"Wanita itu kapan sampainya?" tanya Ethan dengan menyandarkan punggungnya ke dinding. Menanti kedatangan wanita panggilan yang Mario pesan dari club milik keluarga tuan mereka.
"Masih di jalan. Mungkin beberapa menit lagi baru sampai. Kasian tuan kalau seperti ini. Aku jadi merasa gagal menjaganya. Jo sialan! Fuck!" dengus Mario, kepalan tangan ia layangkan di udara. "Bagaimana proggres perusahaan mereka?"
"Besok aku akan bertemu dengan para peme..."
"Kalian sedang apa? Kenapa tidak bergabung dengan yang lain untuk bersenang-senang di dalam?" Channing dan Ellice hendak masuk ke dalam rumah. Karena sudah mulai larut. Waktunya Channing beristirahat.
Keduanya sedikit menundukkan kepala dan saling memandang. "Ah, iya tuan. Kami hanya mencari udara segar tuan."
"Calvin ada di kamar kan?" Ellice melirik ketika sang suami menanyakan nama itu pada kedua asisten setia Calvin.
"I-iya tuan. Tuan Calvin sedang di kamarnya sejak tadi." Mario sedikit gugup ketika di tanya seperti itu oleh Channing. Masalahnya dia takut jika Channing ingin menemui tuan mereka, dan kondisi tuan mereka saat ini jelas sudah berada di titik paling lemah.
"Ya sudah kami masuk dulu. Bersenang-senanglah kalian." Channing dan Ellice berlalu pergi dan keduanya langsung bernafas lega.
"Huft, aku sudah sangat mengantuk. Oh iya sayang, bisa kau check.kan untukku apa Calvin benar di kamarnya atau tidak? Karena tadi mereka bertiga sudah mau pergi. Tapi berhasil aku cegah. Calvin terluka seperti itu masih saja mau mengurus kerjaan. Tangannya juga terluka siang tadi." Ellice yang sedang memakaikan selimut pada suaminya sempat terhenti.
Bisakah ia menolak?
"Sayang?"
"Hmm, a-ku akan melihat Calvin nanti. Sekarang kau minum obatnya dan tidurlah sayang." Ellice membantu suaminya meminum obat dan setelah itu dia beranjak pergi ke kamar Calvin.
Saat di depan kamar Calvin, jantung kembali berdegup cepat. Membayangkan dirinya berhadapan dengan pria yang sudah menggauli dirinya. Untuk mendengar suara atau melihat wajahnya saja dia tak mampu.
Celingak-celinguk tak ada yang di mintai bantuan, rumah tampak sepi. Waktu juga sudah malam, jika tidak sedang berpesta pasti para pelayan sudah tertelap di kamar.
Ia ketuk pintu kamar Calvin, ketukan dua kali tak ada sahutan dari dalam. "Apa mungkin Calvin sudah tidur?" Ellice kembali mencoba mengetuk, tapi tetap sama. Tak ada hasil.
Gagang pintu ia buka perlahan, dengan detak jantung yang kian cepat. Mata indahnya menelusuri bagian kamar tapi tak terlihat ada Calvin yang sedang tertidur. Ia buka sedikit lebih lebar pintu itu dan masuk perlahan dengan pandangan mata yang terus waspada.
Saat dia masuk lebih dalam dan menoleh ke arah toilet, lampu menyala. "Itu pasti Calvin kan?" dengan sedikit ragu, ia mendekat dan mengetuk pintu toilet 2 kali setelah itu dia berlari ke arah pintu kamar dengan cepat.
Dia menunggu hingga Calvin benar-benar keluar dari sana. Sudah seperti pencuri saja Ellice saat ini. Saat terdiam, ia mendengar ada suara wanita dan lelaki mendekat, ia menoleh mencari arah suara hingga penjagaan dirinya lengah.
Ketika itu pula, Calvin menarik tangan Ellice masuk ke dalam dan mengnci pintu kamar dengan cepat.
"Aaakkkh... hpppphh!"
Hingga membuat Ellice terkejut dan berteriak. Namun Calvin segera menyumpal bibir itu dengan memberikan ciuman lembut yang membuat Ellice diam dengan mata masih terbelalak melihat Calvin melakukan hal ini lagi padanya.
