Chapter 58 - Sahabat (7)

Rio berpisah dengan Roy, setelah mereka keluar dari pemandian. Meskipun dia sempat depresi tadi, karena pencariannya tidak membuahkan hasil sama sekali, tapi setidaknya perasaannya menjadi lebih baik.

Hal pertama yang dia lakukan saat berada di mobilnya adalah menghidupkan kembali smartphone-nya. Dia mematikan smartphone-nya agar dia bisa menghemat baterainya, karena Rio berencana untuk tidak pulang hari ini, setidaknya tidak sampai dia bertemu dengan Arya.

Saat dia menghidupkan smartphone-nya, dia bisa melihat banyak pesan masuk dan panggilan tak terjawab dari kedua orang tuanya. Rio tidak menyangka bahwa kedua orang tuanya akan mengkhawatirkannya seperti ini.

Dia memang belum mengecek smartphone-nya sejak dia bangun dari tidurnya, jadi banyak pesan yang belum terbaca sejak tadi malam. Untuk menghindari masalah dengan orang tuanya lebih lanjut, Rio memutuskan untuk membaca pesan mereka, lalu membalasnya terlebih dahulu.

Rio merasa sedikit bersalah, karena harus berbohong tentang alasannya tidak pulang tadi malam. Dia beralasan bahwa dia kemarin malam menginap di rumah temannya, karena di luar sedang hujan dan baru saja bangun tidur beberapa saat yang lalu, dia tidak sempat mengecek pesan yang masuk ke smartphone-nya, karena dia terlalu lelah untuk melakukan hal tersebut.

Dia tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya, karena kemungkinan orang tua Rio tidak akan mengizinkannya untuk tetap berkeliaran, jika mereka tahu bahwa Rio mungkin saja berurusan dengan kejahatan. Arya memang belum tentu berurusan dengan kejahatan, tapi dia tidak ingin ada penghalang yang menghambatnya untuk mencari sahabatnya itu.

Meski begitu, Rio sebetulnya merasa senang dengan semua pesan masuk tersebut. Meskipun kemarin malam mereka sibuk dengan pesta mereka, tapi mereka masih sempat mengkhawatirkannya. Mungkin kekhawatiran mereka memang berasal dari rasa takut mereka bahwa Rio akan mengalami hal yang sama dengan kakaknya, tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa orang tua Rio masih peduli dengannya.

Rio mengatakan pada orang tuanya bahwa dia akan pulang jam 9 malam, karena dia masih berencana untuk bermain bersama teman-temannya saat mereka membalas apa yang Rio rencanakan dengan teman-temannya, dia mengatakan bahwa mereka ingin berkeliling kota, mumpung sedang akhir pekan. Meskipun orang tua Rio nampak enggan mengizinkannya, tapi pada akhirnya mereka membiarkan Rio pulang asalkan dia benar-benar pulang jam 9 malam nanti.

Jadi sebelum pukul 9 malam, Rio masih memiliki waktu untuk mencari Arya. Untuk saat ini, Rio berencana untuk mencarinya di tempatnya bisa makan, karena saat ini perut Rio mulai bergetar dan berbunyi yang menandakan bahwa perutnya ingin diisi oleh makanan.

Rio melihat buku catatan yang dia tinggalkan di dalam mobil. Buku itu berisi nama-nama tempat yang sudah dia kunjungi tadi malam. Setelah melihat daftar itu, Rio memutuskan untuk pergi ke tempat terdekat dari sana yang belum masuk ke dalam daftarnya.

Setelah sampai pada tempat tujuannya, Rio kembali mengulangi apa yang dia lakukan tadi malam. Bertanya pada pelayan di tempat makan itu tentang apakah mereka pernah melihat Arya sambil menunjukan fotonya di smartphone-nya, meski jawaban dari si pelayan sama dengan yang dia dapatkan tadi malam, tapi kali ini ada sedikit perbedaan, kali ini dia juga memesan makanan dan minuman, lalu meminta pelayan itu untuk membantunya mengisi kembali daya baterai smartphone-nya. Untuk saja pelayan itu cukup ramah dengan mengizinkannya mengisi kembali daya smartphone-nya atau mungkin Rio harus membeli powerbank atau mencari tempat lainnya yang bisa dia gunakan untuk mengisi daya baterai smartphone-nya.

