Chapter 57 - Sahabat (6)

"Memangnya apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan menggantikan Ibuku!"

"A-apa maksudmu?!"

Jawaban Arya sangat mengejutkan bagi Rio. Dia bertanya balik bukan karena dia tidak mengerti apa yang dimaksud Arya dengan akan menggantikan Ibunya, melainkan karena dia ingin Arya memperjelas perkataannya.

"Aku akan menggantikan Ibuku untuk ditangkap atau disalahkan... Aku akan mengatakan bahwa Akulah yang melakukan kejahatan tersebut, bukan Ibuku!"

"Tapi mengapa kau mau melakukan hal tersebut? Lagi pula, apakah hal itu akan berhasil?"

"Aku tidak akan mengetahuinya sampai Aku mencobanya, tapi Aku akan tetap berusaha untuk membuat bukti bahwa Akulah yang melakukan kejahatan tersebut, lagi pula... jika Ibuku melakukan kejahatan, itu pasti demi kebaikanku!"

Rio tidak bisa merasa tidak kagum dengan apa yang dikatakan oleh Arya. Rio tidak pernah menyangka akan mendengar hal seperti itu dari Arya atau orang lain. Mungkin itu memang hanya perkataan anak-anak yang tidak serius, tapi perkataan itulah membuat hati Rio tergerak.

"Luar biasa! Bagaimana kau bisa tahu bahwa Ibumu akan melakukan kejahatan, jika itu demi dirimu!?"

"Itu tidaklah luar biasa... Aku sudah mengenal Ibuku sejak Aku lahir... meskipun Aku tidak ingat dengan sebagian besar waktuku sewaktu bayi, tapi Aku tahu bahwa Ibuku telah berusaha keras membesarkanku seorang diri... Aku mungkin hanya bisa mengatakan ini untuk Ibuku, tapi Aku tidak yakin apakah Aku bisa mengatakan hal yang sama pada Ayahku... lagi pula, Aku mengetahui sedikitpun kepribadian Ayahku!"

"Tapi Arya, jika dia bisa menikahi Ibumu, bukankah berarti dia juga adalah orang baik? Ibumu tidak mungkin menikahi orang jahat, kan?"

Sebuah pertanyaan sederhana Rio membuat Arya terdiam. Bocah itu nampak merenungkan apa yang baru saja dikatakan oleh Rio. Sepertinya dia tidak bisa menyangkal bahwa apa yang dikatakan Rio ada benarnya.

"Entahlah... kurasa kau memang benar, tapi jika dia benar-benar orang baik... kurasa dia tidak akan melakukan tindakan kejahatan yang akan membuatnya harus meninggalkan keluarganya!"

Rio dapat merasakan perasaan sedih saat Arya mengatakan hal tersebut. Rio sudah tahu bahwa Ayah Arya meninggal, karena dihabisi oleh massa.

"Kejahatan Ayahmu adalah mencuri, kan?"

"Ya... kenapa...?"

"Apakah kau pernah berpikir kenapa Ayahmu mencuri? Pasti ada alasan kenapa Ayahmu melakukan hal tersebut, kan?"

Arya kembali nampak berpikir. Dia tidak terlihat tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan Rio, dia hanya nampak ragu untuk mengatakannya.

"Ada apa? Apakah kau mengetahui sesuatu?"

Arya memandang Rio dengan pandangan ragu-ragu. Dia nampak tidak yakin apakah dia harus mengatakannya pada Rio atau tidak. Rio tidak memaksanya, dia hanya dengan sabar menunggu Arya membuka mulutnya.

"Ibuku tidak pernah menceritakan apapun tentang kematian Ayahku, Aku hanya mendengar gosip dari para tetangga."

"Lalu apa yang mereka katakan?"

"Nampaknya Ayahku meninggal saat Ibuku akan melahirkanku..."

"Tunggu... apakah itu artinya..."

