Chapter 52 - Sahabat (1)

Kembali ke hari dimana Ibu Arya terbunuh. Saat itu Rio baru saja keluar dari acara yang diadakan oleh orang tuanya. Dia tidak bisa menolak untuk mengukiti acara tersebut, karena pada acara tersebut Ayahnya telah mengundang teman-temannya untuk berkumpul bersama dengan keluarga mereka masing-masing, jadi dia tidak ingin Rio tidak mengikuti acara tersebut. Rio masih beruntung, karena dirinya diizinkan pergia dari acara tersebut, setelah Ayahnya selesai memperkenalkan dirinya pada teman-temannya. Meski dia tetap menghabiskan banyak waktu, karena teman Ayahnya sangatlah banyak.

Begitu dirinya membawa keluar mobilnya dari tempat parkir dalam ruangan di hotel tempat Ayahnya mengadakan acaranya, Rio langsung disambut oleh hujan yang sangat lebat. Meskipun di luar sedang hujan, Rio tetap memilih untuk menempati perkataannya untuk memeriksa rumah Arya, karena dia merasa bahwa itu adalah pilihan yang sangat tepat untuk dia lakukan, karena dia juga khawatir dengan keadaan Ibunya Arya.

Meski saat dia menjenguknya tadi siang, Ibu Arya nampak tidak begitu sakit, tapi dia ingin memastikan dia baik-baik saja. Dia hanya tinggal berdua dengan anaknya, Arya, jadi akan merepotkan jika terjadi sesuatu padanya saat dia hanya memiliki satu orang untuk merawatnya. Apalagi saat ini tengah hujan, jadi udara akan menjadi lebih dingin dari pada biasanya dan hal itu jelas bukan hal yang bagus untuk tubuh orang yang sedang sakit.

Saat Rio sampai di kawasan rumah Arya, dia memperhatikan jika semua rumah di kawasan itu tengah mematikan lampu. Apakah sedang terjadi pemadam listrik atau malah terjadi kerusakan pada sambungan listrik di kawasan itu?

"Apa yang sedang terjadi di sini?"

Rio entah mengapa mulai merasa firasat buruk. Wilayah di sekitarnya sangatlah gelap dan hujan tengah turun dengan jelas. Jika di dalam film, maka jelas ini adalah pertanda yang sangat buruk. Mungkin itu memang hanya pengaruh buruk dari film-film yang biasanya dia tonton, tapi entah mengapa dia tidak bisa mengabaikan perasaan yang tidak enak di hatinya. Apalagi dia teringat dengan wajah khawatir Arya saat terakhir kali dia melihatnya.

Saat dia sampai di dekat rumah Arya, dia langsung melihat sekumpulan pria berseragam yang berkumpul di sekitar rumah Arya. Bahkan ada semacam pembatas yang menghalangi orang-orang biasa untuk melintasinya yang mengelilingi rumah Arya.

Rio tahu seragam apa yang sedang dipakai oleh orang-orang itu, itu adalah seragam ATS. Apa yang sedang dilakukan ATS di rumah Arya?

"Apa yang sebetulnya terjadi di sini?!"

Rio tahu apa itu ATS. Mereka adalah organisasi anti teroris. Apa yang organisasi seperti mereka lakukan di rumah Arya? Rio sama sekali tidak bisa mengerti hal tersebut.

Tanpa pikir panjang lagi, Rio segera menghentikan mobilnya dan memakirnya dengan sembarangan di pinggir jalan, lalu keluar dari mobilnya. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada tubuh dan pakaiannya yang basah terkena air hujan.

"Oi, Apa yang sedang terjadi di sini!?"

Rio meraih tangan salah satu anggota ATS dan menanyainya dengan kasar. Dia sama sekali tidak peduli dengan siapa mereka. Dia lebih peduli dengan keadaan Arya dan Ibunya.

"Siapa kau?"

"Itu tidaklah penting! Jelaskan saja apa yang terjadi di sini! Kenapa kalian mengepung rumah Arya!?"