Makan siangnya kali ini hanyalah hamburger, kentang goreng dan cola. Makan siang yang tidak sehat, tapi Rio menganggap bahwa itu sudah cukup untuknya saat ini. Dia saat ini tidak sedang dalam nafsu makan yang baik dan hanya ingin mengisi perutnya.

Rio menghabiskan waktu di tempat makan itu kurang lebih selama 30 menit, karena dia juga membutuhkan toiletnya, setelah dia selesai dengan makan siangnya.

Setelah mengambil kembali smartphone-nya dan memberikan uang tip lebih pada si pelayan, Rio segera melanjutkannya pencariannya.

Dia terus melakukan pencariannya sampai larut malam. Meski dia sudah mencari di berbagai tempat, tapi sayangnya dia tidak menemukan hasil apapun yang memuaskan. Tidak ada satupun toko yang dia kunjungi yang mengetahui atau melihat Arya.

Rio sebetulnya hampir menyerah, karena waktu sudah semakin malam dan semakin dekat dengan batas waktunya untuk tetap berada di luar rumah. Rio memutuskan untuk mengecek 3 tempat lagi, sebelum dia pulang, jika dia tidak menemukan petunjuk apapun mengenai Arya, maka dia memutuskan untuk menyerah saja, setidaknya untuk saat ini.

Rio kemudian memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah Cafe yang berada tak begitu jauh dari kampusnya yang memiliki nama cukup aneh baginya. Heaven's Eden. Rio jadi ingin tahu orang macam apa yang memberikan nama cafenya dengan nama tersebut.

Saat dia masuk, dia hanya melihat seorang pria tua yang sedang membersihkan gelas di counter bar. Pria tua itu tersenyum pada Rio yang baru masuk.

"Selamat datang, tuan... ada yang bisa saya bantu?"

Pria tua itu menyambutnya dengan ramah, Rio hanya menganggukan sedikit kepalanya sebagai balasan dari sapaannya, sebelum mengeluarkan smartphone dan menunjukan foto Arya padanya.

"Anu.. maaf, apakah kau pernah melihat orang ini?"

Pria tua itu menatap sebentar smartphone Rio, sebelum menggelengkan kepalanya, tanda bahwa dia tidak mengetahui siapa orang di dalam foto tersebut ataupun pernah melihatnya.

"Begitukah... terima kasih..."

Rio menyimpan kembali smartphone dan berniat untuk pergi dari sana, tapi suara dari si pria tua menghentikan langkahnya.

"Maaf, jika boleh Aku tahu... kenapa kau mencarinya?"

Rio memeriksa wajah si pria tua. Pria itu tidak nampak mencurigakan, dia hanya terlihat seperti pria tua pada umumnya. Mungkin yang membedakannya dengan pria tua biasanya adalah tubuhnya yang masih bisa berdiri tegap. Sepertinya tidak ada masalah, jika dia menceritakan sedikit masalahnya pada pria tua itu.

"Dia adalah sahabatku, dia tiba-tiba saja menghilang tadi malam."

"Apakah kau tidak bisa menghubunginya, anu... "

"Rio.... namaku Rio! Sayangnya, Aku tidak bisa menghubunginya..."

"Kau nampak lelah, Rio... kau bisa duduk dan beristirahat dulu, jika kau memang kelelahan!"

"Terima kasih!"

Rio memutuskan untuk menerima tawaran pria tua itu. Dia memang sempat bersemangat tadi siang, tapi sekarang dia sudah mulai kembali kehilangan tenaganya, jadi mungkin memang ide yang baik untuk beristirahat sebentar.

"Namaku Meister Sengoku Ming... jadi apa masalah yang sedang kau hadapi? Dan ini traktiranku, silahkan diminum!"

"Terima kasih!"

Setelah memperkenalkan namanya, pria tua itu (Meister Sengoku Ming), menyerahkan segelas susu padanya. Meskipun rak-rak di belakangnya terpajang botol-botol yang nampak seperti botol alkohol, tapi sepertinya dia juga menyajikan susu untuk orang-orang yang lebih muda.

