Chapter 56 - Sahabat (5)

Rio membawa Arya ke sebuah taman yang berada tak jauh dari sekolah mereka, mereka langsung duduk di ayunan begitu mereka sampai di taman tersebut. Saat ini tidak ada siapapun di taman selain mereka berdua.

Rio sebetulnya memiliki seorang Sopir yang menjemputnya, tapi karena si Sopir yang mengatarnya selalu menunggu di dalam mobilnya dan tidak begitu peduli dengan Rio, makanya dia tidak datang mencari Rio saat bocah itu terlambat keluar dari sekolahnya. Dia malah lebih sibuk dengan game di handphone-nya dari pada mengkhawatirkan keadaan Rio.

Makanya dari itu, dia hanya menyuruh si Sopir untuk menunggu di luar taman tanpa mengganggunya. Si Sopir hanya menganggukan kepalanya tanpa menanyakan apapun. Dia nampak tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh Rio dan hanya peduli dengan melaksanakan tugasnya. Rio sebetulnya cukup bersyukur, karena si Sopir tidak ikut campur dengan masalahnya.

"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?"

Mungkin karena sudah tidak tahan dengan suasana hening di antara mereka, jadi Arya memutuskan untuk menanyakan urusan Rio dengannya.

Rio menggerakan ayunannya, sebelum memberikan pertanyaannya.

"Hmm... apa yang biasanya kau lakukan?"

"Belajar!"

Jawaban biasa yang membosankan. Rio memang tidak pernah berharap banyak, tapi dia tidak menyangka bahwa jawaban Arya akan sangat singkat.

"Apakah hanya itu yang ingin kau tanyakan, Aku ingin segera pulang!"

Arya bahkan belum menggerakan ayunannya, tapi dia sudah nampak sangat bosan dan ingin segera pergi dari sana.

"Kau selalu mengatakan belajar, tapi apakah tak ada yang lebih penting bagimu selain belajar?"

"Ibuku!"

Kembali, Arya hanya memberikan jawaban yang singkat. Sepertinya berbicara dengan orang yang pendiam memang tidak akan menghasilkan jawaban yang panjang darinya, jadi sepertinya Rio yang harus mengendalikan pembicaraan mereka.

"Kalau boleh bertanya, kenapa kau menganggap Ibumu penting? Tentu saja Aku tahu jika orang yang melahirkanmu itu sangat penting bagimu... tapi sejujurnya Aku tidak begitu yakin apakah Ibuku menyayangiku atau tidak... dia hanya peduli dengan nilaiku dan Aku harus menghindar dari menjadi seperti kakakku!"

"Hmmm... Aku tidak punya alasan khusus... Aku tidak tahu apa yang terjadi pada kau dan Ibumu, tapi Aku merasa bahwa Ibumu tetap menyanyangimu dengan caranya sendiri!"

Rio cukup terkejut saat mendengar Arya mengatakan sesuatu yang cukup panjang, jadi dia menghentikan laju ayunannya dan menatap wajah Arya yang berada di sampingnya. Apa yang dia katakan memang ada benarnya dan jawabannya lumayan bagus, meski kalimatnya sedikit pasaran. Jadi apa mungkin Arya akan memberikan jawaban yang bagus, jika dia menanyakan pertanyaan yang bagus pula.

"Apakah kau tidak pernah bertengkar dengan Ibumu?"

"Kurasa tidak... Aku tidak begitu sering berbicara dengan Ibu, selain Ibuku yang menanyakan tentang keadaanku di sekolah, dan biasanya Aku akan menuruti semua permintaan Ibuku, meski Ibuku jarang memberikan perintah yang menyulitkan!"

Arya kembali memberikan jawaban yang cukup panjang. Sepertinya dia memang harus memberikan pertanyaan yang layak untuk mendapatkan jawaban yang layak pula.

"Aku jadi iri denganmu, meskipun Aku juga tidak ingin jadi dirimu!"

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, kau memiliki hubungan yang baik dengan Ibumu, kan?"

"Ya, kurasa..."

"Meskipun kau memiliki hubungan yang baik dengan Ibumu, tapi sayangnya kau tidak memiliki teman baik... jadi kurasa Aku memang iri dengan hubunganmu dan Ibumu, tapi sayangnya Aku tidak ingin menjadi orang yang tidak memiliki teman baik!"

"Apakah itu perlu? Teman pada akhirnya hanya orang asing, mereka tidak akan peduli padamu!"

Jawaban yang diberikan Arya jauh lebih dewasa dari pada usianya yang sebenarnya. Bahkan Rio tidak bisa menyangkal sepenuhnya perkataan Arya. Meski begitu, dia juga tidak bisa setuju dengan perkataannya.

"Tidak semua orang sama... kurasa ada beberapa orang yang bisa peduli padamu..."

"Contohnya?"

"Diriku!"

Arya menatap Rio dengan pandangan meragukan. Sepertinya dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Rio tadi.

"Kenapa kau peduli padaku?"

"Lalu Aku tanya kembali, kenapa kau peduli padaku?"

"Sejujurnya Aku tidak peduli denganmu!"

