Papa Dermawan yang tengah memeriksa berkas dengan Pak Rahman terkesiap ketika melihat kedatangan Naren di perusahaan danasul ke dalam ruangan papa Dermawan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dengan wajah penuh kemarahan Naren menghampiri papa Dermawan yang tengah duduk di kursi kebesaran. Papa Dermawan bersikap sangat santai dengan kedatangan Naren yang telah bisa ditebak tujuan Naren bertemu dengan papa Dermawan.
Pak Rahman yang hendak bangkit dari duduk kembali ke duduknya setelah papan Dermawan melarang pak Rahman untuk meninggalkan ruangan.
"Pa.. Kenapa blokir kartu debit dan kartu kredit Naren?" tanya Naren dengan nada emosi.
Papa Dermawan tersenyum tipis dengan ucapan Naren, "Kamu masih butuh kartu itu?"
"Pa.." Naren berteriak memanggil apapun Dermawan dengan nada tinggi.
Papa Dermawan kembali tersenyum tipis ke arah Naren, "Papa ingin mengingatkan satu hal. Barangkali kamu melupakan satu hal itu. Kekayaan yang kamu miliki semua itu milik papa. Masih atas nama papa. Bukan atas nama kamu. Jadi, kamu tidak ada hak atas kekayaan yang kamu miliki," terang papa Dermawan.
Duarrrr..
Naren tercengang dengan apa yang diucapkan papa Dermawan. Pak Rahman yang sedaek tadi hanya menjadi pendengar perdebatan ayah dan anak itu milih tetap diam dan menjadi pendengar setia dengan berbagai pertanyaan di dalam benak Pak Rahman. Papa Dermawan dan Naren masih berdebat dengan sengit sehingga papa Dermawan terpancing emosi dengan ucapan Naren.
"Cukup Naren!!!" suara bentakan papa Dermawan menggema di dalam ruangan
Pak Rahman tercengang mendengar papa Dermawan marah. Papa Dermawan yang terkenal jarang marah kali ini benar-benar tersulut emosi oleh ucapan Naren putra papa Dermawan.
"Tinggalkan rumah yang saat ini j kamu tempati. Itu bukan rumah kamu. Itu rumah Karin dan anak-anaknya. Papa telah mengubah nama sertifikat rumah itu!" ucap papa Dermawan dengan emosi
Duarrrr..
Naren kembali tersentak dengan apa yang diucapkan papa Dermawan.
"Apa salah Naren, Pa?" tanya Naren dengan nada rendah berusaha mengontrol emosi
Papa Dermawan menyunggingkan senyum tipis, "Apa salah kamu? Seharusnya pertanyaan itu kamu tanyakan kepada diri kamu sendiri. Bukan sama papa," jawab papa Dermawan
Naren mengernyitkan dahi dengan jawaban papanya. Naren menatap papa Dermawan penuh tanda tanya. Sedangkan papa Dermawan masih menatap Naren dengan tersenyum smirk.
"Papa tidak mau tahu. Besok kamu harus meninggalkan rumah itu. Rumah itu akan ditempati Nara setelah Nara menikah," tukas apapun Dermawan
Naren meninggalkan ruangan papanya penuh dengan penuh emosi. Papa Dermawan menghela nafas kasar setelah Naren pergi meninggalkan ruangannya. Papa Naren meminta pak Rahman kembali ke meja kerjanya untuk kembali membahas pekerjaan yang sempat tertunda.
***
Arion mengajak Erina makan malam di luar setelah persiapan usaha yang akan diresmikan besok telah selesai. Sedangkan Natan telah kembali ke rumah terlebih dahulu karena ada keluarga setelah mendapat telepon dari prnah tua Natan.
"Mas.. Kenapa kita tidak makan di rumah saja? Erina yang masak mas?" tanya Erina ketika Arion mematikan mesin mobil
Arion menoleh ke arah Erina dengan mengembangkan senyuman hangat kepada sang istri.
"Mas tidak ingin kamu lelah. Kita kan seharian ini lelah mempersiapkan usaha kita yang akan dibuka besok. Kita sampai rumah tinggal istirahat Rin," jawab Arion
Erina menatap lekat ke arah sang suami yang tengah tersenyum kepadanya. Entah kenapa Erina merasakan bahagia kalau mendengar ucapan sang suami. Beberapa hari sejak Arion menikahi Erina, tidak sedikitpun Arion memperlakukan Erina dengan kasar. Bahkan sikap manis Arion selalu menggetarkan hati Erina. Detak jantung Erina tidak normal ketika Arion berada dalam jarak yang sangat dekat dengan Erina. Erina berpikir Arion akan bersikap kasar kepada Erina setelah mereka menikah mengingat pernikahan yang terjadi diantara mereka bukan atas dasar cinta. Namun apa yang dipikirkan Erina ternyata semua salah.