Karena tak ingin menyakiti wanita.nya lagi, sekarang Calvin bermain begitu lembut pada Ellice. Sangat lembut.
"Cal-vin... hpppphh.. Cal.." Ellice masih berusaha melepaskan ciuman dan tubuhnya dari kungkungan Calvin. Gerakan lembut di bibir Ellice yang Calvin berikan membuat pemiliknya lagi-lagi hanya terdiam dan mengeluarkan air mata.
Sementara hati Calvin sudah bersorak gembira, wanita.nya kini hadir dan bisa membantunya untuk melampiaskan birahinya yang sudah meledak sejak tadi. Hingga tak kuasa menahan segala rasa di tubuh.
Dalam posisi masih polos dengan tubuh yang sedikit basah ia terus saja menghujani sengatan listrik lewat bibirnya pada Ellice. Tubuhnya tak lagi terbendung. Hasrat yang sudah sangat membuncah membuat aliran darahnya berdesir hebat, merongrong pemiliknya ingin segera terpuaskan.
Dengan satu tangan memeluk pinggang Ellice, dan satu tangan lagi ia masukkan di sela-sela rambut di belakang leher. Sedikit menekan kepala Ellice saat kecupan bibir terjadi.
"Ellice please, bantu aku lagi. Maaf jika aku membuatmu terluka. Tapi jika aku tak melakukan ini maka aku akan mengalami impoten. Please..." ucap Calvin saat melepas bibirnya.
Satu tangannya mengusap wajah Ellice lembut dan jempol tangannya ia gunakan untuk menghapus buliran air mata dari wajah cantik wanita.nya.
Saking dekatnya wajah mereka, hembusan nafas keduanya saling bertabrakan dan menghangatkan wajah. Kegelisahan dan rasa ingin tercetak jelas di wajah Calvin. Sedang ketakutan dan rasa bersalah sudah menyelimuti wajah wanita.nya.
"A-pa maksudmu? Impoten apa?" akhirnya Calvin menceritakan singkat apa yang di ucapkan Antony karena tubuhnya sudah tak kuat menahan lebih lama lagi.
Ellice sampai terkejut bukan main menutup mulutnya dengan mata sudah terbelalak. Bagaimana bisa mereka melakukan kekejaman seperti ini?
"Tapi aku tidak bisa Calvin. Aku istri kakakmu. Tidak seharusnya kita melakukan hal ini. Ini salah. Kau bahkan sudah melakukannya dua kali padaku." suaranya mulai parau dan berbenturan dengan hisapan cairan di hidung.
"Please Ellice, bantu aku. Please aku sudah tak sanggup menahannya lagi." Ellice kian menangis dengan mata yang terpejam.
Sedangkan Calvin yang sudah tak sanggup mulai membuka pakaian Ellice perlahan dan menempelkan kembali bibir itu di sana. Ikut merasakan rasa asin air mata yang mengenai bibir.
'Apa yang harus aku lakukan Tuhan? Apa aku memang harus membantunya? Maafkan aku sayang. Channing maafkan aku. Aku mohon maafkan aku.' jeritan hati Ellice yang mengharap perbuatannya dapat termaafkan oleh sang suami.
Ellice tak lagi berontak. Dia hanya berdiri mematung dengan hati yang terus merutuki perbuatan ini. Tanpa terasa keduanya sudah sama-sama polos.
Perlahan Calvin menuntun Ellice ke ranjang besarnya. "Maafkan aku Ellice. Sekali lagi maafkan aku. Ta-pi aku juga menginginkanmu." melepas sejenak kecupannya dan kembali mencium hingga keduanya sudah berada di atas ranjang.
Rasa yang terus menjalar di tubuhnya sudah tak mampu menunggu lebih lama lagi. Masih dengan bibir yang saling bertaut di sana, dengan tangannya ia membantu batang miliknya untuk masuk.
Sekali lagi saat mencoba masuk selalu saja Calvin mengalami kesulitan. Sampai percobaan beberapa kali akhirnya masuk juga.
