Chereads / Gairah Putra Mahkota / Chapter 7 - Sang Pewaris

Chapter 7 - Sang Pewaris

"Tuan, kami akan menjemput tuan jika mau," ucap salah satu pengawal saat mengantar Ares kembali ke rumah kontrakannya.

"Tuan, mengapa tidak ingin tinggal dengan tuan Alderic, dia lelaki kaya dan akan mencukupi kebutuhan tuan," sahut salah satu pengawal itu. Ares menggelengkan kepala. Dia masih kaget dan tidak bisa mengerti takdirnya secara sempurna.

"Biarkan aku di sini, aku ingin berpikir," ucap Ares kemudian. Para pengawal itu menganggukan kepala.

"Baiklah," jawabnya kemudian. Ke lima pengawal yang menemani Ares kemudian pulang. Ares duduk di teras rumahnya sambil memikirkan ucapan tuan Alderic. Lelaki itu adalah ayahnya dan jika benar, Ares adalah pemilik perusahaan terbesar di Barcelona dan bahkan menjadi orang kaya ke dua di dunia. Ares bahkan merasa ini hanya sekedar mimpi.

Seluruh perusahaan bergerak di atas perusahaan tuan Alderic. Itu artinya, Ares berkuasa untuk seluruh perusahaan retail di Barcelona dan juga perusahaan yang dikelolah keluarga Smith.

"Ini gila!" gerutu Ares kemudian. Dia belum percaya bahwa dirinya adalah anak dari seorang raja bisnis di Barcelona dan bahkan menjadi anak orang terkaya di dunia.

Ares menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia menatap layar ponselnya. Ada nama tuan Davidson yang sedang menelepon.

"Hallo, tuan Davidson?"

"Ares, kau benaran sakit? Aku membutuhkanmu di sini," ucap tuan Davidson.

"Aku kekurangan karyawan hari ini, ada beberapa pelanggan yang membutuhkan bantuan kita," jelas tuan Davidson. Lagi-lagi lelaki itu berbohong kepadanya. Ares sangat tahu, tuan Davidson tidak akan mengizinkannya libur.

"Baiklah!" jawab Ares kemudian. Dia bergegas mematikan sambungan telepon lelaki itu. Ares menatap sebuah kartu hitam yang diberikan tuan Alderic kepadanya. Ayahnya itu juga mengatakan bahwa Ares akan dijemput nanti malam untuk ikut makan malam keluarga Alderic.

Ares bergegas memakai baju lusuhnya. Kata pengawal berjas hitam itu, Ares akan diberikan fasilitas mobil jika dia ingin keluar. Namun, Ares sepertinya engan untuk menggunakannya.

Senorita yang melihat Ares baru saja tiba langsung menertawai lelaki itu.

"Martha menceraikanmu?"

"Kau harus tahu sih Ares, Martha itu tidak cocok denganmu!" sambung Senorita sambil membawah nampan yang berisi air minum untuk tuan Alderic. Ares terlalu malas untuk membalas ucapan Senorita.

"Salah satu pelangan ingin kau memperbaiki pompa airnya. Ini alamatnya!" sahut tuan Davidson saat menatap wajah Ares.

"Kau serius tuan Davidson, bukankah ini perusahaan yang besar? Mengapa pompa airnya tiba-tiba mati, tidak masuk akal!" gerutu Ares saat membaca alamat perusahaan yang membutuhkan jasa mereka.

"Iya, Ares. Ini benar!" jawab tuan Davidson. Ares menghela napas panjang.

"Okelah!" jawab Ares kemudian. Ares kemudian mengambil alamat kantor itu lalu bergegas pergi. Ares akan memperbaiki pompa air mereka lalu bergegas pulang.

Ares menatap sandal jepitnya. Seharusnya dia menghubungi pengawal ayahnya agar Ares tidak berjalan kaki menuju alamat kantor itu. Ares kemudian mengusap dagunya sambil mencari nomor salah satu pengawal ayahnya.

"Halo tuan Ares?"

"Ada yang bisa kami bantu?" sahut salah satu pengawal melalui sambungan telepon.

"Aku ingin keluar, kau bisa membantuku?" tanya Ares kemudian.

"Baik tuan, kami akan ke sana. Tuan Ares lagi di mana?" tanyanya.

"Aku di bengkel, salah satu tempat untuk memperbaiki beberapa perabot rumah tangga," jelas Ares.

"Siap, kami akan ke sana tuan muda Ares," jawab para pengawal itu. Kurang lebih setengah jam kemudian, para pengawal Ares datang. Ares masuk ke dalam mobil dan memberikan alamat yang akan ditujunya.