"Ayahku mungkin tidak memiliki biaya yang cukup untuk biaya melahirkan Ibuku atau mungkin dia ingin membelikan sesuatu untuk Ibuku atau Aku, setelah Aku lahir... Aku memang tidak memiliki bukti apapun, tapi kurasa kau benar.... Ayahku mungkin telah melakukan sesuatu yang baik demi diriku!"

Arya nampak tersenyum saat dia mengatakan hal tersebut. Ini adalah pertama kalinya Rio melihat senyuman tulus Arya. Rio pun ikut tersenyum saat melihat senyuman tersebut.

"Begitukah... kalau begitu, maukah kau bermain lagi denganku besok?"

"Kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal itu?"

"Sudahlah... memangnya kenapa? Tidak ada salahnya bermain dengan teman, kan?"

Arya nampak tidak puas dengan keputusan seenaknya yang dikatakan oleh Rio, dia memang terlihat ingin mengeluh, tapi pada akhirnya Arya tidak pernah mengatakan apapun dan keesokan harinya mereka kembali bermain di taman itu, tapi tidak seperti kemarin, kali ini mereka benar-benar mencoba semua permainan yang ada di taman itu.

Setelah kejadian itu, hubungan pertemanan Arya dan Rio semakin menguat, mereka bahkan seperti duo yang tak terpisahkan. Tentu hubungan mereka hanyalah sebatas teman dan tidak ada yang namanya hubungan terlarang, tapi hubungan mereka memang lebih kuat dari pada pertemanan biasa.

Bukan hanya hubungannya dengan Arya yang membaik sejak saat itu, tapi hubungan Rio dan orang tuanya juga menjadi lebih baik, mereka memang tidak menjadi sangat akrab, tapi Rio sudah mulai bisa tersenyum lagi di depan mereka. Dia bahkan tidak merasa begitu tertekan lagi dengan apa yang tuntutan yang diberikan oleh orang tuanya.

Mungkin orangnya sendiri tidak pernah menyadari hal tersebut, tapi Arya telah menyelamatkan hidup Rio dan sejak saat itu, Rio memiliki hutang yang sangat besar padanya.

"Setelah kejadian itu... kami melakukan hal bersama, seperti belajar, bermain.... bahkan kami pernah pergi berbelanja berdua ke mal, meskipun kami masih berusia dibawah 12 tahun dan hampir dikira sebagai anak hilang saat satpam mal saat dia memergoki kami yang sering bolak-balik di satu tempat yang sama!"

Rio menceritakan kisah masa lalunya dengan ekspresi yang sangat bahagia. Dia bahkan sampai lupa memeriksa ekspresi lawan bicaranya saat dia tenggelam ke masa lalunya.

"Jika dipikirkan lagi, Dia memang sudah banyak membantuku, terutama dalam membantuku belajar dan memperbaiki nilaiku... Dia membantuku mengerjakan PR-ku dan dia masih sempat mengajariku saat kami akan ujian... berkat hal itu pula, orang tuaku, terutama Ibuku, menjadi sering memujiku... meskipun nilaiku tidak pernah menandinginya, tapi nilaiku tidak pernah buruk sejak saat itu!"

Mungkin karena lawan bicaranya hanya diam saja, makanya Rio hanya melanjutkan ceritanya tanpa berhenti sama sekali. Mungkin itu juga karena dia sudah biasa berbicara dengan orang pendiam, makanya dia bisa berbicara banyak tanpa khawatir dengan respon dari lawan bicaranya.

"Meskipun dia sudah banyak membantuku... tapi Aku masih belum bisa membalas kebaikannya... setidaknya Aku ingin membantunya di saat dia susah, tapi dia pada akhirnya tidak pernah bergantung padaku... itu memang sudah menjadi sifatnya, jadi kurasa Aku memang tidak bisa berbuat banyak tentang hal itu..."

Rio akhirnya terdiam setelah mengatakan hal tersebut, dia menghembuskan nafasnya sebentar, sebelum melihat ekspresi wajah lawan bicaranya yang masih terdiam sejak awal ceritanya.