"Lalu kenapa kau mau menolongku tadi? Kau bisa saja mengabaikanku, kan? Tapi kau lebih memilih menolongku, kurasa itu adalah bukti kau peduli padaku!"

"Kalau Aku peduli padamu, Aku akan mengetahui namamu!"

Jawaban balik Arya sangat menyakitkan Rio. Meskipun dia masih anak kecil, tapi mulutnya sangatlah tajam. Rio tidak bisa menyangkal apa yang dikatakan oleh Arya tadi. Bocah itu memang tidak peduli sedikitpun pada dirinya.

"Lalu kenapa kau menolongku!"

"Aku hanya tidak suka melihat orang lain ditindas!"

Sepertinya Arya memang menolong orang, karena dirinya memang orang yang baik. Dia sama sekali tidak peduli dengan siapa yang dia tolong, tapi dia tetap akan mengulurkan tangannya untuk menolong pada siapapun yang membutuhkan pertolongannya, meski dia tidak mendapatkan imbalan apapun.

"Kurasa itu sama saja dengan peduli! Kau mungkin tidak mengenalku, tapi kau tetap peduli pada orang-orang yang sedang kesulitan, jadi itu adalah bentuk dari kepedulianmu!"

Rio sadar bahwa dirinya sedang berkeras kepala. Sifat kenakanannya tidak membiarkan dirinya salah dan ingin membuktikan bahwa Arya memang peduli dengannya.

"Terserah kau saja!"

Arya berkata dengan malas. Sepertinya tidak sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini. Rio harus segera mengganti topik pembicaraan mereka, sebelum Arya kembali ingin beranjak dari ayunannya.

"Bagaimana dengan Ayahmu? Kau mengatakan bahwa kau peduli pada Ibumu, kan? Apakah kau juga peduli dengan Ayahmu?"

"Ayahku sudah meninggal!"

Sial! Dia melupakan hal tersebut. Rio dengan takut-takut memperhatikan wajah Arya, dia berharap bahwa dia tidak akan marah, tapi wajah Arya nampak tidak berubah, padahal Rio baru saja menyentuh topik yang sensitif.

"Apa kau tidak marah?"

"Untuk apa?"

"Itu... hmmm... kau tahu, kan?"

"Maksudmu, Ayahku?"

"Iya..."

"Dia sudah meninggal, bahkan sebelum Aku lahir... Aku hanya pernah melihat wajahnya dari fotonya... mana mungkin Aku bisa peduli pada orang yang tidak pernah bertemu langsung denganku... meski dia Ayahku, tapi Aku hanya merasa dia seperti orang asing!"

Tidak ada kebohongan di jawaban Arya. Rio yang masih anak-anak saja bisa mengetahui hal tersebut.

"Tapi dia adalah Ayahmu..."

"Lalu?"

Rio menundukan kepalanya dengan sedih. Ketidakpedulian Arya pada Ayahnya entah mengapa membuatnya merasa sangat sedih. Meskipun itu bukan urusannya, tapi hati kekanakannya yang masih sensitif merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Arya sangatlah menyedihkan.

"Ini mungkin tidak ada kaitannya denganmu, tapi Aku memiliki seorang kakak laki-laki yang sangat kusayangi... apakah kau sudah pernah mendengar kabar tentang kakakku?"

"Aku saja tidak kenal denganmu, bagaimana Aku bisa mengetahui kabar kakakmu?!"

Perkataan logis yang menyakitkan seperti biasa. Mungkin karena dia sudah terbiasa dengan cara berbicara Arya, makanya dia dapat tersenyum kali ini.

"Kurasa kau memang benar, tapi kupikir kau pernah mendengar bahwa kakak salah seorang teman sekelasmu baru saja ditangkap karena kasus obat-obatan!"

"Aku tidak tertarik dengan narkoba!"

"Sudah kuduga!"

Perasaan yang aneh, meskipun Arya masih tidak peduli seperti biasa, tapi kali ini perkataannya dapat membuat hatinya merasa sedikit lebih hangat. Mungkin itu karena setiap anak yang telah mendengar cerita tentang kakaknya selalu saja menjauhinya dan memusuhinya. Mereka memandangnya seperti seorang penjahat, padahal kakaknya adalah orang yang melakukan perbuatan tersebut.

"Kau mungkin tidak peduli, tapi apakah kau mau mendengarkan ceritaku!"

"Ya, jika hanya mendengarkan..."

"Terima kasih..."

Meski perkataan Arya seolah-olah dia tidak peduli, tapi Rio tetap merasa bahwa bocah itu mulai merasa peduli dengan ceritanya. Mungkin itu karena bocah itu sadar bahwa cerita Rio adalah sesuatu yang penting bagi Rio.

"Kakakku dulunya adalah orang yang sangat dibanggakan oleh kedua orang tuaku, bahkan mereka lebih memberikan perhatian lebih pada kakakku dari pada diriku yang berusia jauh lebih muda darinya... Aku sebetulnya tidak merasa iri sedikitpun pada kakakku, malahan Aku juga ikut bangga dengan kakakku, mungkin itu juga karena kakakku bersikap baik padaku!"

"..."

