Chereads / Cinta di antara dua Mafia / Chapter 18 - Hadiah terindah

Chapter 18 - Hadiah terindah

"Shane, kemana nyonya pergi hari ini?" Calvin langsung menghubungi pengawal Ellice. Semua tentang Ellice adalah prioritasnya.

Ada apa dengan gadisnya? Sudah lama Calvin tak pernah melihat Ellice menangis. Tapi ada apa dengan hari? Apa yang sudah terjadi?

"Nyonya tadi minta saya antarkan ke apotek tuan, kemudian beberapa waktu setelahnya nyonya minta antarkan saya ke rumah sakit. Waktu saya tanya, apa nyonya sedang sakit atau tidak, nyonya hanya diam dan menangis. Saya juga kurang paham tuan."

"Ehm,, memangnya nyinya terlihat sedang sakit tadi?" tanya Calvin yang melihat ke arah tangga sambio berkacak pinggang.

"Sepertinya tidak tuan. Hanya terlihat gelisah saja ketika mau berangkat ke rumah sakit."

"Ya sudah. Kepergian nyonya jangan kau beritahukan kakak. Aku tak ingin kakak sampai kepikiran."

"Baik tuan laksnakan."

"Apa aku perlu ke kamarnya saja?" ucapnya yang masih penasaran dengan tangis Ellice. Meski ragu, Calvin mencoba menuju kamar kakaknya. Ia langsung mengetuk kamarnya.

"Ellice, apa aku boleh masuk?" dua kali ketukan Ellice tak membukakan pintunya, saat di panggil juga tak ada sahutan dari dalam. Sehingga Calvin langsung masuk.

"Ellice, buka pintunya Ellice. Ellice. Kau kenapa?" Calvin mencoba mengetuk pintu kamar mandi, tapi Ellice tak juga membukanya. "Aku akan mendobrak pintunya jika kau tak membukanya Ellice."

"Ellice, jangan membuatku khawatir. Kau kenapa? Ada apa denganmu? Aku bisa membantumu. Katakan padaku, aku mohon Ellice jangan seperti ini." Ucap Calvin yang mulai khawatir. Masalahnya pagi tadi Ellice masih baik-baik saja. Dan terlihat menikmati makan paginya begitu lahap.

Sekali lagi Calvin mengetuk pintunya. "Ellice please, buka pintunya, jika sampai hitungan ketiga kau tak membuka pintunya aku akan mendobraknya, satu.. dua.. Ellice? ti.."

Saat hitungan ketiga, Ellice membuka pintu kamar mandinya. Ketika melihat Calvin di depan mata, wanita itu berhambur masuk dalam pelukan sang pemilik calon bayi.

Tangisnya pecah dalam pelukan hangat Calvin yang sudah lama ia rindukan. Pria yang memberinya nyawa pada peri kecilnya serta kesedihan dalam rumah tangganya dalam waktu yang bersamaan.

Meski Calvin bingung, tapi segurat senyum dan rasa bahagia di hati, karena pelukan Ellice padanya membuat rindu selama dua bulan terakhir terpenuhi.

Detak jantung yang cepat ia rasakan di dada. Begitu indahnya pelukan itu, hingga mampu membuat Calvin mabuk.

Dengan senang hati Calvin membalas pelukan itu. Dia juga bebas mengecup ceruk leher Ellice. Aroma cologne baby yang lama tak ia cium, kini menyebar di udara. Membaur dengan oksigen yang masuk dalam hidungnya.

"Kau kenapa? Ada apa denganmu? Pagi tadi kau masih baik-baik. saja. Kata shane kau ke apotek, kau juga ke rumah sakit? Kau sakit? Ada apa? Katakan padaku? Hmm?" dengan kelembutan dan kasih sayang yang selama ini ingin Calvin berikan, sore ini ia curahkan semua pada sang pemilik hati.

Tak ada respon dari Ellice untuk beberapa saat. Merrka hanya saling diam. Hanya isak tangis wanita cantik yang terdengar di telinganya begitu merdu dan menyedihkan.

Ellice melonggarkan pelukannya dan mendongak dengan mata yang sangat sembab. Matanya sayu. Melihat wajah Calvin yang tersenyum padanya, ia tak mampu. Tak bisa lagi berbicara. Hingga Ellice kembali masuk dan mengeratkan pelukannya.

