Calvin menutup pintu kamarnya, dan pakaian kotornya dia letakkan di keranjang. Setelah itu dia segera membersihkan diri. Ketika air shower menghujani tubuhnya, sekelebat ingatan tentang Ellice muncul ke permukaan pikirannya.
Apalagi ketika dia melihat ada bercak darah di batang keperkasaannya yang mulai mengering. Hatinya terenyuh. Senang menjadi satu. Dialah lelaki yang berhasil membobol pintu hingga masuk ke dalam lembah milik Ellice.
"Calvin aku di sini! Calvin cariLah aku! Calvin ayo kita makan bersama. Calvin. Calvin." semua ingatan tentang Ellice seolah tertarik kembali dan sekarang memenuhi ruang kosong dalam pikirannya.
Ada senyum, ada luka, ada rasa bersalah menyatu menjadi satu. Memori indah itu terpatri dengan baik di dalam pikirannya. Seolah mereka sedang kejar-kejaran dalam ingatannya untuk berebut masuk memenui ruang kosong di dalam sana.
Namun, lagi-lagi ingatan itu mengingatkannya akan keberadaan sang kakak. Betapa menderitanya seorang Channing. Sudah menikah tapi seperti belum menikah. Rasa bersalah begitu menyelimuti dirinya. Menahan gemuruh di dalam hatinya yang ingin melompat ke dua sisi sekaligus. Channing dan Ellice.
Ia memejamkan matanya. Menyugar rambutnya yang basah kebelakang dengan wajahnya yang sedikit mendongak. Membiarkan wajah itu di hujani air hangat agar dia kembali sadar dengan pikirannya yang salah. Dengan cepat ia menggelengkan kepala dan menepis semua pikirannya.
Usai membersihkan diri, ia membiarkan dada kekarnya terekspose dengan bagian bawah yang tertutup. Calvin keluar dari kamar mandi dan langsung mengambil ponselnya yang satu lagi untuk menghubungi seseorang. Karena ponsel yang ia bawa kemarin sudah di hancurkan oleh anak buah Fernandes.
Kemarin memang kesalahan Calvin. Karena ingin menikmati kesendiriannya tanpa adanya pengawalan, dia malah lengah. Hingga mampu di tundukkan oleh musuh dengan memukul telak belakang kepala, tepat di bagian sensitif saraf kepalanya. Hingga Calvin berlutut di hadapan Fernandes.
"Kau di mana? Yang aku minta tadi kau letakkan di mana?"
"Saya di bawah tuan, dan barang yang anda minta itu sudah saya letakkan di lemari anda tuan. Apa ada yang perlu saya lakukan lagi tuan?"
"Hmm, terima kasih. Aku perlu ke rumah sakit. Antarkan aku. Katakan juga pada Ethan untuk ikut. Aku butuh kalian berdua. Ada yang ingin aku katakan."
"Baik.tuan. Ehmm... maaf tuan. Anda dan... nya-nyonya ba-bagaimana? A-pa baik-baik saja?" tanya Mario hati-hati. Meski Calvin mengatakan itu bukan salahnya, tapi secara logika dia tetap menjabarkan itu adalah kesalahannya.
"Heh, sepertinya perasaanku padanya semakin besar Mario. Aku bingung harus bagaimana. Aku juga merasa bersalah pada kakak." Calvin hanya bisa tersenyum getir. Menertawakan dirinya. Niat hati ingin menenangkan diri, tapi malah bernasib sial.
"Maafkan saya tuan. Jika saya ikut bersa.."
"Sekalipun kau ikut denganku, hal ini pasti terjadi Mario. Sudahlah tak perlu kau pikirkan. Biarkan semuanya berjalan seperti ini dulu. Aku harap di kemudian hari semuanya akan baik-baik saja."
"Sekali lagi saya minta maaf tua."
"Sudah lupakanlah. Doakan saja semuanya akan baik-baik saja. Aku akan segera turun. Jangan lupa panggil Ethan. Dan hubungi Anthony, Aku akan segera ke rumah sakitnya."
