai nomor pada kunci itu.

BRUK!!

Jesica merobohkan tubuh billy keatas kasur. "Akhirnya!" Jesica memukul pelan kepalanya yang mulai pusing."Duh, kenapa aku pusing ya," gumam Jesica. Segera Jesica merapikan cara tidur Billy dan hendak meninggalkan kamar itu.

SET!!

Jesica ditarik oleh Billy. "Aw…" pekik Jesica. Dia bersiap untuk memaki atasannya itu. Akan tetapi dia urungkan ketika melihat Billy masih terpejam solah masih tak tersadar. Semakin Jesica meronta semakin pelukan Billy semakin erat.

"Sudahlah, tunggu sebentar. Kalau udah tidur aku keluar deh," gumam Jesica. Tapi karena pengaruh alkohol juga mem buatnya ikut terpejam dalam pelukan Billy tanpa ia sadari.