Cukup lama mereka dalam posisi seperti itu. Calvin tak ingin menyia-nyiakan moment ini. Sebanyak-banyaknya ia seruput wangi cologne dan mengecup rambut Ellice yang berwarna hitam pekat.

Mengusap lembut rambut panjangnya. Mengecupi puncak kepalanya. Sesekali kening Ellice juga ia kecup dan memberikan rasa sayangnya yang dalam lewat ciuman kening yang tersirat.

Sampai waktunya Ellice melepas pelukannya. Dan kembali menatap wajah Calvin dengan rasa lelah, karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.

"Ada apa? Luapkan semua perasaanmu. Kau boleh melakukan apapun padaku. Aku akan menerimanya. Asal hatimu merasa lebih baik dan tak lagi menangis. Jangan pernah membuatku khawatir seperti ini Ellice.." tanpa ragu dan penih ketegasan Calvin memegang wajah Ellice dan mengecup lembut bibir itu.

Tak ada penolakan, sehingga Calvin sedikit lebih lama menempelkan bibirnya. Walau tak ada permainan. Sekali lagi ingin kembali pada masa yang telah lalu.

"A-aku... aku.. ha-ha-mil Calvin." pas dengan kata terakhir yang Ellice ucapkan, air matanya menetes di tangan Calvin yang sedang memegang wajahnya.

Deg...

Seperti tersiram air dingin di tengah amukan si jago merah, Calvin terkejut. Bahagia luar biasa tak mampu ia ungkapkan. Hal yang tak ia sangka-sangka, karena kejadian telah lama berlalu. Tapi menyisahkan kebahagian yang begitu mendalam.

Seorang anak? Calvin bahkan tak pernah membayangkan hal ini. Dia akan menjadi seorang ayah? Akan ada peri kecil yang berlarian dan memanggilnya ayah. Oh God... betapa indah dunia itu.

"Kau tidak bercanda kan Ellice? Kau tidak sedang membohongiku kan?" Ellice menggeleng pelan dan air matanya semakin tak terbendung, membuat genangan sungai di pelupuk mata.

Air mata yang terjatuh, Calvin kecup lama. Mengucapkan rasa terima kasihnya pada Ellice atas apa yang di berikan padanya.

"Terima kasih Ellice. Kau tau? Aku sangat bahagia. Bahagia sekali. Terima kasih sudah memberitahukan hal ini padaku. I love you Ellice, I love you." bertubi-tubi Calvin memberikan kecupan di wajah Ellice karena hadiah yang di berikan padanya. Ellice pun tak menolak apa yang di lakukan Calvin padanya.

"Calvin, aku masih pu-nya suami. Bagaimana aku memberitahukan ini padanya? Aku sangat bersalah padanya. Aku membuat pernikahan ini seperti mainan." Calvin melupakan hal itu. Kakak. Ellice masih memiliki seorang suami.

"Kakak. Iya kakak. Aku akan segera konsultasi pada Antony masalah kesehatan kakak. Pelan-pelan kita akan memberitahukan hal ini. Bukan kau yang mempermainkan rumah tanggamu. Tapi takdir yang membawa kita. Kau tidak salah Ellice."

"Tapi, aku yang sudah membuat rumah tanggaku seperti ini. Aku takut jika sampai ada apa-apa dengan Channing. Aku tak ingin sampai terjadi apapun padanya."

"Kau jangan khawatir. Aku akan selalu ada bersamamu. Kita hadapi berdua. Kau percaya padaku kan?"

Mata mereka saling beradu. Menjawab semua kegundahan dalam hati masing-masing. Merasakan kehangatan nyata. Membuat hati keduanya merindu.

"Hmm, aku percaya padamu." Ellice mengangguk dan memberi senyumannya pada Calvin. "Aku hanya takut jika Channing membenciku. Aku tak ingin hal itu sampai terjadi Cal." masuk kembali pada pelukan hangat Calvin membuat Ellice merasa jauh lebih tenang.

"Jangan takut. Aku akan mencarikan solusi unntuk kita berdua. Kau jangan menangis terus. Matamu sudah sangat lelah seharian ini. Aku tak ingin membuat anak kita juga ikut merasakan kesedihan." Calvin bersimpuh dan mencium perut Ellice yang masih tertutup kain.

Ellice hanya diam membeku, dengan perlakuan manis Calvin. Perhatian kecil yang selalu ia rindukan.

