Chereads / Cinta di antara dua Mafia / Chapter 4 - Pintu lembah Ellice

Chapter 4 - Pintu lembah Ellice

"Egh... kau m-mau apa Calvin? Ssshh egh..!"

"Aku hanya membantumu untuk mengeluarkannya saja. Coba pelan-pelan keluarkan lagi. Aku akan tekan di sini sambil menyiramkan air hangat agar kau bisa mengurangi rasa sakitnya." ucap Calvin sambil tangan kirinya menekan sedikit gundukan di atas belahan kenikmatan Ellice.

Dia tekan perlahan masih dengan memancurkan air hangat, dan Ellice mencoba mengeluarkan air seninya sedikit demi sedikit.

"Ssshh...Ehm..." Ellice meringis sambil memejamkan matanya dan mendongakkan kepalanya sedikit.

Herannya suara Ellice terdengar syahdu di telinga Calvin. Letupan di dalam dirinya semakin meluap-luap saat ini. Lempit yang tertutup daging dia singkap dan pintu lembah itu semakin terlihat begitu indahnya di mata Calvin. Shit!

Panas membakar tubuhnya kembali lagi. Semakin melihat ke arah pintu kenikmatan Ellice, panas di tubuhnya semakin muncul. Seakan gunung yang siap mengeluarkan lahar panas dari dalamnya.

"Sakiiiit.. kau terlalu keras melakukannya padaku semalam." tangis Ellice pada Calvin yang tak menghiraukan dirinya. Bahkan air seninya sedikit berwarna. Sisa-sisa darah masih keluar dari inti milik Ellice.

Ellice menghapus air matanya dengan punggung tangannya. Dan menutup kembali kedua bongkahan padat bukit kembarnya dengan tangannya. Sedang bagian bawah masih di tekan pelan oleh Calvin.

"Eh.. ssshh.. ehm... Calvin..."

Sambil membantu Ellice mengeluarkan air seninya, Calvin juga mengusap pelan ujung belahan paling atas dari pintu lembah kenikmatan Ellice. Begitu lembut dan membuat Ellice merinding. Bulu-bulu di sekujur tubuhnya mulai bangun.

Sedang tubuh Calvin sudah merongrong ingin kembali menikmati bagian itu. Tak terasa batang keperkasaan miliknya ternyata sudah bangun dan siap menerkam siapapun yang ada di depannya.

'Sial! Ada apa dengan diriku? Kenapa rasa panas ini terus muncul? Apa benar ini masih terdapat pengaruh obat dari Fernandes? Jika iya, akan aku kubur kau hidup-hidup Fernandes. Setelah itu mayatmu akan aku potong menjadi beberapa bagian dan memberikannya pada Rein! Fuck!'

Calvin sudah semakin sulit untuk mengontrol dirinya. Desahan dan rintihan Ellice yang terdengar sudah membuat otaknya menginginkan lagi hal yang sudah terjadi semalam.

"Aaakkkhhhkk.. sshhh.. Aa-apa yang k-kau laku ehmm.. kan Calvin?" Ellice sudah mulai meracau, dan suara desahan Ellice terdengar begitu bergairah di telinganya.

Calvin yang memang sudah kembali berhasrat, mengusap pelan pintu itu. Dari pintu atas hingga ke bawah Terus berulang seperti itu. Menelusuri pintu apakah si pemilik mau membukakan untuknya lagi atau malah menutupnya.

"A-aku.. tubuhku menginginkanmu lagi Ellice." saat Calvin berucap seperti itu Ellice melihatnya, raut wajahnya terlihat begitu memelas dan menginginkan sesuatu kembali. Dan bodohnya Ellice malah melirik bagian bawah milik Calvin yang kembali bangun. Berdiri seperti pedang yang telah di buka dari sarungnya dan menginginkan darah untuk mempertajam bagian yang tumpul.

"Eh.. jangan Calvin. Aku istri Channing. Kau lupa? Dia kakakmu. Ya, kakakmu. Dia adalah suamiku. Aku sangat menyukainya. Kau jangan seperti ini. Sadarlah!" ucap Ellice yang langsung menutup tubuhnya kembali dengan tangan menyilang dan kakinya yang akan dia rapatkan tapi tak bisa karena terganjal tangan dan tubuh Calvin yang berada di tengah-tengah masih terdiam menikmati sesuatu di bawah sana.