"Iya tuan. Terima kasih"
Calvin hanya menggunakan kaos dan jas. Tak lupa pistol glock ia selipkan di balik ikat pinggangnya. Sebelum menuju bawah, Calvin melirik kamar sang kakak. Kakinya tergelitik ingin melihat apa yang sedang Ellice lakukan. Ia ketuk pintu itu dan langsung membuka gagang pintu.
Ternyata Ellice masih berada di posisi yang sama ketika ia tinggalkan tadi. Bedanya dia sudah terduduk di pinggir ranjang. Segera ia masuk dan menutup kembali pintu kamar.
"Hei, kenapa melamun di sini? Istirahatlah Ellice. Kau butuh istirahat. Jangan terus menangis." Calvin membantu Ellice berdiri dan menidurkannya di tempat tidurnya. Tak lupa ia pasangkan selimut di tubuh molek wanita...nya.
"Maafkan aku telah membuatmu seperti ini, tapi aku tak ingin kau kenapa-kenapa. Istirahatlah dulu. Aku tidak tenang jika meninggalkanmu begini. Hmm? Please?" Calvin duduk bersimpuh, membelai lembut pipi yang sebelumnya ia kecup hingga membuatnya candu.
Tubuhnya meringkuk menghadap Calvin yang sudah tampak segar kembali. Pria yang sudah merenggut kesuciannya menggantikan tugas sang suami.
"Tersenyumlah Ellice. Aku ingin melihat senyummu yang selalu bersemangat. Selalu ceria menggangguku. Setidaknya ukir senyum sedikit untukmu. Aku akan lebih tenang jika kau tersenyum. Please?" wajah sendu Calvin terlihat jelas. Dia ingin wanita ini tak kembali tersenyum. Meski itu sangat...sulit.
Ellice masih terdiam. Memperhatikan setiap ucapan yang keluar dari mulut Calvin. Berusaha menguatkan sesuai ucapan yang terlontar dari bibir yang sejak malam kemarin bertubi-tubi menciumnya.
Di ambilnya nafas dalam-dalam, dan senyum mulai ia tampilkan perlahan. Getir rasanya. Namun suara Calvin terdengar menenangkan untuknya.
Calvin ikut tersenyum melihat betapa cantiknya Ellice ketika lesung pipi itu terlihat. Wajah cantik natural dengan wajah teduh, serta wangi cologne baby di tubuhnya, pasti akan sangat Calvin rindukan.
"Pertahankan senyum seperti ini. Aku akan keluar dulu. Kau istirahatlah."
"Cal-vin, lukamu..?" tanya Ellice dengan sedikit terbata dan sangat lirih terdengar di telinga sang pemilik luka, Ellice mengarahkan pandangannya pada luka-luka yang ada di seluruh wajah Calvin.
Calvin tersenyum bahagia mendengar suara lembut milik Ellice. Wanita yang selalu mengganggunya selama 2 tahun belakangan sejak ia datang meramaikan rumah keluarga Alcantara.
Kakak beradik Channing dan Calvin adalah ahli waris kerajaan bisnis Alcantara. Kedua orang tuanya mati akibat perang saudara memperebutkan warisan nenek moyang. Kedudukan ketua yang di jabat oleh Calvin selalu di incar oleh pamannya. Dan Fernandes adalah anak dari paman mereka, Rohas.
Calvin adalah seorang petarung handal. Hobinya adalah mengikuti juara menembak internasional. Serta memanah juga salah satu keahliannya.
Ketika serah terima ahli waris, dalam waktu sekejab Calvin mampu membangun dan melebarkan sayap di dunia bisnis dengan berbagai bidang yang menyebar di segala penjuru dunia.
Sejak kedua orang tuanya meninggal, kelemahannya hanya satu. Yaitu sang kakak. Sejak meneruskan sekolahnya di perguruan tinggi kakaknya di vonis memiliki penyakit sindrom koroner akut. Salah sedikit berucap maka penyakit jantungnya akan menyerang.
Karena itu pula, Channing hingga kini belum bisa bercinta dan memberi keturunan atas pernikahannya dengan Ellice. Dan sekarang malah Calvin yang menodai istrinya.
"Aku akan ke dokter sekarang. Kau istirahatlah. Biar untuk acara malam ini aku yang akan mengurus. Kau tidurlah. Aku akan segera kembali." Masih terus membelai lembut pipi Ellice Calvin tersenyum getir dengan ucapannya sendiri. Segera kembali, untuk apa?
