"Apa ada masalah?"
Mungkin karena Rio terlalu lama menatap pria di depannya, hingga akhirnya pria itu balik bertanya padanya. Rio segera menggelengkan kepalanya sebagai jawaban untuk pertanyaan pria itu.
"Tidak, tidak ada apa-apa!"
Meskipun pria besar itu memang mencurigakan, tapi Rio sama sekali tidak merasakan niat jahat dari pria tersebut. Pria itu malah nampak benar-benar khawatir dengan Rio.
Rio mengalihkan pandangannya dengan canggung, karena pria besar itu tidak melepaskan pandangannya ke arah Rio. Dia seperti menunggu Rio untuk menceritakan masalahnya. Rio merasa tidak yakin apakah dia harus menceritakan masalahnya pada pria besar itu atau tidak, tapi karena pria besar itu tak berhenti memandanginya, maka Rio memutuskan untuk menceritakan masalah.
"Apakah kau mau mendengarkan masalahku?"
"Ya... jika tak masalah..."
Rio merasa bahwa jawaban pria besar itu akan sama dengan jawaban Arya, jika Arya adalah orang yang menjadi lawan bicaranya saat ini. Mereka berdua memang cukup mirip satu sama lain, mungkin itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa dia mau menceritakan masalahnya.
"Sebetulnya Aku baru saja kehilangan salah satu sahabatku..."
"Kehilangan!?"
"Tidak, dia tidak mati, kuharap... tapi dia tiba-tiba saja menghilang tanpa memberi kabar apapun!"
"Menghilang?"
"Ya... menghilang..."
Entah bagaimana meskipun pria besar itu hanya mengatakan satu kata, tapi mereka masih bisa melanjutkan pembicaraan mereka. Perasaan aneh yang sama saat dia berbicara dengan Arya.
"Meskipun dia adalah sahabatku, tapi akhir-akhir ini Aku dibuat sadar bahwa Aku tidak benar-benar mengenalnya... Aku bahkan tak tahu apakah Aku pantas disebut sebagai sahabatnya... atau mungkin Aku hanya sekedar kenalan..."
"Kenapa kalian berteman?"
Sebuah pertanyaan singkat dan sederhana, namun sulit dijawab, tiba-tiba saja dilontarkan oleh pria besar itu. Rio juga mulai bertanya-tanya, kenapa mereka bisa sampai berteman.
Rio teringat kembali sewaktu mereka berdua masih SD, sewaktu mereka masih bocah asing yang kebetulan berada di kelas yang sama. Waktu itu mereka bahkan tidak pantas disebut kenalan, hanya dua orang yang kebetulan berada di kelas yang sama.
Rio sudah mendengar banyak kabar burung yang tidak baik tentang Arya, meskipun waktu itu dia hanyalah seorang bocah yang tidak bersalah. Kabar-kabar burung yang tersebar memang bukan tentang Arya secara langsung, melainkan Ayahnya. Rio mendengar bahwa Ayahnya adalah seorang penjahat.
Ayah Arya sudah meninggal lama, sebelum Arya bahkan lahir di dunia. Setidaknya itulah yang sudah Rio dengar waktu itu. Dia sendiri tidak tahu kebenaran kapan Ayah Arya meninggal, tapi dia tahu pasti bahwa kematian Ayahnya adalah karena dikeroyok massa saat Ayahnya ketahuan mencuri. Dia mendengar secara langsung pengakuan dari Arya saat ada teman-teman sekelasnya yang menanyakan hal tersebut dan secara tidak sengaja Rio mendengar hal tersebut, jadi kejadian itu kemungkinan besar memang terjadi.
Karena hal tersebutlah, banyak anak yang memilih untuk menjauh darinya, bahkan Ibu Rio pernah berpesan untuk tidak dekat-dekat dengannya. Rio mematuhi perkataan Ibunya, karena dia memang tidak memiliki alasan untuk tidak mematuhinya dan mendekati Arya.
