Jesica yang telah sampai di kantor setengah jam lebih awal segea menuju ruangan Robin. Dengan langkah yang ragu Jesica mengetuk pinti ruangan Robin.
Tok… Tok…
Jesica mengetuk pintu itu, akan tetgapi tidak ada jawaban dari dalam ruangan tersbut. "Kayaknya memang belum berangkat deh," gumam Jesica.
"Siapa?" tanya Robin secara tiba-tiba yang beridir di belakag Jesica.
"Eh!" celetuk Jesica saat medengar suara Robin secara tiba-tiba.
"Pak, ngagetin aja."
"Haha…" Robin hanya terkekeh melihat wajah polos Jesica. Jesica melihat wajah Robin sangat berbeda dari kemarin. Hal itu membuat Jesica sedikit lupa dengan apa yang dia rasakan sebelum bertemu dengan sekertaris tampan itu.
"Masuklah," ajak Robin seraya membuka pintu untuk Jesica.
"Apa ini artinya ada kabar baik?" tanya Jesica dalam hati seraya melangkah masuk kedalam ruangan Robin.
"Duduklah." Robin mempersilahkan Jesica duduk di depannya.
"Pak, sebenarnya ada apa?" tanya Jesica.
"Mungkin kata terima kasih tidak cukup."
"Aku harus memberikan jamuan padamu," imbuhnya.
"Pak. Saya semakin tidak mengerti," keluh Jesica dengan tatapan yang membingungkan.
"Presentasi kemarin berhasil!" seru Robin.
"Berhasil, Jes." Robin kehilangan kendali. Ia menjabat tangan Jesica dengan paksa. "kau telah menyelamatkan duniaku," imbuh Robin dengan senyum yang lebar dan mata yang berbinr-binar.
"Pak? Ini beneran?" tanya Jesica dengan tak percaya.
"Iya!"
"Astaga! Anda juga menyelamatkan dunia saya pak!" seru Jesica yang tak kalah hebohnya.
"Tunggu!" Robin menhentikan keseruan mereka.
"Duniamu terselamatkan? Kenapa?"
"He…he…" Jesica terkekeh sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Karena, kalau gagal. Saya mau keluar dari perusahaan ini. Dan kembali ke Surabaya," jelas Jesica.
"Ha…ha…" Jesica dan Robin terkekeh bersama.
"Tidak perlu sampai begitu kok."
"Tapi hari ini Pak Billy sedang tidak enak badan. Jadi, nggak bisa ketemu kamu," jelas Robin.
"Tidak apa-apa, pak."
Setelah dari ruangan Robin, Jesica segera kembali ke ruangannya sendiri. Jesica sangat senang dengan awal hari ini. Dia juga mendapatkan bonus dari Robin. Meskipun sempat menolak, Robin tetap memaksanya. Ia mengatakan kalau itu darinya pribadi. Mau tidak mau Jesica mengambil bonus itu.
"Wah!" seru Jesica ketika membuka amplop coklat itu.
"Katanya nggak seberapa, tapi nyatanya banyak banget," gumam Jesica seraya menghitung lembaran uang di dalam amplop itu.
"Orang kaya memang beda," kata Jesica.
"Lo dari mana aja sih?" tanya Mila yang terlihat khawatir.
"Dari ruangan pak Robin, Mil."
"Elo nggak apa-apa kan?" tanya Mila untuk memastikan keadaan Jesica.
"E…nggak," jawab Jesica yang bingung dengan sikap Mila.
"Kenapa sih?"
"Itu!" Mila menunjuk barang-barang jesica yang suda tertata rapi siap di kemas.
"Oh itu!" Jesica tersenyum melihat wajah Mila. " itu buat jaga-jaga aja, kalau sampai aku di pecat karena presentasi kemarin gagal," jelas Jesica.
"Terus?" tanya Mila dan Ramdhan secara bersamaan.
"Ya nggak jadi di pecat. Kan berhasil,"jawab Jesica.
"Huft…" semua teman Jesica melepas napas lega karena di buat senam jantung oleh Jesica.
Siang itu Jesica segera mengirimkan sejumlah uang kepada ibunya dan Bimo. Jesica tidak henti-hentinya bersyukur. Ia tidak lupa menyisihkan untuk meneraktir teman-temannya. Bukan karena sok atau bagaimana, Ia ingin membalas kebaikan temannya karena support yang mereka berikan. Jesica ingin meluangkan waktu bersama ketiga temannya saat pulang kerja nanti.
