Chapter 55 - Sahabat (4)

Meskipun Arya memiliki badan yang lebih kecil dari pada Rio, tapi dirinya nampak berani menghadapi ketiga kakak kelas yang berbadan lebih besar darinya.

"Huh! Apa yang kau katakan tadi, bocah!"

"Aku katakan lepaskan dia!"

Apa yang dia katakan memang berbeda dengan yang tadi dia katakan, tapi artinya sama. Dia tidak ingin ketiga kakak kelas itu tetap menganggu Arya.

"Apa kau berani dengan kami, bocah!?"

"Tentu!"

Salah satu dari ketiga ketiga kakak kelas yang mengganggunya melangkahkan kakinya mendekati Arya dengan tangan terkepal dan wajah yang marah, sementara Arya hanya dengan santai mengankat tangannya sampai telapak tangannya terlihat oleh kami, itu tanda supaya orang itu atau kami tidak mendekatinya.

"Jika kau mendekat, Aku akan berteriak!"

"Huh!"

Sebuah ancaman sederhana dan kekanakan itu sudah cukup untuk membuat kakak kelas yang tadi mencoba mendekatinya semakin terlihat marah. Dia pasti berpikir bahwa Arya sedang meremehkan dirinya.

Dia melangkahkan kakinya, lalu...

"Tolooooong!"

Arya berteriak dengan sangat kencang. Ketiga kakak kelas itu nampak panik saat mendengar teriakan Arya yang sangat keras. Rio juga sangat terkejut saat mendengar suara teriakan Arya yang sangat kencang itu, dia sama sekali tidak menyangka bahwa anak pendiam seperti Arya bisa berteriak dengan sangat keras.

"Oi, kita kabur!"

Salah satu kakak kelas berteriak pada temannya yang lain, sebelum berlari secepat mungkin, kedua temannya yang lain juga segera mengikutinya. Mereka berlari ke arah Arya dan salah satu dari mereka menyempatkan diri untuk menyenggol Arya untuk membuatnya terjatuh, tapi tubuh Arya hanya bergeser sedikit dan masih dapat berdiri dengan tegap. Arya memperhatikan mereka sampai mereka sudah tidak bisa dilihat lagi olehnya.

Rio sempat berpikir bahwa Arya benar-benar akan bertarung dengan mereka, tapi dia tidak menyangka bahwa Arya akan melakukan rencana yang sama dengan Rio, jika situasi memburuk. Meski begitu, dia bersyukur karena Arya mau datang menolongnya.

Arya berjalan mendekatinya dan mengulurkan tangannya. Karena suasana tegang tadi, Rio sampai tidak sadar bahwa kakinya benar-benar lemas dan tubuhnya sudah terjatuh di tanah. Untuk anak kecil sepertinya, kejadian itu sangatlah menakutkan.

Rio menerima uluran tangan Arya, lalu Arya menarik tangan Rio untuk membantunya berdiri. Rio segera membersihkan celananya yang kotor, begitu dia dapat berdiri.

"Terima kasih..."

Ucapan terima kasih Rio hanya dibalas dengan anggukan ringan dari Arya, sebelum akhirnya bocah itu berjalan meninggalkannya, tapi baru beberapa langkah dia berjalan, seorang guru datang menghampiri lokasi mereka. Sepertinya guru itu datang saat mendengar teriakan Arya untuk mengecek situasi.

"Ada apa?"

Guru itu bertanya dengan bingung. Itu wajar saja, karena dia hanya melihat keadaan Rio dan Arya yang baik-baik saja dan tak nampak mengalami masalah apapun.

Untuk menjawab pertanyaan guru tersebut, Arya menunjuk ke arah Rio yang berada di belakangnya.

"Anak itu, dia baru saja di-bully!"

Arya tanpa ragu mengungkapkan kebenarannya. Rio sebetulnya tidak suka dianggap sedang di-bully tadi, tapi karena hal itu tidak jauh dari kebenarannya, maka Rio tidak bisa membalas perkataan Arya sedikitpun.

"Dibully?"

"Ya... apakah pak guru tak melihat ada tiga orang yang berlari tadi? Merekalah pelakunya?"

Pak guru nampak tidak yakin bagaimana dia harus menanggapi Arya, dia melihat ke wajah Rio sebentar untuk memastikan ekspresi wajahnya, sebelum akhirnya dia membuat keputusan.

"Untuk sekarang, mari ikut bapak ke ruang guru... di sana, kalian bisa menceritakan semuanya!"

Arya nampak tidak begitu suka dengan tanggapan si pak guru, sementara Rio hanya sedikit mengangguk, sebelum mengikuti pak guru ke ruang guru. Arya yang nampak enggan, pada akhirnya juga ikut bersama mereka ke ruang guru.

Di ruang guru, Arya menjelaskan apa yang terjadi dengan sangat singkat, bahkan terlalu singkat sampai membuat para guru di ruangan tidak begitu mengerti apa yang terjadi, maka Rio pada akhirnya yang menjelaskan semua yang terjadi, dari awal sampai akhir.

Setelah menjelaskan semua kejadian, Arya dan Rio pada akhirnya dibiarkan keluar dari ruang guru. Rio tidak yakin apakah mereka akan menindaklanjuti kasus ini atau tidak, jadi dia hanya menghela nafas lega, karena telah keluar dari ruang guru yang membuatnya tidak nyaman.