"Maaf, sepertinya Aku kebanyakan berbicara... apakah Aku mengganggumu?"

"Tidak... itu bukan masalah..."

Jawabannya benar-benar mirip dengan Arya. Rio tersenyum sedikit saat menyadari hal tersebut. Apakah semua orang pendiam memang memiliki jawaban seperti itu?

"Apakah menurutku Aku adalah teman yang baik bagi sahabatku itu... meskipun Aku tidak tahu apakah dia menganggapku sebagai sahabatnya atau tidak, tapi bagiku dia adalah sahabat terbaik yang pernah kudapatkan!"

Rio tidak pernah menyebutkan nama Arya di depan pria besar itu. Rio tidak yakin apakah menyebutkan nama Arya adalah ide yang baik atau tidak. Rio memang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya, tapi firasatnya mengatakan bahwa lebih baik dia tidak menyebutkan nama sahabatnya itu pada sembarang orang. Lagi pula, kecil kemungkinan pria besar di depannya mengetahui nama Arya, jadi mungkin tidak ada gunanya menyebutkan namanya.

"Aku bukan sahabatmu, jadi Aku tidak tahu!"

"Begitukah... kurasa kau memang benar.... apa yang kutanyakan tadi... benar-benar bodoh..."

Rio merasa bodoh, karena telah menanyakan hal tersebut. Mana mungkin orang asing mengetahui jawabannya, sementara dirinya sendiri tidak tahu pasti jawabannya.

"Tapi... kurasa kau adalah orang yang baik..."

Rio terdiam saat pria besar itu melanjutkan kembali perkataannya. Rio memandang pria besar itu dengan pandangan terkejut.

"Aku tidak tahu..... apakah itu berarti kau adalah teman yang baik atau bukan.... tapi Aku merasa kau akan menjadi teman yang baik.... setidaknya itu menurutku...."

"Terima kasih..."

Senyuman muncul di bibir Rio saat mendengarkan perkataan pria besar itu. Rio jadi ingat, dia belum menanyakan siapa nama pria besar itu, padahal mereka sudah berbicara cukup lama.

"Nah, kalau boleh tahu... siapa namamu?"

Rio memberanikan dirinya untuk menanyakan nama pria besar itu. Meskipun dia belum mempercayai pria besar itu sepenuhnya, tapi dia merasa bahwa pria besar itu bukanlah orang yang jahat.

Pria itu nampak sedikit ragu menyebutkan namanya, karena dia hanya terdiam, begitu dia mendengar pertanyaan Rio. Rio hanya dengan sabar menunggu jawaban dari si pria besar, dia dan Arya memiliki sifat yang mirip, jadi dia hanya perlu menunggu dan dia akan mendapatkan jawaban yang dia ingin. Dia percaya akan hal tersebut.

Setelah beberapa saat berpikir, seperti yang diharapkan oleh Rio, pria besar itu memberitahukan namanya dengan suara pelan.

"... Roy..."

Rio tertawa sedikit saat mendengar namanya. Dia tidak menyangka bahwa namanya dengan nama pria besar itu tidaklah jauh berbeda.

"Ada apa?"

Pria besar itu nampak bingung saat tiba-tiba Rio tertawa, begitu dia mendengar namanya. Mungkin Roy merasa bahwa Rio menganggap namanya lucu atau aneh.

"Maaf, Maaf, Aku tidak bermaksud menertawakan namamu... hanya saja, Aku tidak menyangka bahwa nama kita akan mirip... namaku adalah Rio! Roy dan Rio terdengar cukup mirip, kan?"

"Kurasa itu memang mirip..."

"Benar, kan! Nama kita memang mirip!"

Rio tersenyum dengan lebar, setelah mengatakan hal tersebut. Meskipun masalahnya masih belum selesai, tapi dia sedikit bersyukur, karena pertemuan mereka telah membuat senyumannya kembali. Rio tidak tahu berapa lama senyumannya akan bertahan, tapi dia yakin akan menghargai pertemuan ini, apapun yang terjadi di masa depan nanti.