Perjamuan makan malam tetap berlanjut. Ares harus berada di dapur dan menyembunyikan dirinya saat beberapa teman Martha datang. Istrinya itu selalu menyuruh Ares untuk bersembunyi karena malu.
"Ares!" sahut Thomas. Lelaki tampan berwajah ala Korea itu menghampirinya. Ares tahu, selain hinaan yang akan di lontarkan Thomas, lelaki itu juga selalu menyuruhnya untuk menceraikan Martha.
Thomas berdiri di samping Ares sambil memandang keluar jendela.
"Kau sudah tahu kan kalo aku bisa membahagiakan keluarga Smith dengan kekayaanku?" seru Thomas kemudian. Ares yang sibuk memperhatikan Martha sedang bercengkrama dengan temannya segera menatap Thomas.
"Apa maksudmu? Kau pikir aku tidak akan bisa membahagiakannya?" sahut Ares secepat mungkin. Thomas tersenyum kecut.
"Tentu saja, kita tidak boleh berhalusinasi. Sangat jelas bahwa kau tidak bisa membahagiakan Martha," balas Thomas. Lelaki itu memasukan tangannya ke dalam saku sambil menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
"Ceraikan Martha, aku akan memberikan apa yang kau inginkan!" ucap Thomas kemudian.
"Kau gila!"
"Aku tidak gila, aku serius, Ares!" ucap Thomas segera.
"Aku tidak mau!"
"Kau tidak mau? Usaha tuan Davidson akan berantakan!" ucap Thomas. Alis Ares bertautan. Dia tidak mengerti ucapan Thomas.
"Apa maksudmu?" seru Ares kemudian. Thomas tersenyum puas. Jelas sekali ketakutan berada di wajah Ares saat ini.
"Aku yang memegang saham di perusahaan perabotan tuan Davidson, aku bisa saja mengambil alih bengkel lelaki itu," jawab Thomas. Ares menggelengkan kepala tidak percaya.
"Ceraikan dia!" sergap Thomas. Dia lalu bergegas pergi meninggalkan Ares yang menatapnya dengan ekspresi bingung.
"Aku punya kekuasaan dengan uangmu, sedangkan kau tidak memiliki apapun, Ares. Maka pikirkan itu!" sambungnya. Ares mengepal tangannya dengan kuat. Andaikan dia punya kekuasaan di atas Thomas, Ares akan membeli mulut lelaki itu dengan uangnya. Ares benar-benar geram di hina seperti ini.
"Kau bajingan Thomas," umpat Ares kesal. Dia ingin memaki lelaki itu sebelum Thomas menghilang dari pandangannya. Deru napas berkejaran, Ares tidak bisa menahan amarahnya.
"Kau yang bajingan Ares, lelaki bajingan yaitu lelaki yang tidak bisa membahagiakan istrinya!" balas Thomas sambil tersenyum kecut dan bergegas pergi.
***
"Kau selalu membuat aku malu!" timpal Martha. Setelah acara keluarga Smith selesai, Martha menarik tangan suaminya lalu berjalan ke arah gudang. Ares mengekor di belakang Martha. Dia menghela napas panjang.
"Aku tidak suka kau terlihat sangat miskin, Ares!" gerutu Martha. Ares mengusap wajahnya.
"Ini baju yang kau pinjam, bukan?" sambung Martha lagi. Ares menganggukan kepala.
"Martha, kau harus tahu. Aku sebenarnya kecewa sekali denganmu. Tapi, aku masih menyangimu," ucap Ares sambil memperhatikan manik mata Martha.
"Aku mau pisah!" sahut Martha kemudian. Bola mata Ares membulat sempurna. Dia menatap Martha dengan serius. Ares mengengam tangan istrinya itu. Memperhatikan wajah Martha.
"Kau ingin pisah denganku?"
"Iya, Ares!"
"Aku benar-benar bosan dengan kemiskinanmu, terima kasih karena kau telah menyelamatkanku dari tawanan mafia waktu itu. Tapi, aku tidak bisa bersamamu lagi. Kau terlalu miskin!"
"Aku ingin seperti perempuan lain, memiliki suami yang kaya raya!" gerutu Martha. Ares mencoba menerima apa yang dikatakan istrinya itu.
"Tapi aku mencintaimu, Martha!" sahut Ares segera.
"Ya, aku tahu kau menyanyangiku. Tapi aku tidak bisa hidup miskin, Ares! Kau harus tahu itu. Keluargaku membutuhkan dana dan aku juga membutuhkan uang!" jelas Martha. Dia menatap tajam wajah Ares yang sedang nelangsa. Lelaki itu menghela napas panjang.