Arya yang nampak selalu sendirian juga tidak mempermasalahkan soal kesendiriannya. Mungkin hal itu juga karena dirinya yang tidak banyak berbicara, bahkan Rio hanya mendengar Arya berbicara beberapa kali dalam seminggu, itu juga kebanyakan karena para guru yang bertanya padanya untuk menjawab soal yang berada di papan tulis. Dia memang anak yang sangat pintar, jadi sendirian mungkin memang bukan masalah bagi dirinya.
Selama bertahun-tahun Rio mengenal Arya, mereka tidak pernah berbicara berdua, mereka selalu saja menjaga jarak. Mungkin itu karena Arya selalu terasa membuat penghalang di sekelilingnya agar tidak ada anak-anak yang mau mendekatinya. Meskipun penghalang itu memang tidak pernah terlihat, tapi semua orang dapat merasakannya, makanya dari itu dia tidak memiliki satupun teman akrab.
Pemicu mereka menjadi teman mungkin memang adalah kejadian itu. Kejadian saat kakak laki-laki Rio tiba-tiba masuk penjara dan kabarnya sudah menyebar di seluruh sekolah. Ironisnya, bukan hanya para murid yang membicarakan hal tersebut, tapi juga para guru. Rio bahkan pernah memergoki mereka yang sedang berbicara tentang kakaknya.
Saat itulah pertama kalinya bagi Rio menyadari perasaan Arya. Teman-temannya mulai menjauhinya dan dirinya ditinggalkan sendirian. Meskipun Rio protes pada teman-temannya dan memberikan pembela tentang kakaknya pada mereka, teman-temannya hanya menjauhinya sambil berkata bahwa Aku adalah adik penjahat.
Kakaknya sebetulnya adalah anak yang sangat pandai dan rajin, dia bahkan sering mendapat peringkat tinggi dalam ujian di sekolahnya, tapi mungkin karena stress yang dia terima dari kedua orang tuanya untuk terus belajar, akhirnya kakaknya terlibat dengan dunia obat-obatan terlarang. Rio tidak tahu persis apa yang dilakukan oleh kakaknya, tapi nampaknya kakaknya sering membelanjakan uang jajannya yang besar dari pemberian orang tuanya sebagai hadiah, karena sudah siswa yang berprestasi di sekolah, untuk obat-obatan itu dan memberikannya pada teman-temannya, dia bahkan dicurigai sebagai dalang dari berbagai pesta yang melibatkan obat-obat itu di daerah Rio tinggal.
Rio bahkan tidak tahu kenapa obat-obatan itu terlarang, jadi wajar jika dia tidak mengerti kenapa perbuatan kakaknya dianggap kejahatan dan kenapa kakaknya harus mendekam di penjara. Jadi dia sama sekali tidak mengerti kenapa dia harus dipanggil adik penjahat. Kenapa dia harus mengalami hal seperti ini? Dia sama sekali tidak mengerti kenapa mereka memperlakukannya seperti ini.
Lalu masalah terbesar yang Rio hadapi waktu itu bukanlah masalah di sekolahnya, tapi di rumahnya. Dia sering sekali mendengar pentengkaran kedua orang tuanya. Padahal Rio tidak berada di ruangan yang sama dengan ruangan tempat orang tuanya bertengkar, tapi suara mereka tetap saja sampai ke kamarnya.
Satu-satunya hal yang patut disyukuri dari petengkaran mereka adalah mereka yang tetap tidak bercerai, meskipun mereka sering sekali bertengkar. Itu mungkin karena kedua orang tua Rio menikah karena dijodohkan dan kedua keluarga mereka yang tidak ingin mereka untuk bercerai. Apapun itu alasannya, Rio tetap bersyukur karena kedua orang tuanya tetap bersama.