"Apa kau kenalan dari pemilik rumah ini?"

"Aku adalah sahabatnya!"

Rio tidak bisa melihat ekspresi dari pria di hadapannya, karena kepalanya tertutup dengan helm yang sangat tebal, tapi dia bisa merasakan bahwa pria itu sedikit bingung dengan apa yang harus dia lakukan pada Rio.

Dia kemudian memandangan ke arah teman-temannya berada dan mereka saling berpandangan sebentar, sebelum salah satu dari mereka menghampiri Rio.

"Jika kau benar-benar adalah teman dari si pemilik rumah, maka kau harus ikut kami sebentar... ada yang harus kita bicarakan!"

"Ada apa?! Kenapa kalian tidak menjawab pertanyaanku!?"

Mengabaikan pertanyaan Rio, pria itu menarik tangan Rio untuk membawanya ke dalam mobil khusus ATS. Rio yang tidak memiliki banyak pilihan hanya dapat membiarkan pria itu menarik dirinya sambil memasang wajah tidak senang.

"Keringkan dulu tubuhmu dengan ini, sebelum kita berbicara!"

Pria yang membawanya masuk ke mobil, memberikan Rio sebuah handuk. Rio dengan kasar menerima handuk tersebut, lalu mengeringkan tubuhnya dengan handuk tersebut. Dia tidak tahu apa alasannya, tapi dia merasa sangat kesal dengan orang-orang ATS itu.

"Bisakah kau menjelaskan apa yang terjadi?"

"Sebelum itu, Aku ingin kau untuk tetap tenang dan dengarkan penjelasan kami baik-baik!"

"Memangnya apa yang terjadi?"

"Apakah kau tahu siapa nama dari Ibu pemilik rumah itu?"

"Maryam Louis, memangnya kenapa?"

Rio tidak bisa tidak merasa curiga dengan pria di hadapannya. Kenapa dia tiba-tiba bertanya tentang nama Ibu Arya? Apa yang sebetulnya dia inginkan? Banyak sekali pertanyaan di kepala.

"Begitukah... jadi kau memang kenalannya, ya..."

"Tentu saja, Aku sudah mengatakannya dari tadi!"

Untuk beberapa alasan, pria di hadapannya nampak yakin tentang sesuatu. Ekspresi yang digunakan oleh pria itu jelas membuat Rio kesal, karena dia seperti meragukan perkataan Rio.

"Aku ingin kau tetap tenang dan tidak berteriak!"

"Kenapa kau selalu berputar-putar?! Katakan saja langsung apa yang ingin kau sampaikan!"

"Ibu dari pemilik rumah itu... Ibu Maryam Louis, sudah menghembuskan nafas terakhirnya!"

"A-apa maksudmu... apa maksud ucapanmu itu?!"

Rio sama sekali tidak dapat menutupi keterkejutannya. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pria di hadapannya. Berani-beraninya dia mengatakan hal yang aneh seperti itu. Ibu Arya memang sedang sakit, tapi sakitnya tidak separah itu sampai bisa membuatnya kehilangan nyawanya. Lalu apa hubungannya kematian Ibu Arya dengan mereka? Apakah Ibu Arya meninggal, karena serangan teroris? Itu jelas bukan lawakan yang lucu.

"Seperti yang kukatakan... pemilik rumah itu telah kehilangan nyawanya... kemungkinan dia diserang oleh hewan buas yang sangat besar... kemungkinan besar hewan itu adalah serigala... kami perlu melakukan investigasi untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, jadi hanya itu yang bisa kami sampaikan untuk saat ini!"

Rio kembali mengingat perkataan Arya beberapa hari yang lalu tentang dirinya yang melihat seekor serigala. Apakah itu adalah serigala yang sama dengan yang menyerang Ibu Arya hari ini? Rio memang tidak bisa menyangkal kemungkinan tersebut, tapi ada hal lainnya yang dia khawatirkan saat ini.

