Gemuruh suara kerumunan manusia memenuhi indra pendengaran. Keramaian dan segala hiruk pikuk kehidupan di tengah kota besar yang megah nampaknya telah menjadi karya seni dalam peradaban.
"HEARGHHHHH KU BUNUH KAU WANITA JAL*NG!"
Ada dua insan manusia yang sedang terlibat perkelahian. Tepatnya pertarungan, karena dampak yang dihasilkan cukup besar.
Sebuah mesin gerinda besar yang mengkilap mengarah ke seorang gadis cantik berambut hitam panjang.
Gerinda itu tumbuh dari tangan lawan gadis tersebut. POWER dari orang itu adalah penghasil logam dari tubuh pria tersebut.
"Maaf Paman, seharusnya anda tidak semarah itu pada saya. Saya hanya menengahi permasalahan antara anda dan anak lelaki itu," ujar gadis tersebut dengan kalem.
Si anak yang disebut gadis tersebut hanya bisa berlindung di belakang pihak yang berwajib. Semua penduduk sudah dibatasi agar tidak mendekat area tersebut. Karena tidak ada jaminan untuk selamat kalau sampai terkena serangan salah satu dari mereka.
"DIAM KAU! KALIAN SEMUA ADALAH MAHLUK MENYEBALKAN! DASAR SERANGGA. MATILAH!"
Pria itu semakin menggila dengan senjata-senjata yang ia miliki tersebut. Gadis raven itu hanya mengelak sedari tadi, sengaja tidak memberikan serangan dan perlawanan.
Pria tersebut terus mencoba menyulut kemarahan si gadis, para warga panik dan ketakutan. Bukan, bukan takut akan perlakuan si pria tersebut. Melainkan takut dengan reaksi yang akan diberikan si gadis itu.
Gadis tersebut cukup terkenal di kota tempat ia tinggal. Bahkan cukup dikenal dalam negaranya. Namun nampaknya pria yang ia hadapi itu adalah warga imigran dan tidak tahu akan siapa yang ia hadapi sekarang.
"Kenapa? kau takut? kau lemah! buahahahaha!" tawa pria tersebut menggelegar.
Kini tidak hanya gerinda besi, namun cambuk dari logam yang tajam, anak panah, dan berbagai benda tajam lainnya.
Gadis itu dengan cepat mengelak dan berpindah tempat. Semua serangan tidak ada yang mengenainya. Bahkan ia selalu bisa menangkis serangan yang hampir mengenai warga. Pihak kepolisian tidak mendekat dan fokus melindungi warga agar tidak masuk ataupun mendekat ke area tersebut.
"Aku tebak POWER mu itu hanya dapat bergerak cepat kan? hahaha, tapi semakin lama kau akan melemah dan melamban gadis sialan!"
Gadis tersebut terkekeh, lalu diam di tempat dan tak bergerak. Sang lawan bertarungnya hanya menyernyit dan menaikkan sebelah alisnya tanda heran.
Tapi pria itu acuh tak acuh, persetan dengan apa yang gadis itu lakukan pria tersebut tetap menyerang. Dan kini ia mengeluarkan sebuah rudal besar dari tangannya dan menembakkannya ke gadis tersebut.
Para warga berteriak, kepolisian menghubungi pihak militer, para penyiar berita pun tidak berani turun ke tempat yang lebih rendah jadi mereka hanya meliput kejadian menggunakan helikopter dari ketinggian 40 meter.
"Sikap." Gadis tersebut berpejam.
"Haa?" pria itu mendelik.
"Menciptakan." Angin berhembus kencang di sekitar gadis tersebut lalu menyebar dengan sangat deras.
"Apa-apaan kau gadis gila?!" seru pria tersebut keheranan.
"Tindakan." Gadis tersebut kembali menatap pria tersebut. "Kau sudah memancing tindakan orang lain dengan sikapmu Pak."
"Sok hebat seka---"
Belum selesai pria itu berucap, gadis tersebut sudah ada di sampingnya dan meninju ulu hati pria itu. Bukan meninju, lebih tepatnya memukul pelan ulu hati pria itu. Namun pukulan pelannya itu seperti tendangan dua puluh ekor kuda bertenaga penuh. Pria itu terlempar jauh dan menabrak beberapa bangunan.
"Tidak ada yang penting untuk kalian saksikan di sini," ujar gadis tersebut berpaling ke arah warga yang sedang menyaksikan pertarungan tersebut.
Mereka semua patuh, lalu mereka menjauh dari tempat kejadian. Si gadis itu hanya menghela nafas.
"Ada-ada saja mereka itu."
Sebuah hantaman besar terdengar, rupanya itu adalah bunyi serangan pria tadi ke gadis raven tersebut. Tapi dengan mudahnya ditahan hanya dengan telapak tangan oleh gadis tersebut. Tidak ada raut kesulitan, justru sangat santai seakan tidak ada sesuatu yang menyerangnya.
