"Kemana mereka? Kenapa tak bisa di hubungi? Apa kau tau apa yang sedang di lakukan Calvin dan istriku Gerry?" tanya Channing yang masih berada di meja makan. Terpaksa pagi ini dia makan sendiri tanpa di temani istri manjanya.
"Tidak tuan. Sejak semalam tuan Calvin belum pulang, kalau nyonya saya tidak melihatnya." Channing hanya mengangguk pelan dan melanjutkan makannya.
Usai makan, Channing akan langsung berangkat kerja, tapi sudah memesankan bibi yang menjaga mansion jika istrinya pulang segera menghubunginya. Namun saat Channing dan Gerry akan berangkat kerja, mereka melihat mobil Calvin baru saja datang.
"Itu mereka. Aku akan ke sana dulu Gerry." ucap Channing yang sudah berjalan mendekati mobil Calvin. "Kalian dari mana? Kenapa lama sekali?" tanya Channing dengan senyum tampannya berjalan ke arah istrinya.
"Sayang kenapa kau tak mengangkat panggilan teleponku?" tanya Channing lagi yang langsung melingkarkan tangannya di pinggang Ellice dan bergelayut memeluk Ellice dari belakang.
Ellice yang bingung akan menjawab apa melirik pada Calvin.
"Hei Cal, wajahmu kenapa? Kau berkelahi lagi? Dengan siapa? Kau harus ke rumah sakit. Atau aku akan hubungi Antony saja nanti untuk memeriksamu di rumah." ucap Channing sudah mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi dokter Antony
Wajah Calvin di hajar habis oleh kelompok Fernandes, bengkak dan memar di mana-mana Apalagi di ujung bibir dan pelipisnya yang robek. Saat itu kondisi Calvin baru saja di pukul area sensitif belakang kepala.
Keadaan Calvin yang lemah, dengan cepat di manfaatkan kelompok Fernandes untuk menghajar Calvin secara berkelompok. Jelas Calvin harus mengumpulkan kekuatan diri untuk bangkit.
"Oh ini? Heh, ini karena si bitch Fernandes. Aku akan segera membalaskannya kak. Kau tenang saja. Aku pastikan mereka akan segera mati. Fuck!" ucap Calvin dengan tatapan matanya yang menghunus dengan aura pembunuhnya. Dia akan selalu mengingat hari kemarin. Dan pembalasan Calvin akan lebih kejam pada Fernandes.
"Tetap saja, nanti Simon biar ke rumah untuk memeriksamu. Kau tak perlu ke kantor. Biarkan Mario saja yang mengurusnya." Calvin hanya mengangguk dan memegangi ujung bibirnya yang terluka.
"Lalu kemana tadi pagi kalian berdua?" tanya Channing kembali ingat ke pertanyaan awalnya.
"Kakak ini rahasia, nanti malam kau juga akan tau." Ellice yqng mendengar ucapan Calvin terkejut. Dia menatap intens ke arah Calvin. Ellice pikir, Calvin akan mengatakan semuanya malam ini.
"Oh rahasia. Baiklah-baiklah, aku mengalah. Aku akan tunggu malam nanti kalau begitu. Ya sudah, sayang aku berangkat dulu ya?" ucap Channing sambil membalik tubuh Ellice dan Ellice segera mengecup bibir suaminya.
Meski sakit, Channing masih tetap melakukan rutinitas kesehariannya. Dia juga bekerja di perusahaannya sendiri, Calvin juga bekerja di perusahaannya sendiri.
Channing sama sekali tak mencurigai apapun. Apalagi Ellice yang belum bertatap muka langsung dengan Channing, sehingga suaminya tak dapat melihat jika wajah istrinya sudah sangat sembab karena banyak menangis.
"Hati-hati sayang." hanya itu kata yang keluar dari mulut Ellice. Setelah Channing pergi, Ellice kembali memberanikan diri menatap Calvin.
"Apa kau malam ini akan memberitahu pada Channing, Calvin? Apa kau sudah perkirakan bagaimana jika Channing jatuh sakit?"
"Bukan Ellice. Aku tadi berbicara seperti itu karena malam ini akan memberikan kejutan ulang tahun untuk kakak. Apa kau lupa besok kakak ulang tahun? Aku tak akan mengatakan hal ini jika kau tak ingin memberitahunya." jawab Calvin lembut. Namun tetap tegas.
"Ah iya aku lupa. Aku akan masuk dulu." Ellice buru-buru masuk ke dalam rumah. Setelah di dalam kamar, dia segera menuju toilet dan untuk mengguyur tubuhnya di bawah hangatnya air shower.
"Aakkhh,,, ssshh ehm.. sakit sekali." sebelum mandi Ellice membuang air kecil dulu di closet. Tetapi saat akan di keluarkan air seninya, justru terasa sakit sekali. Nyeri sekali rasanya. Bahkan saat jalan saja masih terasa ada yang menyumpal.
"Sakit sekali." Ellice sampai mengeluarkan air mata dari ujung matanya saat mencobanya sekali lagi. "Akkhhk!!"
Klek..
"Kau kena..?"
"Aakkhhkk! Apa yang kau lakukan Calvin? Keluar!" teriak Ellice saat Calvin tiba-tiba masuk dengan dirinya yang dalam keadaan polos. Dia cepat-cepat menyilangkan tubuhnya dengan kedua tangannya.
"Maaf, aku hanya ingin memastikan keadaanmu baik-baik saja. Dan aku mendengar kau berteriak di dalam sini. Ap-apa.. kau baik-baik saja Ellice?" posisi Calvin saat ini masih berada di pintu kamar mandi sambil memegang pintu. Tapi dia membelakangi Ellice.