Sementara itu, Arya tidak merubah sedikitpun ekspresi wajahnya. Dia selalu nampak sama, bahkan di ruang guru tadi. Dia bahkan nampak tidak peduli lagi dengan apa yang telah terjadi.

Saat Arya akan berjalan meninggalkan Rio, Rio segera mengeluarkan suaranya untuk menghentikannya.

"Anu... tunggu... bisakah kita bicara sebentar?!"

Arya berhenti, lalu melihat ke arah Rio sebentar, sebelum membuka mulutnya.

"Ada apa?"

"Anu... Aku ingin berbicara denganmu sebentar dan berterima kasih!"

"Tidak perlu berterima kasih, itu bukan masalah... saat ini, Aku sedang ingin belajar, jadi bisakah kita mengobrol nanti saja!"

Entah mengapa, Rio merasa bahwa mereka tidak akan pernah mengobrol lagi, jika dia membiarkan Arya pergi, jadi dia memutuskan untuk kembali menahannya.

"Tunggu sebentar, Arya! Jangan pergi dulu!"

Arya kembali menghentikan langkah kakinya, setelah sempat memberi jarak yang cukup jauh di antara mereka, setelah mendengar suara Rio yang memanggil namanya.

Arya berbalik ke arah Rio dengan wajah terkejut, dia seperti baru saja mendengar sesuatu yang mengejutkan dari ucapan Rio tadi. Rio yang merasa tidak mengatakan sesuatu yang mengejutkan hanya dapat merasa bingung saat menerima tatapan Arya. Apakah dia baru saja mengatakan hal aneh? Tanyanya di dalam hati.

Seakan membaca pikiran Rio, Arya memberikan jawaban atas pertanyaan yang ada di pikirannya, tapi jawaban dari pertanyaan itu sangat mengejutkan Rio.

"Bagaimana kau bisa tahu namaku?"

"Eh?!"

Jawaban dari pertanyaan dalam hati Rio memang terjawab, Arya hanya terkejut bahwa Rio mengetahui namanya, tapi hal itu juga menimbulkan keterkejutan di dalam diri Rio. Apakah selama ini Arya tidak sadar bahwa Rio adalah teman sekelasnya selama 3 tahun lebih?

Arya memang seorang yang penyendiri, tapi ruang kelas mereka tidaklah begitu besar, hanya ada kurang dari 40 siswa di dalamnya, jadi bagaimana bisa Arya tidak mengetahui nama teman sekelasnya yang selalu berada di kelas yang sama dengannya? Apakah keberadaan Rio sama sekali tidak dipedulikan oleh Arya? Atau Arya memang tidak pernah menghafal dengan teman sekelasnya?

"Hmmm? Itu, karena kita teman sekelas..."

"Begitukah...?"

Tidak salah lagi, Arya memang tidak pernah menyadari bahwa Rio adalah teman sekelasnya. Entah mengapa hal tersebut membuat Rio sangat sedih. Meskipun mereka memang tidak pernah dekat sebelum ini, jadi wajar jika Arya tidak mengenalnya, tapi Rio tetap merasa kecewa, karena Arya tidak pernah memperhatikannya sedikitpun.

"Hmm... bisakah kita berbicara sebentar saja?"

"Kenapa?"

Pembicaraan mereka kembali ke awal. Rio merasa bahwa mereka akan terus berputar-putar, jika hal ini terus berlanjut.

"Aku akan mentraktirmu makan!"

"Tidak perlu!"

"Aku memaksa!"

"Aku tidak suka dipaksa!"

"Aku mohon!"

"Kenapa kau memohon?"

Pembicaraan mereka tidak ada kemajuan sedikitpun. Rio tidak pernah menyangka bahwa Arya adalah orang yang seperti ini.

Arya nampak bingung saat melihat Rio yang nampak kelelahan. Sepertinya bocah kecil itu sama sekali tidak sadar dengan alasan kenapa Rio nampak kelelahan. Dia tidak bisa menyalahkan Arya, karena pada akhirnya Rio sendirilah yang terlalu memaksa hingga membuatnya lelah sendiri.

Rio akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah terakhir. Kalau Arya tidak mau menerima ajakannya setelah ini, maka dia akan menyerah.

"Karena Aku ingin berteman denganmu!"

Rio berkata sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Arya sebagai tanda bahwa dia ingin berjabat tangan dengannya dan menjadi temannya.

Arya tidak langsung menerima uluran tangan Rio, tapi memandangi wajah Rio dan tangannya secara bergantian, sebelum akhirnya dia memberikan pertanyaan dengan nada yang bingung.

"Kenapa kau ingin berteman denganku?"

Rio sudah menduga sebelumnya bahwa Arya akan mengatakan hal seperti itu, jadi dia sudah menyiapkan jawaban untuk pertanyaannya tersebut.

"Apakah kau perlu memiliki alasan, jika kau ingin berteman?"

Arya berpikir sebentar, sebelum menggelengkan kepalanya, lalu menerima uluran tangan Rio. Mungkin karena kejadian itu sudah lama sekali, makanya Rio melupakan jabat tangan tersebut hingga hari ini. Jabatan tangan sederhana itulah yang mengawali persahabatan di antara dirinya dan Arya.