Chereads / Gairah Putra Mahkota / Chapter 6 - Anak Tersembunyi

Chapter 6 - Anak Tersembunyi

Ares duduk di depan rumahnya sambil sesekali menatap foto istrinya. Seharusnya hari ini dia masuk kerja tapi Ares malah berbohong kepada tuan Davidson. Ares mengatakan bahwa dia sedang sakit.

Ares menatap beberapa pengawal yang sudah berdiri di depan rumahnya. Para pengawal itu menatap Ares.

"Kau datang lagi?"

"Ada apa?" tanya Ares segera. Dia berdiri lalu bergegas menghampiri lima pengawal berjas hitam dan berkacamata hitam itu. Ares menatap lelaki itu dengan saksama.

"Tuan," serunya sambil membungkukan badan. Ares bingung. Dia mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Tuan kami, tuan Alderic ingin bertemu," sahutnya kemudian.

"Siapa dia?" tanya Ares tidak mengerti. Lima pengawal itu membungkukan badan secara bersamaan. Ares mengerutkan kening tidak mengerti dengan apa yang mereka lakukan. Ke lima pengawal itu saling pandangan dengan ucapan Ares.

"Tuan Alderic adalah seorang pengusaha, dia memiliki lima bisnis besar di dunia," jelas salah satu pengawal. Ares semakin bingung dengan apa yang dikatakannya. Ares tidak mengerti. Bisnis apa dan lain sebagainya.

"Mengapa aku harus ikut?" tanyanya lagi.

"Tuan Alderic memerintahkan kami untuk membawah tuan Ares, hari ini kami harus membawah tuan Ares sesuai perintahnya," sambungnya lagi. Ares menghela napas panjang. Otaknya lagi mencerna semua hal yang dikatakan lelaki itu.

"Oke, baiklah!" jawabnya kemudian. Ares mengikuti kelima pengawal itu dari belakang. Di dalam mobil, Ares menatap salah satu pengawal yang terus memperhatikan wajahnya. Ares merasah risih, dia tidak tahu mengapa pengawal itu terus menatapnya.

"Ada apa?" tanya Ares kemudian. Dia memutuskan bertanya.

"Wajah anda sangat mirip dengan tuan kami," jawabnya. Ares membulatkan mata tidak percaya. Di dunia ini, tidak ada yang mirip dengan Ares.

"Kau berbohong," sahut Ares kemudian.

"Tidak tuan, saya tidak berbohong!" sambungnya lagi. Ares menatap keluar jendela. Bulan ini adalah musim gugur, banyak daun maple yang berjatuhan dan memenuhi badan jalan. Setiap musim gugur, Ares sangat suka untuk berkunjung ke panti asuhan. Namun karena uangnya sudah digunakan untuk membeli berlian, Ares memutuskan untuk tidak mengunjungi rumah kecilnya itu.

Lima belas menit melewati jalan, Ares menatap sebuah bangunan yang sangat besar. Ada sepuluh pengawal berbaju hitam yang menjemputnya.

"Ini rumah siapa?" tanya Ares bingung.

"Rumah tuan kami, silahkan turun tuan Ares!" jawabnya kemudian. Ares kemudian turun. Dia memperhatikan ornament rumah mewah itu. Sangat cantik dan benar-benar membuat Ares takjub. Ini kali pertama dia melihat rumah semewah ini.

Ares melangkahkan kakinya untuk masuk. Saat berjalan masuk ke dalam rumah, sepuluh pengawal mengikutinya dari belakang.

Dring!

Benda persegi itu tiba-tiba bergetar. Ares menghela napas panjang. Dia bergegas mencari ponsel buntutnya di dalam saku. Ares menatap nama Martha. Istrinya itu sedang menghubunginya dan betapa bahagianya Ares.

"Halo?"

"Kau kapan datang ke sini?" sahut Martha segera. Ares menatap ke sepuluh pengawal berjas hitam yang sedang menatapnya. Ares menghentikan langkah.

"Ada apa sayang?" tanya Ares.

"Berhenti memanggilku sayang, aku tidak sudih bersamamu!" balas Martha segera.

"Nenek Ninik ingin bertemu, semua orang sudah mendukungku untuk berpisah denganmu, Ares. Kau seharusnya tahu itu!" sergap Martha segera. Ares menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Martha selalunya berkata kasar.

"Kau serius sayang?" tanya Ares lirih. Dia belum siap.

