Chereads / Gairah Putra Mahkota / Chapter 9 - Berlian Palsu

Chapter 9 - Berlian Palsu

"Adikku Martha, calon suamimu memberikan berlian mewah hari ini!" sahut Ladifa memanggil Martha. Perempuan cantik yang duduk di depan cermin segera berlari dan menatap wajah Ladifa yang sedang duduk di sofa. Martha menghela napas panjang.

Dia menatap Thomas yang sedang memperlihatkan koh i noor diamond kepada Martha. Bola mata Martha membulat sempurna. Baru kali ini dia melihat berlian kesukaanya berada di depan matanya sendiri.

"Kau serius memberiku ini?" tanya Martha takjub. Thomas tersenyum. Dia menganggukan kepala. Thomas kemudian meletakkan di jemari Martha, cincin yang berhias koh i noor diamond. Martha sangat terkejut. Dia spontan memeluk Thomas.

"Kau benar-benar tahu apa yang aku sukai," ucap Martha dalam pelukan Thomas.

"Aku sudah katakan adikku, Thomas itu bisa memberikan apapun yang kau mau, tidak seperti suami miskinmu itu, Ares benar-benar tidak berguna!" gerutu Ladifa kemudian. Martha menganggukan kepala.

Hari ini tuan Robert akan berkunjung ke Las Vegas untuk memperbaiki salah satu perusahaan retailnya yang mengalami krisis. Tuan Robert membawah milyaran uang dari Thomas untuk mengatasi perusahaan retailnya yang hampir bangkrut.

"Surat ceraimu sudah ada, Martha?" tanya Ladifa. Mereka bertiga sedang berada di ruang tamu. Thomas menatap Martha, dia ingin mendengarkan penjelasan perempuan itu.

"Sedang aku urus," jawab Martha kemudian.

"Bagus!" seru Ladifa.

Tok … Tok …

Suara ketukan itu mengagetkan mereka bertiga. Biasanya ada bibi Lala yang berlari dan membukakan pintu. Namun pelayannya itu sedang berangkat jalan-jalan bersama nynya Ninik.

"Ares?" sahut Martha tidak percaya. Ladifa spontan berdiri dan menatap Ares yang sedang menatapnya di depan pintu.

"Aku ingin mengambil beberapa barangku di rumah ini," jelas Ares segera. Dia bergegas masuk ke sebuah kamar. Dulu, kamar itu adalah tempat Martha dan dirinya beradu kasih.

Ladifa mengikuti Ares dari belakang. "Kau ingin mencuri yah?" tuduhnya. Di depan kamar, Ares menghentikan langkahnya. Dia menatap Latifa yang memandanginya dengan ekspresi menyelidik.

"Tidak, aku tidak ingin mencuri!"

"Aku hanya ingin mengambil barang terakhirku," jelas Ares. Dia masuk ke dalam kamar lalu mengambil sepatu serta jam tangan kuno yang pernah di simpannya di tempat itu. Sepatu dan jam tangan kuno itu adalah pemberian nyonya Ninik sebagai hadiah pernikahannya dengan Martha.

"Aku mendengarkan bahwa tuan Davidson memecatmu, pasti kau mencuri! Apa lagi yang kau lakukan kalo bukan mencuri, Ares!"

"Kau benar-benar hina," gerutu Ladifa. Ares tidak mengubris kata-kata kakak iparnya itu. Ares tidak punya energi. Di luar saja, pengawalnya sedang menunggu.

Martha masuk ke dalam kamar dan menunjukan cincin berlian yang sedang diberikan Thomas kepadanya.

"Berlian kesukaanku, kau pasti tidak mampu membelikan aku benda seperti ini, maka tepatlah jika Thomas bersamaku!" gerutu Martha. Ekor mata Ares melihat cincin berlian yang berada di jemari istrinya itu.

Ares tahu bahwa berlian itu palsu. Pengawalnya sudah membeli berlian yang asli dan Ares tahu bahwa itu adalah kesukaan Martha.

"Itu palsu!" ucap Ares kemudian. Martha menggelengkan kepala.

"Tidak, Ares! Itu bukan palsu. Tidak mungkin Thomas membeli barang yang palsu, jika kau yang membeli, itu baru benar!" cercah Martha. Dia tidak terima dengan ucapan Ares. Bagi Martha, tidak mungkin cincin yang digunakannya palsu.

"Aku serius!"

"Kau berbohong, Ares. Mana mungkin Thomas yang kaya raya membeli berlian bajakan," sahut Ladifa tidak terima. Ares tidak ingin buang-buang waktu. Dia segera mengambil barangnya dan berjalan keluar dari dalam kamar.