"Aku akan menurus surat cerai, kau tenang saja!"
"Aku akan menyelesaikannya semua," sambungnya lagi. Martha kemudian melepaskan gengaman tangan Ares lalu bergegas masuk ke dalam rumah dan menuju lantai dua. Ares menundukan kepala ke bawah.
Sepertinya dia harus merelakan Martha. Ares tidak punya pilihan lain. Walaupun perempuan itu tidak mencintainya, Ares sangat mencintai Martha.
Ares bergegas kembali ke rumah kontrakannya. Tubuhnya terasa lemas. Dia tidak bersemangat. Martha ingin pisah dan itu adalah kabar buruk untuknya.
Di tengah perjalanan, di depan rumah kontrakan yang sudah disewanya dalam lima tahun ini, Ares melihat seorang pengawal berbaju hitam. Lelaki itu mengintip ke dalam rumahnya dan membuat Ares kaget bukan main.
"Hai!" sahutnya.
"Kau pencuri yah?" gerutu Ares kemudian. Lelaki itu spontan menoleh dan menatap Ares dengan kening berkerut.
"Siapa yang menempati rumah ini?" tanya lelaki itu. Ares semakin bingung.
"Mengapa kau harus tahu?" sergapnya segera. Ares menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
"Aku!"
"Aku pemilik rumah sewa ini," sambung Ares kemudian. Lelaki itu memperhatikan Ares dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lelaki berjas hitam dan berkacamata hitam itu lalu bergegas berjalan masuk ke dalam mobil tanpa berkata apapun.
"Oke, baiklah!" jawabnya kemudian.
***
"Martha, kau sudah katakan kepada Ares untuk pisah kan?" sahut Ladifa saat menatap adik bungsunya sedang berdiri di depan jendela dengan ekspresi sedih. Martha spontan menatap wajah kakaknya itu. Martha menganggukan kepala.
"Bagus, Ares itu terlalu miskin untuk keluarga kita. Kau tahu kan, Ares tidak berguna!" sambung Ladifa lagi.
"Setelah surat cerai selesai, aku akan mengurus pernikahan kamu dengan Thomas!"
"Thomas yang akan memberikan dana untuk perusahaan ayah. Jadi, kau jangan pusing dengan bisnis ayah yang hampir di rebut oleh perusahaan asing itu. Thomas akan membantu kita," ucap Ladifa. Martha tidak menjawab.
"Lagian juga, Thomas sangat jatuh cinta kepadamu. Mendingan kau bersama dia saja!" seru Ladifa. Dia berusaha mempengaruhi adiknya agar Martha setuju.
"Martha, kau harus mendengarkan apa yang kakakmu katakan, Thomas sudah membantu perusahaan ayah. Namun Ares? Dia hanya membuat kita malu!" gerutu Robert kemudian. Dia menatap wajah Martha.
Tuan Robert baru saja datang dari luar untuk mengurus perkebunan kudanya.
"Oke, aku sudah katakan kepada Ares untuk pisah," jelas Martha sambil memandangi wajah ayahnya dan juga wajah kakaknya. Kedua manusia itu tersenyum puas.
Tuan Robert lalu bergegas mencari ponselnya untuk menelepon Thomas. Lelaki itu adalah investor yang sangat penting di perusahaanya. Thomas akan menyelamatkan bisnisnya. Hal yang palilng utama yaitu, Thomas akan bersaing dengan perusahaan asing yang menjatuhkan perusahaan retailnya di Barcelona.
"Hallo?"
"Thomas, Martha sudah setuju menikah denganmu."
"Aku tahu, Martha dan dirimu adalah pasangan yang sangat serasi," jelas tuan Robert. Martha hanya terdiam saat ayahnya sedang menghubungi Thomas.
"Minggu depan?"
"Pernikahan kalian minggu depan?" sahut tuan Robert memperjelas. Martha mengusap wajahnya secara pelan. Ladifa tersenyum bahagia. Jika Thomas masuk ke dalam keluarga mereka, maka bisnis suaminya akan terbantu.
"Oke, aku akan jelaskan kepada Martha."
"Terima kasih, Thomas!" ucap tuan Robert. Lelaki tua itu kemudian memeluk tubuh Martha yang masih berdiri di depan jendela dengan perasaan bimbang.
"Persiapkan pernikahanmu dengan Thomas, jangan pikirkan lelaki seperti Ares, dia miskin dan benar-benar tidak berguna di keluarga Smith," bisik tuan Robert.
Bersambung …