"Bagaimana dengan Arya? Apa yang terjadi dengan anak si pemilik rumah!?"

Rio segera mencengkram dengan kuat bahu pria di hadapannya. Cengkramannya sangat kuat seakan-akan dia tidak ingin membiarkan pria dihadapannya untuk pergi, sebelum dia menjawab pertanyaannya.

"Tenanglah, tuan! Aku akan menjelaskannya pelan-pelan!"

Meskipun pria di depannya sudah mengatakan hal itu, Rio masih tidak melepaskan cengkramannya. Dia malah menatapnya dengan lebih tajam untuk menekannya agar segera menjelaskan apa yang terjadi.

"Kami masih belum menemukan keberadaan dari anaknya... tapi kami menemukan beberapa barang yang tercabik-cabik di rumahnya yang kemungkinan adalah milik si anak! Apakah tuan ingat kapan terakhir kalian tuan bertemu dengannya?"

"Siang tadi, setelah pulang dari kampus!"

"Begitukah... sayang sekali... tapi kami tadi menemukan buku catatannya yang terjatuh di dalam rumah, jadi seharusnya dia sudah berada di rumah, lalu pergi entah kemana, sebelum kami tiba di rumah ini."

Rio dengan perlahan melepaskan cengkramannya, sebelum si pria memintanya untuk melakukan hal tersebut. Dia lalu terduduk dengan kepala menggantu di salah satu bangku yang berada di dalam mobil tersebut.

Saat ini kepalanya sedang kacau. Dia ingat bahwa Arya belumlah pulang saat dia meninggalkan rumahnya sore tadi, jadi kemungkinan dia pulang setelah Rio meninggalkan rumahnya, meski dia tidak tahu persis kapan Arya pulang, tapi Rio merasa yakin bahwa Arya tidak akan pergi dari rumahnya di saat Ibunya sedang sakit, jika dia sudah pulang ke rumahnya. Jadi kemana pergi saat ini? Kenapa Arya membiarkan Ibunya terbunuh? Kemudian Rio teringat akan mata Arya yang sempat berubah menjadi seperti mata serigala saat mereka makan steak di salah satu restoran. Apakah mungkin Arya adalah serigala itu dan dialah yang membunuh Ibunya sendiri?! Rio segera menggelengkan kepalanya begitu pemikiran liar itu memasuki kepalanya. Arya tidak mungkin melakukan hal tersebut. Rio sangat yakin tentang hal tersebut.

"Apakah kau baik-baik saja?"

Pria di hadapannya bertanya dengan lembut. Rio hanya dapat menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan si pria itu. Mana mungkin dia baik-baik saja di saat dia tidak tahu apa yang terjadi pada sahabatnya? Meski hanya berbohong, Rio tetap tidak akan bisa mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

"Apakah kau tahu kemana mungkin dia pergi saat ini?"

Rio kembali menggelengkan kepalanya. Dia memang memiliki petunjuk dimana Arya mungkin berada saat ini, tapi dia tetap tidak tahu dimana tempat itu berada. Arya mengatakan bahwa dia mendapatkan sebuah perkerjaan, jadi dia mungkin saat ini berada di tempat kerjanya. Sayangnya, Arya tidak pernah memberitahukan padanya dimana letak tempat kerjanya itu. Dia bahkan tidak tahu apa perkerjaannya. Jadi satu-satunya jawaban yang dia miliki hanyalah menggelengkan kepalanya tanda bahwa dia tidak tahu apa-apa.

"Begitukah... kau boleh tetap berada di sini sampai kau tenang..."

Setelah mengatakan itu, pria di depannya segera meninggalkan mobil tersebut dan membiarkan Rio sendirian di sana. Meninggalkan seorang sahabat yang tidak tahu apapun tentang sahabatnya sendirian di dalam mobil yang gelap dan hanya diisi oleh suara air hujan yang tidak mau berhenti turun dari langit.