"Aku serius, aku sudah mengurus surat cerai, kau harus menandatangani surat itu dan nenek Ninik ingin bertemu!" gerutu Martha. Setelah menjelaskan hal itu, Martha kemudian memutuskan sambungan teleponnya.

"Ada apa tuan?" tanya salah satu pengawal. Dia terheran melihat Ares yang tiba-tiba sedih.

"Apakah aku bisa bertemu dengan tuan Alderic sekarang?" tanya Ares. Para pengawal itu menganggukan kepala.

Ares kemudian berjalan menuju salah satu ruangan. Di tempat itu, Ares menatap seorang lelaki tua sedang duduk di kursi roda. Lelaki itu menatap Ares dengan ekspresi yang susah untuk jelaskan.

"Damian?" serunya. Alis Ares bertautan. Dia tidak mengerti dengan ucapan lelaki itu.

"Damian, kau Damian?" sahutnya lagi. Ares mencoba berjalan dan mendekatinya. Ares menatap wajah lelaki tua itu.

"Tuan Alderic, kami sudah membawah lelaki yang memiliki cincin kuno itu," sahut pengawal yang berdiri di belakang Ares. Ares spontan menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu.

"Karena cincin kalian membawahku ke sini?" sahut Ares segera. Lelaki itu menganggukan kepala.

"Ya, tuan Alderic ingin bertemu dengan lelaki yang memiliki cincin kuno."

"Kami sudah mencari lelaki yang memiliki cincin kuno, puluhan tahun."

Mendengarkan ucapan itu Ares semakin tidak mengerti. Cincin kuno yang tidak berharga ternyata bisa digunakan juga. Ares mengira, cincin itu akan menjadi penghalang untuknya.

Tangan keruput tuan Alderic mengelus wajahnya dengan lembut. Ares menatap dengan lekat wajah lelaki tua itu.

"Kau adalah putraku, Damian!" bisiknya pelan.

"Apa?"

"Putra?" sahut Ares tidak percaya. Spontan dia memundurkan tubuhnya beberapa langkah. Tuan Damian mendorong kursi rodanya.

"Ya, kau adalah putraku yang hilang. Segera persiapkan dirimu, kau akan mengantikanku!" ucap tuan Alderic.

***

"Kau akan pisah dengan Ares?"

"Nenek tidak setuju, nenek sangat suka dengan Ares!" sahut nyonya Ninik. Dia murka menatap cucunya itu. Melihat neneknya sedang marah besar, Martha segera memeluk kaki nyonya Ninik. Martha tidak ingin jatahnya sebagai pewaris keluarga Smith dihapus.

"Nenek, Ares benar-benar miskin!"

"Membelikan aku berlian saja, dia tidak mampu, bahkan aku harus makan makanan seadanya jika bersama dia."

"Aku tersiksa nenek, aku tidak ingin!"

"Thomas menjanjikan kekayaan untukku," ucap Martha dengan derai air mata. Nyonya Ninik menghela napas panjang. Dia benar-benar tidak suka dengan ucapan cucunya itu.

"Kau tidak mendengarkanku?"

"Ares itu lelaki yang tepat untuk keluarga Smith, kau hanya perlu paham saja dan menunggu!" sahut nenek Ninik. Martha menggelengkan kepala.

"Tidak, aku tidak ingin bersama Ares, nenek!"

"Aku akan menikah dengan Thomas, lelaki itu akan menikahiku!" ucap Martha. Dia kemudian bergegas pergi dari kamar nyonya Ninik. Perempuan tua itu menghela napas panjang. Selama ini, Ares selalu diperlakukan tidak baik namun nyonya Ninik hanya diam saja.

"Ibu, biarkan Martha memilih suami yang tepat untuknya!" sahut tuan Robert. Nyonya Ninik tidak berucap. Dia sudah terlanjur kecewa.

"Thomas sudah menanamkan sahamnya di perusahaan kita, Thomas sangat baik dan kita berhutang budi kepadanya!" sambungnya lagi. Nyonya Ninik masih tidak merespon ucapan anaknya itu.

"Ibu, biarkan …,"

"Diam kau Robert!" sergap nyonya Ninik kemudian.

"Diam dan lihat saja!" gerutunya kemudian.

Robert mengusap wajahnya frustasi. Dia benar-benar bingung dengan semuanya. Robert tidak ingin ibunya menyukai Ares. Lelaki itu tidak bisa membuat keluarga Smith bangga. Ares hanya mempermalukan keluarga Smith di setiap acara.

Bersambung …