Arion dan Erina menikmati hidangan makan malam setelah pelayan mengantarkan pesanan mereka. Tidak ada suara ketika mereka tengah menikmati makan malam seperti biasa. Hanya kebeningan yang menemani Arion dan Erina.
***
"Erina.." ucap Arion memanggil Erina yang tengah melipat mukena setelah melaksanakan sholat Isya.
"Iya mas," balas Erina.
"Bagaimana kalau kita launching website dan aplikasi malam ini. Kita kan sudah dapat partner kerja walaupun belum banyak," lanjut Arion,
"Terserah mas saja. Erina manut mas. By the way mas sudah bilang belum ke Natan?" sambung Erina.
"Sudah Rin. Natan bilang terserah mas juga seperti kamu. Kalian hobby banget sih bilang terserah. Bikin mas bingung saja," tukas Arion sengaja menampilkan wajah merajuk.
Erina terbahak-bahak melihat wajah merajuk sang suami yang lucu bagi Erina. Arion menautkan kedua alis ketika melihat Erina menertawakan dirinya.
"Kamu kenapa Rin? Kesambet saran mana Rin?" tanya Aarion
"Kesambet setan pak Arion. Eh.. Mas Arion suami Erina. Hahahaha.." Erina masih terbahak-bahak seetakh menjawab pertanyaan Arion
Arion tersenyum penuh arti ke arah sang istri yang masih menertawakan dirinya lalu menipiskan jarak antar dirinya dan Erina tanpa Erina sadari.
Hap..
Cup..
Erina membolakan kedua mata ketika merasakan kembali benda kenyal berada di atas bibir. Ah.. Erina melupakan satu hal yang pernah diucapkan oleh Arion. Jika Erina melakukan kesalahan atau menggoda Arion maka Erina akan mendapatkan hukuman dari sang suami. Tubuh Erina bergeming dengan kecupan yang didaratkan oleh Arion di atas bibirnya. Arion tidak hanya mengecup Erina sekilas seperti biasa, namun bibir Arion berada di atas bibir Erina dalam waktu cukup alam dengan senyuman lembut. Walaupun Erina tidak membuka mulut, namun Arion mengecup lembut bibir ranum Erina.
Arion tersenyum tipis dengan ekspresi Erina yang bergeming ditempatnya duduk tanpa melakukan perlawanan. Tak lama kemudian ArionArion melepas kecupan bibirnya ketika melihat Erina terengah-engah.
"Makanya jangan suka menggoda suami kamu, Rin. Mas kan sudah memberitahu kamu kalau kamu menggod mas, kamu akan dapat hukuman. Jangan bilang kamu melupakan hal itu?" ucap Arion
Erina yang tengah meraup oksigen dengan rakus seketika membisu dengan apa yang diucapkan Arion. Ya. Erina memang melupakan apa yang telah diucapkan Arion beberapa hari yang lalu. Erina berpikir jika ucapan Arion hanya anvamam belakang. Namun Erina menyadari jika ucapan Arion bukan hanya sekedae ancaman atau isapan jempol setelah malam ini Arion mengecup kembali bibir Erina yang diakibatkan Erina menggoda sang suami. Ah.. Rasanya detak jantung Erina tidak berhenti bertalu-talu ketika bibi Arion mendarat di bibir Erina.
"Ayo.. Kita tidur Rin. Jadwal kita kan besok padat Rin setelah pembukaan rumah makan. Apalagi kamu, pasti akmu akan sibuk di dapur memaksa pesanan tamu yang datang. Walaupun sudah ada dua orang yang membantu dan juga mas, tapi kamu tetap ched utama rumah makan kita. Soalnya masakan kamu tidak ada duanya Rin. Sangat enak, lezat dan nikmat.." Arion mengacak rambut snag istri yang diikat dengan rapi lalu membaringkan diri di atas tempat tidur
Erina sedikit merasa kesalahan dengan sikap suaminya yang sekan tidak melakukan apa-apa setelah mengecup bibirnya salam waktu yang cukup lama. Tidak ingin. Mendebat sang suami, Erina memilih untuk ikut membaringkan diri di samping kiri smah suami yang tampaknya telah tertidur. Hembusan nafas teratur dan dengkuran nafas teratur terdengar dari sang suami yang tidur dengan posisi terlentang itu.