Selama kejadian itulah Rio mulai berpikir, apakah mungkin ini adalah yang selama ini selalu dirasakan oleh Arya? Bocah pendiam itu memang tidak pernah memperlihatkan ekspresi wajah kesakitan apapun, tapi apakah mungkin di balik wajahnya yang nampak datar itu tersembunyi rasa sakit yang sangat besar?
Meskipun Rio sudah mulai mengerti perasaan Arya, tapi hal tersebut tetap tidaklah membuat mereka dekat satu sama lain. Mereka masih menjaga jarak satu sama lain. Mungkin kejadian yang membuat mereka menjadi teman adalah kejadian itu.
Saat itu sekolah sudah selesai dan Rio memutuskan untuk segera pulang, tapi tiba-tiba saja sekelompok 3 orang kakak kelas menghampirinya dan membawanya pergi ke belakang gedung sekolah yang sepi. Rio jarang berada di sana, tapi dia tahu bahwa tempat itu memang adalah tempat yang jarang dikunjungi oleh guru ataupun orang lain, jadi mungkin tidak akan ada orang yang akan menolongnya, jika sesuatu terjadi padanya. Mungkin Rio akan mencoba untuk berteriak meminta tolong, jika hal yang benar-benar buruk terjadi padanya, meski dia sadar bahwa ketiga kakak kelas itu tidak akan membiarkannya berteriak dengan mudah.
"Apa yang ka-kalian... inginkan...?"
Rio bertanya dengan suara yang gemetaran, lalu lelaki yang berada di tengah bertanya padanya.
"Kau adik dari si pengedar itu, kan?"
Pengedar? Rio tidak mengerti apa yang dimaksud oleh si lelaki itu, tapi karena dia menyebutkan adik tadi, maka mungkin yang dia bicarakan adalah tentang kakaknya.
"A-apa maumu...?"
"Tenang saja... kami hanya ingin tahu, apakah kau tahu dimana kakakmu mendapatkan barangnya..."
"Aku, Aku tidak tahu...."
Rio memberikan jawaban yang jujur. Dia memang tidak tahu dari mana kakaknya memperoleh obat-obatan itu. Meskipun Rio sudah cukup besar untuk mengerti bahwa apa yang mungkin dibicarakan oleh mereka adalah obat-obatan yang melibatkan kakaknya, tapi dia tetaplah anak kecil yang tidak tahu apapun mengenai dunia itu. Rio bahkan bertanya-tanya kenapa mereka bisa tertarik pada obat-obatan? Apa yang sebetulnya mereka ingin lakukan dengan obat-obatan itu.
"Ayolah, jangan berbohong... kau pasti tahu dimana biasanya kakakmu pergi, kan?"
Meskipun Rio mengatakan yang sebenarnya, tapi sayangnya mereka nampak tidak percaya dengan perkataan Rio, bahkan lelaki yang berada di sebelah kiri Rio mendekatinya dan merangkul leher Rio yang lebih kecil darinya dan memaksa Rio untuk mengatakan jawaban yang mereka inginkan.
"A-aku benar-benar tidak tahu apapun... sungguh!"
Mungkin karena jawaban yang diberikan oleh Rio masih sama, makanya wajah mereka bertiga berubah menjadi lebih mengerikan. Rio menutup matanya, karena takut dengan ekspresi wajah mereka yang sangat menakutkan dan juga karena tubuh mereka yang lebih besar darinya.
Saat Rio berpikir bahwa mereka akan memukulinya, saat itulah dia tiba-tiba saja mendengar sebuah suara penyelamat. Sebuah suara yang tidak pernah dia kira akan terdengar di saat seperti ini.
"Oi, kalian hentikan!"
Semua pandangan langsung mengarah ke asal suara tersebut, termasuk Rio yang sudah membuka kembali kedua matanya. Di sanalah mereka melihat seorang anak yang usianya tidaklah berbeda dengan Rio. Sosok kecil Arya dapat dilihat dari arah suara itu berasal.