Sejujurnya Rio tidak mengetahui bagaimana cara merespon nama pria tua itu dan minuman yang dia sajikan, jadi dia hanya mengucapkan terima kasih padanya.

Rio dengan perlahan memasukan isi gelasnya ke tenggorakannya dan mengosongkan gelas tersebut.

"Jadi apakah kau bersedia memberitahuku apa yang terjadi?"

Rio dengan ragu menceritakan apa yang terjadi. Dia merasa lebih baik, setelah menceritakan masalahnya tadi siang, jadi mungkin dia juga akan menjadi lebih baik, jika dia kembali menceritakan masalahnya.

"Hmm... cerita yang menarik!"

Itulah respon pertama yang diberikan oleh Meister saat dia mendengar cerita Rio. Entah mengapa Rio merasa sebal dengan reaksi yang dia tunjukan setelah mendengar ceritanya, terutama bagian dia yang mengelus-elus janggutnya.

"Sejujurnya ada bagian yang sangat aneh, terutama bagian dari cara Ibu temanmu itu terbunuh... seharusnya tidak ada hewan buas di sekitar sini, meskipun ada, bagaimana cara dia masuk ke dalam rumah? Meskipun hewan buas itu bisa masuk, bagaimana mungkin Ibu temanmu itu tidak mencoba menyelamatkan dirinya dengan keluar rumah... dia seharusnya bisa keluar dari rumahnya dan meminta pertolongan, meskipun dia sedang demam!"

Di luar dugaan, tanggapan yang dia keluarkan setelah cukup masuk akal. Setelah dia mengatakan hal tersebut, memang ada banyak hal yang aneh tentang kematian Ibunya Arya. Bagaimana bisa Ibunya terbunuh di dalam rumahnya sendiri.

"Menurutmu, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Entahlah, mungkin temanmu sendiri yang membunuh Ibunya atau mungkin itu adalah konspirasi dari ATS!"

Rio tidak bisa membayangkan Arya akan membunuh Ibunya sendiri, jadi kemungkinan yang terjadi memang itu adalah perbuatan dari ATS. Rio sedari awal memang sudah curiga, jika keberadaan ATS di lokasi itu memang mencurigakan. Apa yang dilakukan oleh organisasi anti teroris di rumah korban serangan hewan buas?

"Jadi apa menurutmu sahabatku saat ini ditahan oleh mereka?"

"Entahlah... kau perlu menyelidiki mereka, jika kau ingin tahu jawabannya!"

Rio mengangguk setuju, sepertinya memang hanya itulah yang bisa dia lakukan, jika ingin mengetahui jawaban dari segala keanehan yang baru-baru ini terjadi di sekelilingnya dan Arya.

"Terima kasih... anu... tuan Meister..."

Saat Rio akan memberikan uang untuk susunya, Meister menghentikan Rio dengan gerakan tangannya.

"Kau tidak perlu membayarnya, sudah kukatakan itu adalah traktiranku!"

"Tapi..."

"Sudah kukatakan, kau tidak perlu membayarnya! Aku melakukannya, karena Aku suka... Aku juga senang, karena bisa membantumu!"

"Begitukah... kalau begitu, terima kasih!"

"Kau tidak perlu berulang kali mengucapkan terima kasih!"

Meister tersenyum sangat lebar. Mulut Rio tanpa sadar membentuk senyuman, setelah dirinya melihat senyum tersebut. Setelah melambaikan tangannya pada Meister yang juga melambaikan tangannya, Rio segera meninggalkan Cafe tersebut. Meskipun pria tua itu sedikit aneh, tapi nampaknya adalah orang yang baik.

Untuk saat ini, Rio memutuskan untuk pulang ke rumahnya, lalu mulai menyelidiki tentang ATS lewat internet malam ini.

Kembali ke dalam Cafe, setelah melihat Rio pergi, senyum di wajah Meister menghilang. Dia kemudian berjalan menuju dapur, setelah dia mengunci pintu Cafenya dan memasang tanda tutup pada pintu depan Cafenya.

Setelah mengambil potongan daging yang cukup besar dari lemari es, dia memasuki jalan rahasia yang belum ditutup oleh orang yang membukanya. Setelah menutup pintu menuju jalan tersebut, dia dengan menggunakan senter sebagai sumber cahaya, berjalan menyusuri lorong yang sangat gelap.