"Aku ingatkan sekali lagi."
Pria itu tidak mau mendengarkannya, ia terus menyerang. Lalu tangannya berubah menjadi bet bisbol yang besar dan melayangkan pukulan lagi. Dengan begitu mudahnya gadis itu menangkis lagi.
Bangunan di samping mereka hancur, bukan karena tumbukan pukulan pria brutal itu. Tapi itu merupakan efek dari tangkisan gadis yang sangat besar kekuatannya, hingga memberikan dampak seperti itu pada apa yang ada di sampingnya.
'Fyuh...untung saja tidak ada penduduk yang terkena.'
"Saya sangat tidak ingin memberi serangan balik pada anda Pak. Mari kita menyelesaikan ini secara kekeluargaan dan damai Pak."
Pukulan, tendangan, sabetan pedang, berpuluh-puluh tinjuan, serangan demi serangan dilakukan oleh pria tersebut. Dia sangat geram karena tidak mendapat balasan dari gadis raven lawannya itu.
Rupanya pria itu cukup licik, anak yang dipermasalahkan mereka lari ke tempat lain. Namun berhasil ditangkap dengan tali besinya lalu dilukai. Lalu ia membawa anak itu kembali ke tempat pertarungan mereka berdua.
"Lihat ini gadis sialan. Tujuan awalku sudah terlaksana, dan tentunya aku bersenang-senang lebih. Hahaha."
Gadis raven itu geram, amarahnya tiba-tiba memuncak. Ia sudah berusaha agar tidak melukai lawannya sebisa mungkin, namun ketika ada warga sipil yang terluka apalagi anak-anak, hal itu membuat kata toleransi sirna dari kamus gadis tersebut.
"Ingat kata-kataku Pak. Ini akan menjadi saran yang sangat berarti untuk Bapak ke depannya. Bahwa..." Gadis itu menggantung perkataannya, "Sikap...Menghasilkan...Perbuatan!"
Ia lalu mengacungkan jari telunjuknya di depan wajahnya. "Apa Bapak pernah belajar tentang singularitas?"
Gigi pria itu bergemeretak, menandakan ia sangat jengkel sekarang. "Kau banyak bicara bocah ingusan!"
"Astaga, baiklah. Lain kali saja akan ku jelaskan. Kalau kau masih hiduo." Ia tersenyum dan memejamkam matanya, "Katai merah."
Sebuah cahaya berwarna red methalic muncul di atas telunjuk gadis itu. Kecil, bahkan hanya seukuran jeruk nipis, namun membesar dan membesar lalu pecah dan menyerang pria yang tengah mengarah ke gadis raven itu.
Serangan itu amatlah dahsyat, beruntunglah kebetulan ada pengguna POWER yang dapat membuat barier pelindung. Kalau tidak maka seluruh bangunan dan warga sipil yang terkena serangan itu akan mengalami hal yang buruk.
Pria yang melawan gadis itu kalah telak, keadaannya sangat mengkhawatirkan. Seluruh tubuhnya mengalami luka parah, ditambah massa tubuhnya yang menyusut drastis. Hanya seperti tinggal kulit dan tulang yang penuh luka.
"Inilah, yang membuatku tidak ingin menggunakan kekuatanku lagi," gumamnya dengan wajah sedih.
Sirine berbunyi, ambulance membawa pria itu ke rumah sakit militer. Rumah sakit militer juga diperuntukkan untuk para penjahat, namun ada bangunan dan petugas medis khusus untuk menangani mereka. Namun masih dalam cabang rumah sakit yang sama.
Seorang polisi melotot dan teringat sesuatu, namun cepat dipotong ucapannya oleh si gadis raven, "Anak itu sudah ada digendonganku." Ia berpaling dan benar, anak yang terluka itu ada di gendongannya sekarang.
Ia berlalu dan menuju ke ambulance untuk menyerahkan anak laki-laki itu pada tenaga medis.
"Terima kasih Tuan. Berkat anda ada lagi nyawa yang tertolong." Seorang tenaga medis tersenyum cerah kepada gadis raven itu.
"Saya tidak berhak mendapat ucapan terima kasih, karena kekuatan saya hanya menghancurkan sesuatu yang ada. Seharusnya saya berterima kasih pada kalian selaku tenaga medis karena telah menyelamatkan nyawa banyak orang," jawabnya seraya meninggalkan para tenaga medis tersebut.
Kekuatan, kehebatan, kepiawaian, kekuasaan, semuanya bukanlah hal yang bisa dijadikan kebanggan. Seringkali kita tidak tahu bagaimana perasaan orang-orang yang kita sebut 'HEBAT' tersebut.