Lima belas menit kemudian, Ares turun tepat di depan sebuah gedung pencakar langit. Ares menatap ke depan dan melihat ada dua satpam sedang menunggu di gerbang. Ares kemudian turun dari mobil dan memerintahkan pengawalnya untuk pulang. Kali ini, Ares tidak ingin menjelaskan kepada banyak orang tentang dirinya yang sebenarnya.

"Maaf tuan, di sini tidak menerima pengemis!" ucap salah satu satpam yang menahan langkah Ares. Mendengarkan suara itu, Ares spontan menoleh ke sumber suara.

"Aku bukan pengemis, aku ingin memperbaiki pompa air di sini," ucap Ares kemudian. Satpam itu menggelengkan kepala. Dia kemudian mendorong tubuh Ares hingga terpental di depannya.

"Sudah banyak pengemis yang berpura-pura seperti ini, pergi!" ucap satpam itu. Ares berdiri dan menatap para satpam itu dengan ekspresi tidak suka.

"Aku bukan pengemis, aku ingin masuk dan memperbaiki pompa air," jelas Ares lagi.

"Mana suratnya?" tanya satpam itu lagi. Sialnya, Ares lupa membawah kerta yang diberikan tuan Davidson saat dia masuk ke sebuah perusahaan atau pabrik. Ares mengusap wajahnya frustasi. Dia menghardik dirinya yang bodoh sekali hari ini.

"Lelaki miskin, sudah banyak yang beralasan seperti kamu. Sebaiknya pergi atau ceo dari perusahaan ini akan memanggil polisi!" jelas lelaki berbaju putih itu. Ares menghela napas panjang.

"Baiklah!" jawab Ares kemudian.

Dia melangkah untuk pulang. Namun matanya tiba-tiba saja membulat sempurna saat melihat Martha masuk ke dalam perusahaan itu.

"Sayang!" sahut Ares kemudian. Martha yang mendengarkan suara suaminya menghentikan langkah dan menatap wajah Ares.

"Kau buat apa di sini?" tanya Martha sinis.

"Aku akan memperbaiki pompa air," jawab Ares kemudian. Kedua satpam itu memandangi Martha dengan ekspresi terheran.

"Nona Martha, apakah ini suami anda?" tanyanya. Martha terdiam sejenak. Surat perceraiannya baru saja masuk ke pengadilan. Ares masih menjadi suaminya sampai detik ini.

"Iya, dia suamiku," jawab Martha kemudian.

"Sayang sekali, pasti hidup nona Martha menderita. Saya tidak menyangka, nona Martha memiliki suami seperti gembel," jelas lelaki itu. Ares hanya terdiam. Dia ingin sekali menyumpal mulut para satpam itu dengan batu giok miliknya.

"Ares, jangan ikuti aku terus!"

"Minggu depan, aku dan Thomas akan tunangan. Kau jangan pernah ke keluarga Smith lagi, ayahku sangat malu memiliki menantu miskin sepertimu."

"Lagian juga, ayahku membutuhkan dana dari Thomas makanya aku melakukan ini," jelas Martha. Ares yang mendengarkan hal itu hanya bisa menghela napas panjang.

"Baiklah, Martha!" jawab Ares lirih.

Martha kemudian masuk ke loby perusahaan. Ares hanya memandangi istri tercintanya itu dari kejauhan. Ingin sekali Ares membuktikan bahwa dia adalah lelaki yang bisa diandalkan.

"Hai!" para satpam itu memanggil Ares lagi. Ares yang baru saja ingin pergi spontan menatap kedua satpam itu.

"Ada apa?" tanya Ares kesal.

"Masuklah, tuan kami mengatakan bahwa kamu bisa masuk!" jelas satpam yang menjaga. Ares segera masuk. Dia akan menyelesaikan masalah hari ini dengan cepat dan akan pergi. Ares masih sangat sakit hati dengan ucapan Martha.

Sesampai di belakang bagian dapur, Ares mencari pompa air yang akan di perbaikinya. Kata salah satu karyawan di situ. Ares akan memperbaiki pompa air di dalam ruangan ceonya. Ares bahkan tidak mengerti. Apakah yang rumah pompa air atau saluran toilet di ruangan ceo itu.

Ares berjalan menuju sebuah ruangan yang berada di lantai lima. Ares mencoba mengetuk pintu namun tidak ada yang membukakan pintu untuknya. Ares kemudian mencoba memegang knop pintu dan membukanya secara perlahan.

Bola mata Ares membulat sempurna saat melihat Martha dan Thomas beradu ciuman di dalam ruangan. Martha bahkan melingkarkan tangannya di leher Thomas dan rok istrinya itu tersingkat ke atas. Dada Ares terluka lagi.

"Sial!"

"Perempuan itu!" desisnya kesal.

Bersambung …