Bahkan Ellice juga menahan kekedutan di bawah miliknya. Walaupun masih ada rasa nyeri, tapi kekedutan itu tak bisa di pungkiri olehnya.

"Tapi.. aku? Aku janji ini yang terakhir. Boleh?" mohon Calvin yang sudah menatap Ellice dan kali ini memasang wajah sendu, memelas, gairah menjadi satu karena memang dia sedang seingin itu memasukkan batang keperkasaannya ke dalam lembah hangat milik Ellice.

"Tidak! Tidak boleh. Aku tak ingin mengkhianati suamiku. Kau kembalilah ke kamarmu. Tenangkan dirimu. Aku tau kau begini karena posisi kita yang aneh sekarang. Kembalilah Calvin." ucap Ellice yang sudah menangis.

Dia ingin segera pergi dari sana, tapi tubuhnya yang polos saat berdiri akan semakin terekspose oleh Calvin. Ellice tak ingin membuat birahi Calvin semakin tinggi. Apalagi handuk dan bathrobe berada jauh di dekat pintu masuk kamar mandi. Kamar mandi ini terlalu besar, 5x6. Jika dia berlarian akan semakin berbahaya.

"Sekali saja Ellice, aku mohon. Aku janji tak akan mengatakan hal ini pada kakak. Aku mohon, ya?"

"Tidak Calvin. Kita tidak boleh melakukan hal ini. Hpppphhh! Cal- hhppph!"

Calvin segera mengecup bibir Ellice. Meski terkesan kasar, tapi ada kelembutan yang Ellice rasakan. Mungkin Calvin benar-benar menahan hasratnya agar tak menyakiti Ellice seperti semalam.

Calvin terus saja mempermainkan bibir itu tanpa peduli pukulan-pukulan yang di layangkan tangan Ellice di dada kekarnya. Sudah di katakan, sentuhan yang Ellice berikan pada Calvin bukannya membuat sakit, tapi semakin meningkatkan birahi Calvin. Dan itu terbukti karena tangan Calvin sudah memegang kedua tangan Ellice dan tangan yang satu lagi di biarkan mengusap bagian-bagian lain di tubuh Ellice.

Ellice semakin terpojok saat Calvin semakin intens mengecupi bibir merahnya, karena di belakang closet memang ada pembatas kaca. Sehingga Calvin tak perlu menahan leher Ellice saat melakukan kecupan bibirnya.

Sementara tangannya terus merayap bebas menelusuri pintu lembah yang tadi sempat tertunda. Ia mengusap pelan bagian pintu masuk lembah itu dengan sangat lembut. Ternyata sudah mulai basah.

Kali ini dia tak ingin membuat Ellice merasa kesakitan. Meski dirinya begitu kuat menahan diri untuk bertahan sampai kepalanya sedikit pening, tak apa. Yang penting Ellice tak akan merasakan sakit untuk permainan kedua yang akan Calvin lakukan ini.

"Ehmm...mmm." deru nafas keduanya sudah saling bersahut-sahutan. Hembusan nafas yang saling bertabrakan membuat udara hangat menguasai otak Calvin sampai begitu kuatnya.

Tubuh Ellice yang tadinya terasa kaku, sekarang mulai melemah. Meski tetap berontak, tapi tak sekuat tadi. Sekujur kakinya pun terasa mulai bergetar dan meliuk seiring gerakan tangan Calvin di bawah sana.

'Fucking shit kau Fernandes! Aku akan membalasmu! Ugh, aku sudah tidak kuat menahannya lagi.' ucap Calvin dalam hatinya yang sudah melepas tangannya dan sekarang memposisikan miliknya tepat di depan pintu itu.

"Aku janji aku tak akan mengatakan hal ini pada Channing. Kali ini aku akan pelan-pelan melakukannya padamu." ucap Calvin setelah melepas kecupan bibirnya pada Ellice. Namun tangan dan kaki tetap mengunci tubuh Ellice.