Arya tidak mengatakan apapun, dia hanya mendengarkan dengan baik perkataan Rio. Meskipun dia masih berwajah datar dan nampak bosan, tapi Rio sadar bahwa bocah itu mendengarkan ceritanya dengan sungguh-sungguh.

"Tapi semua hal itu tiba-tiba berubah saat kakakku ketahuan melakukan sebuah kejahatan... Ayah dan Ibuku sering bertengkar dan saling menyalahkan atas apa yang terjadi pada kakakku! Mereka juga lebih ketat padaku untuk memastikan bahwa Aku tidak berakhir sama seperti kakakku dengan selalu menanyaiku berbagai pertanyaan mengenai sekolah saat kami tengah makan malam!"

"...."

"Bukan hanya orang tuaku saja yang berubah, tapi juga teman-temanku yang telah mendengar cerita tentang kakakku mulai menjauhiku dan lebih buruknya, mereka seakan berubah menjadi musuhku!"

"..."

"Sejujurnya Aku sama sekali tidak mengerti kenapa kakakku dianggap sebagai penjahat, padahal dia tidak pernah membunuh orang lain atau menyakiti mereka! Aku sama sekali tidak mengerti kejahatan apa yang dilakukan oleh kakakku!"

"Narkoba dapat membuatmu ketagihan, halusinasi, penyakit serius dan berbagai efek lainnya... kurasa jika kakakmu membagikan obat-obatannya pada orang lain, maka dia telah melakukan kejahatan yang serius!"

Arya kembali memberikan jawaban yang serius atas perkataan Rio. Dia tidak memiliki niat apapun untuk menjelekan Rio atau niat buruk lainnya, dia hanya menjelaskan hal yang tidak dimengerti oleh Rio.

Dia memang anak yang tidak sensitif, tapi dia bukanlah orang yang jahat, makanya Rio tidak bisa marah sama sekali padanya.

"Lalu menurutmu apa yang harus kulakukan?"

"Memangnya apa yang ingin kau lakukan?"

"Kalau kau berada di posisiku, apa yang akan kau lakukan... maaf jika Aku menyinggungmu, tapi Ayahmu juga penjahat, kan? Bagaimana jika Ayahmu melakukan kejahatannya saat ini, apa yang akan kau lakukan?"

Pembicaraan mereka tidaklah seperti pembicaraan anak-anak. Rio juga sadar akan hal itu, mungkin jika kau berada di dekat Arya, maka kau akan secara otomatis menjadi lebih dewasa dari pada usiamu yang sebenarnya.

Arya nampak berpikir sebentar, setelah mendapatkan pertanyaan dari Rio. Rio cukup senang, karena Arya mau menanggapi serius pertanyaannya yang sebenarnya kekanakan. Dia tadi hanya mengeluh, karena dia tidak bisa melakukan apapun untuk mengatasi masalahnya sendiri.

"Kurasa Aku tidak akan melakukan apapun... Aku hanya akan membiarkan apa yang terjadi berlalu begitu saja dan tetap menjalani hidupku!"

"Apa kau tidak ingin merubah keadaan di sekitarmu?"

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, Aku tidak pernah bertemu dengan Ayahku, jadi Aku tidak peduli dengannya... meskipun dia telah melakukan kejahatan yang serius, pada akhirnya itu adalah perbuatannya, bukan Aku!"

"Meski begitu, kurasa orang-orang tidak akan berpendapat sama denganmu!"

"Aku tidak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh orang lain!"

Rio benar-benar iri dengan sifat tidak peduli yang Arya miliki. Dia sama sekali tidak dapat mengabaikan pendapat orang-orang mengenai dirinya, tapi Arya dapat melakukan hal tersebut seperti bernafas. Apakah itu kekuatan dari penyendiri? Pikir Rio dengan bercanda.

"Lalu jika Ibumu yang melakukan kejahatan yang sama dengan Ayahmu, apa yang akan kau lakukan?"

Pertanyaan kali ini sukses membuat Arya terdiam. Dia seperti membeku selama beberapa detik. Rio yang sedikit khawatir, karena Arya tidak bergerak sedikitpun, mencoba menyentuh tubuh Arya.

"Oi, Arya... Apakah kau baik-baik saja!"

"Ah, maaf... sepertinya Aku melamun tadi...!"

"Tidak, tidak apa-apa... lebih penting lagi, apakah kau baik-baik saja!"

"Aku baik-baik saja... perkataanmu baru saja membuatku tersadar..."

"Tersadar?"

"Ya, Aku baru saja sadar, jika Ibuku melakukan hal yang sama dengan Ayahku, maka Aku akan melakukan hal yang berbeda dengan apa yang akan kulakukan, jika pelakunya adalah Ayahku!"

"Memangnya apa yang akan kau lakukan?"

Jawaban yang diberikan oleh Arya saat itu sangatlah mengejutkan Rio. Dia mungkin sudah melupakan jawaban Arya waktu itu saat dirinya beranjak dewasa, tapi jawaban Arya saat itu membuat dirinya sewaktu masih kecil tetap mengingat jawaban itu di kepalanya selama beberapa hari.