"Aku tak apa-apa. Kau keluarlah." jawab Ellice
"Baiklah, sekali lagi maafkan aku Ellice." Calvin bicara dan menutup pintunya.
"Aakkhh!" Saat Ellice kembali berteriak kecil, Calvin kembali menoleh dan memberanikan diri untuk membuka pintu lagi.
Klek..
Ellice terlihat tampak menekan bagian kemaluannya sambil meringis. Calvin segera masuk dan memastikan tidak terjadi apa-apa dengan Ellice.
"Kau kesakitan kenapa? Aku akan membantumu." ucap Calvin yang sudah duduk di depan Ellice.
"Aakkh! Aku tak apa. Keluarlah Calvin." ucap Ellice dengan nada bicara yang sudah meninggi. Dia juga kembali menyilangkan tangannya untuk menutupi aset berharganya.
"Aku bisa membantumu. Apanya yang sakit? Maaf ini semua karenaku. Aku tak akan melakukan hal itu lagi padamu. Aku hanya ingin memastikan kalau kau baik-baik saja. Hmm?" ucap Calvin menenangkan sambil menggosok tangannya di puncak kepala Ellice.
Ellice menatap dalam kepada Calvin dengan air mata di ujung matanya yang masih tersisa. "Sa-saat aku membuang air se-seniku, itu-ku terasa sakit." ucap Ellice dengan terbata.
Ellice memang selalu manja pada Calvin maupun suaminya. Dia memang masih kecil. Dan masih sangat polos. Tapi meski begitu, dia sudah menikah dengan Channing karena memang mereka saling suka. Hanya saja tingkat sukanya yang berbeda.
Channing jelas menganggap Ellice adalah cintanya. Dia pria dewasa, usianya saja sudah 32 tahun. Selisih 1 tahun dengan Calvin. Pemikiran orang dewasa pasti berbeda dengan Ellice.
Tapi Ellice, saat di lamar oleh Channing tingkatannya adalah rasa kagum karena Channing menolongnya. Ellice menganggap Channing sebagai pangeran berkuda putihnya. Tapi seiring berjalannya waktu tak ada yang tau hati seseorang.
"Coba aku lihat?"
"Tidak. Kau bukan suamiku." ucap Ellice yang masih menutup tubuh polosnya.
"Aku berjanji tak akan melakukan apapun denganmu. Kemarin itu karena aku dalam pengaruh obat. Aku sungguh menyesal dengan perbuatanku semalam. Dan sekarang aku hanya ingin memastikan jika kau baik-baik saja. Hanya itu."
Calvin tulus ingin memastikan jika Ellice memang baik-baik saja. Tidak ada maksud lain. Karena dia tau jika semalam dia memang begitu tak sabaran pada Ellice. Dan sebab itu dia takut jika milik Ellice terluka karena perbuatannya yang kasar.
"Janji?" tanya Ellice dan Calvin menganggukkan kepalanya. Perlahan Ellice membuka tangan yang menutupi seluruh tubuh polosnya. Dan sedikit melonggarkan kakinya.
Sementara Calvin yang di suguhkan dengan tubuh Ellice yang sintal dan sexy, Tiba-tiba darahnya kembali berdesir.
Bongkahan dada Ellice terlihat begitu padat. Seperti buah melon kecil yang sepertinya pas di telapak tangan Calvin jika menangkup di sana. Kilatan-kilatan percintaan semalam muncul lagi di otaknya.
Entah pengaruh obat itu masih ada atau tidak, yang jelas saat ini tubuhnya kembali memanas. Padahal saat melihat tubuh Ellice tadi yang menggunakan kaos ketat tak seliar ini pikiran Calvin. Tapi sekarang?
Apalagi saat mata itu melihat puncak tertinggi milik Ellice yang sudah menantang berwarna coklat muda bercampur pink membuat rasa panas semalam bangkit kembali. Tapi dia masih berusaha untuk manahannya.
"Ya-yang mana yang sakit?"
"Di sini. Saat aku membuang air seniku, itunya terasa sakit sekali." lagi-lagi Ellice menangis, karena memang perih sekali yang dia rasakan.
"Coba aku lihat." Calvin melebarkan kaki Ellice perlahan dan sekali lagi, dorongan dalam diri Calvin semakin menjadi. Lempitan berwarna pink itu, yang terlihat masih sangat rapat dan wangi cologne bayi dari tubuh Ellice membuat otak Calvin bersinggungan dengan gerakan tubuhnya.
"Coba kau keluarkan perlahan?"
"Ssshh... sakit egh..." keluh Ellice saat kembali mencoba mengeluarkan air seninya. Memang keluar, tapi sedikit-sedikit dan itu sakit sekali bagi Ellice.
Calvin melirik wajah Ellice yang memejamkan matanya saat mencoba mengeluarkan air seninya. Dia mengambil jet shower di belakang closet, dan menyetelnya dalam mode hangat.
Dan jelas posisi saat mengambil jet shower, tubuh Calvin sedikit lebih dekat dengan area buah melon milik Ellice. 5 cm lagi, wajah Calvin bersentuhan dengan bagian itu.
Jika memang tubuh Calvin yang bereaksi seperti itu karena masih dalam pengaruh obat, maka jelas obat yang di berikan Fernandes adalah obat keras dengan dosis yang cukup tinggi. Dan yang di rasakan Calvin saat ini memang seperti semalam. Panas di rasa tubuhnya saat melihat tubuh polos Ellice. Meski tak seperti semalam yang begitu membludak dalam dirinya.
"Egh... kau m-mau apa Calvin? Ssshh egh..!"