Jesica segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa pulang dengan cepat. Bimo beberapa kali meneleponnya atas keinginan ibunya. Tapi Jesica tidak melihatnya karena ponselnya sedari tadi ada di dalam tasnya. Jesica tahu saat ia hendak pulang. Setelah melihat deretan panggilan tak terjawab itu, Jesica segera menelepon balik adik laki-lakinya itu.
"Hallo, Bim."
"Mbak, ibu mau ngomong." Bimo segera memberikan ponselnya kepada ibunya.
"Jes," panggil Ibunya. Hanya mendengar suara itu mata Jesica mulai berkaca-kaca.
"Ibu!" sahut Jesica.
"kamu kok sudah kirim uang lagi?"
"Iya, Buk. Jesica ada rejeki lebih," jawab jesica.
"kamu jangan terlalu mikirn ibu, ibu masih ada kok."
"Buk, Rejeki Jesica juga rejeki Ibu sama Bimo, semua juga karena kalian," kata Jesica dengan nada bergetar.
"Terima kasih, Nak. Ibu selalu doakan semoga tuhan selalu memberikan jalan di setiap langkahmu."
"Iya, Bu. Ibu jangan kerja terlalu berat. Biar Jesi aja yang kerja," kata Jesica.
"terus ibu mau ngapain, Nak."
"Kamu cepat pulang kalau sudah selesai, lain kali jangan begitu lagi. Utamakan kebutuhanmu, nak."
"Iya, bu."
Jesica segera mengakhiri panggilan itu. Ia mencegah ketiga temannya yang hendak pulang.
"Kalian jangan pulang dulu, ya."
"Kenapa?"
"Akum au bagi rejeki sedikit sama kalian," kata Jesica.
"Wah, dapat bonus nih bau-baunya," ledek Mila.
"He… he…" Jesica hanya terkekh dan tersipu.
"Gaslah!" seru Putri.
Mereka berempat segera menuju sebyah café depan kantor mereka. Jesica dan temannya menghabiskan waktu yang jarang mereka lalui selepas pulang bekerja. Putri tidaklah gampang untuk pulang malam. Walaupun dia asli Jakarta, tapi ayah ibunya selalu membatasi ruang gerak putri. Jika bersama Mila dan Ramdhan, jesica hampir setiap hari bertukar makanan. Jika Mila menganggap Jesica adiknya, berbeda dengan Ramdhan, Ia elalu mencari alasan jika sedang ingin bertemu Jesica.
"Kita jarang banget ya kayak gini di luar kanotr," kata Putri.
"Iya, elo sih jarang keluar," sahut Mila.
"Yah.. elo tahu sendiri, Bokap sama nyokap gue kayak apa, Mil."
"Iya sih, tapi mereka begitu karena sayang sama elo."
"tapi berlenihan nggak sih. Jadi rishi gue," keluh Putri,
"Enggak," sahut Jesica dengan cepat. Sehingga Ramdhan, Mila dan Putri menoleh ke arah Jesica secara bersamaan.
"Bagiku nggak keterlaluan. Coba kamu pikir lagi, kalau ayah sama ibu kamu sampai begitu pasti ada alasannya," kata Jesica. "orang yang disekitar kita saja bisa jahat apa lagi di luar sana,
" imbuhnya.
"iya dih. Tap-"
"Tapi kamu bosan?" pangkas Jesica.
"Iya,"
"Kamu nggak tahu bagaimana dia bekerja siang dan malam demi kamu, apa mereka bosan? Apa mereka ngeluh?" tanya Jesica.
"mereka nggak pernah keluar, semua juga ada porsinya, Put."
"jadi, saran aku kamu jangan main kabur-kaburan atau berdebat dnegan orang tua mu karena hal ini," saran Jesica.
Ketiga teman Jesica terdiam semua. Mereka tidak menyangka Jesica mempunyai pikiran sedewasa ini, Ramdhan menatap bangga pada gadis di hadapnnya. Karena ucaoan Jesica juga, Putri jadi sdikit mengurangi egoisnya. Mila merasa bangga dengan Jesica. Mereka melewati momen langka ini dengan waktu yang singkat, Jesica senang bsa berbagi rejekinya degan teman yang selalu ada di sampingnya dan membatunya sejak awal hingga hari ini.
Setelah selesai, mila mengantarkan Putri pulang. Sedangkan Jesica bersama Ramdhan lagi. Karena sering berangkat dan pulang kerja bersama, kini Jesica semakin tidak canggung dengan pria yang sedang mengendarai motor itu.