Setelah dia berjalan melewati pintu masuk ke sebuah ruangan yang terbuka lebar, dia segera menuju ke ruangan yang dia anggap berisi orang-orang. Saat memasuki ruangan itu, dia langsung melihat tiga orang, dua pria dan satu wanita , dua orang yang sedang duduk bersandar pada dinding dan satu orang yang sedang tak sadarkan diri.

"Kalian seharusnya menutup kembali pintu masuk itu, jika kalian ingin tempat ini tetap aman!"

"Oh, Meister, kah? Meskipun kami tak menutupnya, tak akan ada orang masuk ke dalam sini!"

"Maaf..."

Meister memberikan sedikit ceramah akan kecerobohan mereka. Si wanita yang berada di ruangan itu hanya memberikan alasan logisnya untuk membalas ceramah Meister, sedangkan si pria hanya meminta maaf dengan jujur.

"Jadi bagaimana keadaannya?"

"Seperti yang kau lihat, dia tidak terlalu baik, tapi nyawanya tidak terancam!"

"Begitukah..."

Meister kemudian berjalan mendekati si pria yang sedang tak sadarkan diri, dia lalu mendekatkan potongan daging yang dia bawa ke dekat hidungnya. Hidung milik pria itu, Arya, bergerak-gerak saat mencium bau daging itu dari dekat.

Tak berapa lama kemudian, dirinya tersadar dan segera menyantap daging yang tersaji di depan matanya. Tak butuh waktu 1 menit, daging itu telah menghilang.

"Dilihat dari reaksimu... sepertinya kau baik-baik saja, ya..."

"Meister, kah... apa yang kau lakukan di sini?"

Mata Arya yang berubah menjadi mata serigala saat terbangun tadi, sekarang sudah kembali seperti mata manusia. Dia bertanya pada Meister dengan nada yang tidak tertarik.

"Kau mungkin akan terkejut saat mendengar ini... tadi Aku bertemu dengan orang yang bisa kau sebut sebagai sahabatmu!"

Wajah Arya nampak terkejut saat mendengar perkataan Meister, dia yang semula tak berniat memandang wajah Meister, sekarang menatapnya dengan lekat-lekat.

"Apa yang dia lakukan di sini dan apa yang kau bicarakan dengannya?!"

"Tenanglah, Aku akan menceritakan semuanya!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Meister menceritakan semua yang terjadi di Cafe tadi. Tentang Rio yang datang ke Cafe dengan wajah kelelahan dan tentang dirinya yang sedang mencari keberadaan Arya, dia juga menceritakan apa yang mereka bicarakan di Cafe.

"Apa niatmu dengan mengatakan tentang ATS padanya?!"

Arya langsung menatap tajam Meister, begitu dia menceritakan bahwa dia mengatakan pada Rio kalau ATS itu sangat mencurigakan. Arya sudah tahu jika ATS bukanlah organisasi sembarangan dan berbahaya, jadi tentu saja dia akan marah, jika Meister menceritakan tentang ATS pada sahabatnya.

"Tenanglah, Aku hanya membuat pengalih perhatian! Aku tidak berniat mencelakakannya!"

"Kau tahu jika ATS berbahaya, kan?"

"Hanya pada mahluk seperti kita, jangan lupa bahwa temanmu adalah manusia biasa, jadi dia akan baik-baik saja!"

Arya tidak bisa menyangkal perkataan Meister. ATS mungkin adalah organisasi yang berbahaya bagi mereka, tapi ATS tidak akan melakukan tindakan ceroboh yang akan menyakiti warga sipil.

"Lebih penting lagi, apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan melanjutkan latihanmu?"

"Tentu saja, Aku akan melanjutkan latihanku!"

Arya segera berdiri dan melihat ke arah Roy berada. Pria besar itu langsung mengerti apa yang diinginkan oleh Arya, jadi dia kembali menyiapkan pedangnya.

Meskipun Ageha memberikan pandangan khawatir, tapi dia tidak mengatakan apapun dan hanya menyaksikan kembali latihan Arya dan Roy.

Setelah mengambil tempat yang agak jauh dari Meister dan Ageha berada, mereka berdua kembali melanjutkan latihan mereka.