Ellice lagi-lagi terdiam, hanya menampilkan senyum yang tadi masih menempel begitu cantiknya di wajah. Andai saja senyum itu selamanya milik Calvin seorang, betapa bahagia dia sebagai seorang lelaki.
Dengan berat hati Clavin beranjak pergi dari kamar itu. Berat di rasa kaki untuk melangkah. Sampai pintu menutup sempurna tak lagi terlihat sosok cantik yang telah menyelam begitu dalam pada relung hatinya.
"Mario kau ikut aku ke rumah sakit dan kau Ethan, ikuti terus pergerakan Fernandes. Akan aku bunuh dia. Hari ini perusahaannya yang ada di Florence harus kita akuisisi. Dalam kurun waktu satu minggu. Perusahaan itu cukup bagus proggres kerjanya. Jika dia kehilangan itu maka bukan hanya Fernandes yang keluar. Tapi paman Rohas pasti akan muncul kepermukaan."
"Baik tuan akan segera saya urus segala sesuatunya." Ethan adalah kaki tangan Calvin yang pintar di bidang management bisnis. Otaknya cerdas, logikanya main, karena itu urusan kantor lebih banyak pria berkebangsaan Spanyol itu yang mengurus.
"Dan urus juga untuk acara pesta kakak malam ini. Jangan ijinkan bibi untuk mengganggu Ellice. Biarkan dia istirahat dulu."
"Baik tuan."
Calvin bersama Mario serta iring-iringan pengawalnya yang mengekor di belakang menuju rumah sakit. Saat di rumah sakit, dia segera ke ruangan sahabatnya dokter Antony.
"Bagaimana hasil tesnya?" tanya Calvin yang sudah duduk di kursi pasien dalam ruangan Antony. Punggungnya ia sandarkan pada sandaran kursi.
"Mungkin mereka ingin membuatmu mati dalam keadaan bercinta Cal," ucap Antony sambil membuka lembaran-lembaran hasil tes darah yang baru saja keluar.
"Why?" Calvin menegakkan tubuhnya dengan kedua tangannya yang menopang meja kerja Antony.
"Tadalafil dengan campuran skopolamin." Antony menjelaskan sambil membenarkan kacamatanya yang sudah benar pada posisinya.
"Fucking shit!! Damn it! Fernandes brengsek! Akan aku kubur dia hidup-hidup jika aku menemukannya." Umpat Calvin sejadinya. Darahnya seketika naik setelah mendengarkan obat apa yang di minumkan Jo padanya.
Tadalafil adalah obat kuat yang paling ampuh dan mampu bekerja dalam kurun waktu 36 jam. Sedangkan skopolamin adalah jenis obat terlarang yang lebih bahaya dari kokain. Sedang percampuran keduanya jika tak segera terlampiaskan, maka peminumnya akan mengalami impoten parsial.
"Dan yang kau minum itu dosisnya sangat berlebihan. Mungkin selama beberapa waktu kedepan kau harus mencari seorang wanita untuk menuntaskan ereksimu. Jika kau tak ingin mengalami efek samping dari obat ini. Ketika hal itu mulai terjadi, maka milikmu akan sulit untuk bangun.
"Fuck! Fuck! Fuck! Aku berjanji akan segera membunuh pria busuk itu. Jika saatnya tiba akan aku potong tubuhnya. Dan jantungnya akan aku berikan kepada anak-anak. Fuck! Brengsek kau Fernandes!"
Pukulan dari punggung tangannya lolos mengenai meja kaca Antony hingga pecah. Suaranya yang menggema di ruangan itu membuat Mario dan anak buahnya berlarian masuk dengan posisi pistol sudah mereka keluarkan.
"Hei-hei, apa-apaan kalian ini? Ini rumah sakit. Bukan ruang untuk berperang kalian. Masukkan lagi pistol kalian."
"Eh, maaf tuan."
Kubu-kubu jemari Calvin langsung memerah karena tekanan yang terlalu kuat saat hantaman pada meja. "Cari sampai dapat Kemanapun Fernandes pergi Mario!"