"Jaga dia baik-baik. Aku akan mengurus semuanya. Kau tenanglah. Semua masalah pasti ada solusinya. Sampai kapanpun aku tak akan membiarkanmu menangis lagi. Sudah berhenti ya?" Ellice akhirnya mengangguk menuruti ucapan Calvin.

Calvin berdiri dan membantu menghapuskan air mata Ellice yang sudah sangat banyak keluar hari ini.

"Basuhlah wajahmu. Kakak sebentar lagi akan pulang. Kau tak ingin kakak tau untuk saat ini bukan?" ucap Calvin yang begitu menangkan. "Ellice, terima kasih."

Sebelum masuk kamar mandi, Calvin menarik pelan tangan itu dan mencium kening Ellice dengan sangat lembut. Memberikan rasa nyaman dan ketenangan dalam ciumannya. Serta rasa terima kasih yang besar, karena memberikan hadiah yang begitu besar.

Klek...

"Calvin? Sayang? Kalian sedang apa?" tanya Channing yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Untung saja Calvin sudah melepas kecupan di kening Ellice. Namun Ellice yang ketakutan langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi. Begitu pula dengan Calvin yang terkejut. Nafasnya sempat berhenti.

"Ellice kenapa?" tanya Channing penuh tanda tanya. Sambil meletakkan tas kerja di sofa, Channing pun mendekat pada Calvin.

"Ah .. itu kak.. Ellice marah padaku kak, karena... makanannya aku ambil. Dia menangis dan marah padaku. Karena itu aku mengejarnya kemari.. ingin meminta maaf." jawab Calvin asal.

"Hhahaha kalian berdua ini, selalu saja bertengkar. Kalian sudah besar. Mau sampai kapan saling bercanda seperti itu?" Channing hanya menggeleng-geleng kepalanya, tak habis pikir dengan sifat adik dan istrinya yang selalu seperti tom and jerry.

"Aku.. hanya ingin mengganggunya kak. Tapi.. dia malah marah padaku." lanjutnya. 'Maaf kak, aku belum bisa mengatakan hal ini padamu. Aku akan berkonsultasi lebih dulu pada dokter.' gumam Calvin dalam hati. Rasa bersalah menyeruak ketika melihat tawa Channing yang tak tau menau apa yang sebenarnya terjadi.

Tak tega sebenarnya Calvin berbohong seperti ini. Channing kakak yang sangat baik padanya. Keluarga satu-satunya yang ia miliki. Tapi kejadian itu... susah untuk Calvin jelaskan pada sang kakak.

Dimana pria lain mampu memberikan nafkah batin, sedang suami sendiri tak bisa melakukan apapun, bagaimana Channing beranggapan ketika tau itu? Alasan itu yang membuat Calvin susah untuk jujur sebelum ini pada Channing.

Membayangkan penyakit kakaknya kambuh dan akan berakibat fatal. Sakit hatinya, apalagi kesalahan terjadi karena dirinya.

"Ya sudah nanti aku yang akan bicara padanya. Kau kembalilah ke kamarmu. Nanti juga marahnya mereda. Kau juga jangan sering menggodanya. Dia belakangan ini sensitif sekali." Channing tertawa memikirkan istrinya yang suka sekali mengomel.

Ellice memang sudah kembali ceria seperti dulu. Sifat cerewet dan mengomel karena hal kecil kembali hadir menemani keseharian Channing.

"Baiklah kak, terima kasih." ucap Calvin yang hendak keluar dari kamar, tapi... "Kak, aku mencintaimu." Channing hanya mengerutkan keningnya dan ikut membalas pelukan singkat dari sang adik.

"Kau ini kenapa Calvin? Kenapa istri dan adikku sama saja sifatnya. Sama-sama manja. Kakak jadi seperti sedang mengurus anak kecil saja dengan kalian." Calvin melepas pelukannya dan memberikan senyum pada sang kakak.

"Kakak juga mencintaimu. Sangat Sudah sana mandi. Kau juga belum mengganti pakaianmu." Tawanya pecah dan mendorong Calvin untuk segera membersihkan tubuhnya.

"Dasar Calvin. Selalu saja bisa membuatku tertawa." Channing melihat ke arah kamar mandi. Dan tersenyum. "Sayang, aku masuk ya?"

Follow ig Author ya @frayanzstar