Derai air mata terus mengalir menahan rasa bersalah dan menahan rintihan suaranya agar tak terdengar. Membuat hatinya sesak.
Untuk yang ketiga ini sudah tak ada rasa sakit yang Ellice rasakan. Dia justru mulai menikmati permainan Calvin yang lembut dan memabukkan.
Rasa gelitik dan nikmat mulai Ellice rasakan. Bibir Calvin sudah terlepas. Dia hanya memandang sayu wajah wanita di bawahnya menahan rasa di hatinya yang berkecamuk, menolak dan menerima.
'Sungguh kau luar biasa Ellice, maafkan aku jika aku menikmati moment ini denganmu. Kau sungguh membuat hatiku merindu dengan semua yang kau miliki.' ucap Calvin dalam hati dengan pinggulnya yang terus naik turun.
Ia ingin menatap wajah sang bidadari cantiknya, menikmati wajah di mana mereka sedang melakukan permainan panas. Jemarinya ia sentuhkan di wajah cantik Ellice dan sesekali mengecupi mata yang tiada henti mengeluarkan air.
Ellice membuka pelan matanya, sampai kedua netra saling bertemu dan bertatapan. Saling menyelami isi di dalam sana. Ada birahi yang begitu besar yang membara di mata Calvin. Namun ada kerlip kasih sayang yang tak kasat mata yang Ellice tangkap.
"Maaf, Ellice. Maafkan aku." ucapan terus terulang dan membuat Ellice mulai hanyut dalam ucapan dan sentuhan itu. Ellice hanya diam. Mata indah miliknya yang menjawab bagaimana perasaannya saat ini.
Hingga sengatan listrik yang pagi tadi ia rasakan kembali muncul. Tubuhnya mulai mengejang, menggelinjang hebat dengan getaran-getaran yang luar biasa mengalir di dalam darahnya. Cekraman di sprei semakin erat, dengan bibir ia gigit dan kepala sedikit menengadah ke atas.
Ada senyum samar saat Calvin melihat di depan mata yang memang ingin dia lihat. Liukan tubuh Ellice yang bergetar dan wajah yang menahan nikmat saat berada di puncak. Tanpa terasa cairan itu kembali menghangatkan miliknya di dalam sana.
Tak ada jeritan, hanya rintihan kecil dari mulut Ellice yang keluar. Karena Ellice benar-benar menahan suaranya agar tak terdengar keluar.
Sampai beberapa menit ke depan tubuhnya mulai lemas kembali. Ada kepuasan tersendiri yang Calvin rasakan. Kali ini dia dapat menikmati wajah cantik Ellice ketika mendapat kepuasan darinya.
Sedangkan dirinya masih terus ingin dan ingin. Apa lagi Calvin sendiri belum sampai di puncak kenikmatan. Tanpa ada rasa lelah, hentakan demi hentakan terus ia hujani di bawah sana. Menikmati kehangatan dan pijatan sempurna dari pemilik rumah.
Waktu terus berlalu. Menuntaskan rasa dahaga dalam tubuhnya. Berharap rasa ini tak datang lagi dan menjalani kembali hidupnya untuk membalaskan dendam pada pembuat onar. Walau nantinya rasa merindu pasti akan hadir.
Tembakan-tembakan ia keluarkan di dalam sana sampai beberapa kali. Dengan keadaan Ellice sudah sangat lemas. Bahkan Ellice sudah tak lagi terhitung berapa kali cairan miliknya keluar.
Puas dan sedikit menghilang rasa itu, Calvin menjatuhkan dirinya di samping tubuh Ellice. Dan memeluk tubuh wanita yang sudah memberikan cinta pada hatinya.
Sementara Mario duduk termenung di dalam kamar. 'Pasti tuan bahagia karena melakukan hal ini pada nyonya. Maafkan aku tuan Channing.' Ada senyum samar di wajah Mario. Ketika dia akan membawa wanita panggilan itu masuk ke dalam kamar tuannya, dia melihat ada Ellice yang berdiri di pintu dan di tarik masuk oleh Calvin. Karena itu Mario mengurungkan niatnya dan menyuruh pulang wanita itu.
Follow IG @frayanzstar untuk melihat visualnya