"Jika kau ingin yang asli, aku bisa tunjukan kepadamu!" ucap Ares. Ladifa tertawa. Kata-kata Ares benar-benar mengelitiknya. Ares mengangkat salah satu alisnya saat Ladifa tertawa mendengarkan ucapannya.

"Lelaki miskin!"

"Tidak usah banyak bicara, kau terlalu banyak halusinasi, Ares!"

"Lebih baik kau cepat keluar dari rumah ini, melihatmu benar-benar membuatku muak!" hardik Ladifa. Ares melangkah menuju pintu. Sebelum benar-benar pergi dari rumah mertuanya itu, Ares menatap Martha yang sedang memandanginya.

Ares meraba sakunya. Para pengawal sudah membelikan berlian untuknya. Ares mengambil berlian itu lalu menghentikan langkahnya. Ares memperlihatkan kepada Martha berlian yang sesungguhnya.

"Aku membelinya, ini adalah berlian yang asli!" ucap Ares. Bola mata Martha mengkilat sempurna. Dia tidak pernah melihat berlian secantik itu. Kilatannya benar-benar membuat Martha jatuh cinta.

"Ini berlian asli?" tanya Martha takjub. Ares menganggukan kepala.

"Tentu saja, tapi sepertinya keluarga Smith tidak membutuhkan ini," ucap Ares. Dia bergegas pergi. Menghilang dari pandangan Martha dan Ladifa.

"Kau lihat kan, Martha. Setelah menjadi gelandangan, suamimu itu menjadi pencuri!" gerutu Ladifa. Dia berkacak pingang di depan pintu. Ares berjalan kaki hingga melewati gerbang rumah mereka.

Dari ujung sana, Martha bisa melihat jelas, Ares memasuki sebuah mobil mewah dengan beberapa orang berjas hitam yang menyambutnya.

Ladifa bergegas masuk ke dalam rumah bersama Thomas. "Martha, suamimu itu adalah pencuri!"

"Dari mana dia mendapatkan berlian mewah jika tidak mengambil punya orang lain!" ucap Ladifa. Martha masuk ke dalam rumah. Dia duduk di sofa sambil memikirkan kata-kata Ares.

"Martha, pilihanmu untuk menceraikan Ares sudah tepat, jangan mengubah pikiranmu lagi. Dia lelaki hina yang tidak punya kekayaan!" ucap Ladifa.

"Kau harus pikirkan banyak hal!" sahut Ladifa kemudian. Kakaknya itu kemudian bergegas menuju lantai dua dan masuk ke dalam kamar. Thomas yang duduk di depan Martha secara perlahan menyentuh tangan Martha dan tersenyum.

"Aku tidak membohongimu, Martha. Benda ini adalah asli, kita akan menikah dan kau akan mendapatkan semua yang kau inginkan!" sahut Thomas menyakinkan. Martha menunduk ke bawah. Dia memijit pelipisnya yang terasa berat. Martha benar-benar bingung harus berkata apa.

"Siapa Ares?"

"Apakah dia mencuri?" batinnya kemudian.

***

Senorita yang sedang berkunjung di rumah Martha menatap sahabatnya itu. Martha lebih banyak diam. Padahal beberapa hari ke depan, dia akan menunaikan pernikahannya dengan Thomas.

"Kau kenapa Martha?"

"Apakah menyesal menceraikan Ares?" sahut Senorita sambil menyentuh bahu sahabatnya itu. Mereka sedang berada di teras rumah. Ladifa mengintip dari balik jendela dan mendengarkan perbincangan adiknya. Ladifa tidak ingin Martha berubah pikiran. Saham batu bara suaminya bisa anjlok jika Martha membatalkan pernikahannya dengan Thomas.

"Dia lelaki miskin, Martha!"

"Kau sudah hidup dengannya dan kau tidak memiliki kekayaan apapun. Berbeda dengan kakakmu, Ladifa. Dia terlihat angun dengan perhiasan dan benda super mewah," jelas Senorita panjang lebar.

Martha menghela napas panjang. Dia memandangi Senorita.

"Lupakan dia, Martha yah. Kau juga sudah berani selingkuh kan, jadi kau sebenarnya tidak menyukai, Ares!" gerutu Senorita.

"Aku melakukan itu karena aku kesal, bahkan berlian saja dia tidak mampu!" ucap Martha dengan intonasi nada yang tinggi.

"Nah, karena itu. Kau sebaiknya secepatnya putuskan komunikasi dengan Ares, dia lelaki tidak berguna. Mungkin saja dia mencuri sekarang. Ares sudah menjadi gelandangan yang tidak punya nilai!" ucap Senorita.

Martha menganggukan kepala.

Bersambung …