"Ja-jangan Calvin aku mohon. A-ku berdosa dengan Channing. Kita sudah sekali lo semalam. Kalau Channing tau bagaimana? Aku tidak mau. Nanti dia marah denganku. Kita sudah sangat berdosa padanya Calvin. Lagi pula mm.. mm.. it-itu itumu be-sar se-sekali. A-ku takut. Mi-milik suamiku saja tak sebesar mi-milikmu." ucap Ellice terbata. Bingungnya mulut itu begitu lancar dan sempat-sempatnya membandingkan milik suaminya dan Calvin. Sampai membuat rona merah di pipi Calvin mendengar pujian sederhana dari mulut Ellice.

'Tam-tampan sekali.' ucap Ellice dalam hatinya saat melihat Calvin yang seperti itu.

Jelas saja milik Calvin lebih besar. Tubuhnya saja lebih besar Calvin. Dadanya begitu gempal dengan otot-otot tubuh yang memenuhi. Sementara Channing, meski berotot juga, tapi tubuhnya lebih kecil dari Calvin.

"Aku mohon Ellice, please." mohon Calvin sekali lagi masih dengan wajah frustasinya menahan segala gejolak yang begitu kuat mendorong tubuhnya untuk melakukan hal panas itu kembali. Saking inginnya, ujung batang miliknya mulai terasa nyeri tak tertahankan.

Cup..

Sentuhan bibir yang di layangkan Calvin begitu lembut, begitu menyentuh hatinya, sampai tak terasa ciuman itu membuat Ellice terlena. Dia tidak mengiyakan dan tidak juga menolak. Dia hanya diam menikmati ciuman yang di berikan Calvin dengan memejamkan matanya. Ellice juga sudah mulai membalas ciumannya.

Tapi saat Calvin membuka matanya, dia melihat air mata Ellice terus saja mengalir dan membasahi pipinya. Tetesan demi tetesan menetes di pipinya yang masih menautkan bibirnya pada bibir Ellice.

Perasaan bersalah Ellice pada Channing, pasti sudah menyelimuti dirinya. Tapi Calvin sudah tak sanggup. menahan hasratnya yang sudah di ubun-ubun. Hingga...

Jleb...

"Aakkkhhkk! Calvin, sakit. Ini masih sakit!" Calvin melihat mata Ellice yang mulai memerah menahan sakit dan dosa yang ia tanggung sebagai seorang istri.

Calvin masih mendiamkan miliknya di dalam sana. Agar Ellice dapat beradatasi. Lagi-lagi rasa menjepit sempurna itu Calvin rasakan saat ini. Lalu bagaimana caranya Calvin berhenti jika senikmat ini??

"Aku janji, akan melakukannya dengan pelan." ucap Calvin yang masih memandangi wajah cantik Ellice dan menghapus air matanya yang lolos dari peraduan. Matanya masih terpejam dan mendongak sedikit ke atas.

Calvin memegang kepala itu dengan lembut, dan mengarahkan bibirnya di kening Ellice. Terasa ciuman itu penuh kasih dari Calvin.

Perlahan Calvin mulai menghentakkan kembali panggulnya. Gerakan itu pelan tapi menekan hingga masuk sempurna. Panas di tubuhnya kembali berapi-api saat pijatan-pijatan di berikan Ellice pada batang miliknya.

Tak ada ciuman, tak ada remasan di bukit Ellice. Atau tangan Calvin yang menggrayangi tubuhnya. Calvin hanya memeluk tubuh mungil nan sexy Ellice dengan erat. Dia tak ingin menyakiti Ellice. Sehingga dengan cara memeluk seperti itu dia bisa sedikit menekan birahi dalam dirinya agar tidak terlalu melukai Ellice.

Dalam goyangan pinggulnya, tangannya dia gunakan untuk mengusap punggung Ellice. Memberikan ketenangan pada wanita yang juga mengisi hatinya.

Bukan hanya Channing. Tapi Calvin, sesungguhnya juga menyimpan rasa yang sama pada Ellice. Sudah sangat lama. Tingkah laku Ellice yang lucu, polos dan cerewet membuat kedua lelaki berstatus penjahat dunia itu luluh pada gadis kecil ini.

'Aku menyukaimu Ellice.'