Jagt menghentikan tawanya beberapa detik setelah mendengar keluhan. Dia tertawa karena dia merasa bahwa Raya memang cocok sebagai penerusnya, karena cara berpikir mereka yang cukup mirip. Memang benar jika mereka tidak memiliki kesamaan yang terlihat jelas pada sifat mereka, tapi dia hanya perlu mendidiknya agar memiliki sifat yang pantas untuk menjadi pemburu.
"Apakah masih ada yang ingin kau ketahui lagi?"
Jagt bertanya pada putrinya. Sebetulnya masih ada beberapa hal ingin dia tanyakan pada Ayahnya, tapi jika terus seperti itu mereka akan terus berada di ruangan ini sepanjang malam, jadi Arany memutuskan menggelengkan kepalanya.
"Begitukah, kalau begitu... kita bisa masuk ke akhir pembicaraan ini.. jadi Raya, apakah kau ingin menikah dengannya?"
Wajah Raya langsung kembali memerah saat mendengar pertanyaan itu. Karena pembicaraan mereka yang sangat serius, dia sampai melupakan hal tersebut. Mereka melakukan pembicaraan tersebut untuk menilai seperti apa Raya itu sebenarnya. Raya dengan perlahan melihat ke arah Arany, wanita muda itu nampak sangat tenang di posisinya. Apakah wanita itu tidak merasakan apapun tentang situasi ini? Raya bertanya dalam hatinya.
"Bagaimana cara Aku mengatakannya, ya... sejujurnya Aku tidak tahu apakah Aku layak untuk menjadi pasangannya atau tidak... tidak, sebelum itu... Aku bahkan tidak begitu mengenal putrimu, jadi.... Anu... itu... Apa ya?"
Meskipun Raya bisa mempertahankan wajah tenangnya saat pembicaraan serius, tapi dia benar-benar tidak berpengalaman jika berhubungan dengan wanita atau percintaan.
"Apakah itu artinya putriku tidaklah layak?"
Raya segera menggelengkan kepalanya, sedangkan Arany menatap tajam pada Ayahnya. Meskipun Ayahnya tidak mengatakan dengan terang-terangan, tapi Arany menyadari satu hal dari perkataannya. Orang yang sedang dinilai bukanlah Raya, melainkan dirinya.
"Kalau begitu, mau bagaimana lagi, Aku tidak akan memaksamu untuk menikahinya, tapi Aku tetap ingin berbicara denganmu di suatu tempat, boleh, kan?"
"Ya, tentu saja!"
Dengan perubahan topik pembicaraan, Raya kembali mendapatkan ketenangannya. Arany cukup kagum dengannya yang bisa merubah sikapnya dengan cepat. Mungkin saja kemampuan itu dia dapatkan berkat latihan yang diberikan oleh Ayahnya.
"Sementara itu, Arany... Aku ingin kau belajar lebih banyak lagi, untuk permulaan Aku ingin kau membaca semua berkas yang tadi dibaca oleh Raya, tentu saja kau harus membacanya dengan teliti dan kau juga harus paham apa maksud dari semua informasi yang berada di berkas tersebut!"
"Ya, Aku mengerti!"
"Bagus!"
Setelah mengatakan itu, Jagt beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju pintu keluar. Sebelum dia membuka pintu itu, dia sedikit menengokan kepalanya pada putrinya.
"Nah, Arany... menurutmu apakah menurutmu kau akan merasa lebih aman dan bahagia, jika kau mengetahui keberadaan mahluk menjijikan itu atau jika kau sama sekali tidak mengetahuinya?"
"Huh?"
Sebelum meninggalkan tempat itu, Ayahnya mengajukan pertanyaan yang aneh. Kenapa Ayahnya tiba-tiba menanyakan hal seperti itu di saat ingin pergi? Bukankah Ayahnya itu sangat membenci mahluk yang dia panggil dengan sebutan menjijikan itu, jadi apakah ada makna tersembunyi dari pertanyaan itu.
"Jika kau tidka tahu jawabannya, maka tidak apa-apa... tapi kau tahu, Aku memiliki banyak penyesalan karena Aku tidak segera mengetahui keberadaan mereka... tentu saja Aku tidak ingin menyebarkan keberadaan mereka yang menjijikan pada publik, Aku juga merasa bahwa mengetahui keberadaan mereka hanya akan membuatmu merasa tidak aman dan selalu gelisah!"
"Tenang saja, Aku tidak menyesal karena telah mengetahui keberadaan mereka!"
"Begitukah... kalau begitu syukurlah."
Arany masih tidak begitu mengerti maksud dari pertanyaan Ayahnya, tapi dia mengetahui masa lalu Ayahnya dan penyesalan apa yang dia alami di masa lalu. Arany merasa bahwa Ayahnya tetap saja salah saat mencoba untuk memusuhi semua mahluk yang dia anggap menjijikan. Arany tahu bahwa mereka adalah mahluk yang jahat dan berbahaya, tapi dia juga merasa bahwa ada beberapa keuntungan jika mereka bisa berkerja sama dengan mereka. Arany tidak mengatakan isi pemikirannya, karena dia tahu bahwa Ayahnya pasti tidak akan setuju dengan pemikirannya dan mengatakannya naif.
Dia sadar bahwa pemikiran itu memang naif, tapi dia juga berpikir bahwa hal itu patut untuk dicoba. Arany memang tidak tahu apakah mereka bisa diajak berkerja sama atau tidak, tapi jika laporan yang telah dia baca tentang mereka itu benar, maka mereka juga adalah mahluk yang cerdas seperti manusia dan memiliki kemampuan berpikir yang sama dengan manusia, maka mereka seharusnya bisa saling berkomunikasi dan hidup dengan saling membantu satu sama lain.
Meskipun selama pembicaraan tadi Ayahnya bisa menebak isi pikiran Arany dengan cukup tepat, tapi dia sepertinya tidak bisa membaca pikirannya yang satu ini. Mungkin bukannya tidak bisa, tapi dia tidak ingin memikirkan bahwa putrinya sendiri memiliki pemikiran yang begitu bodoh dan tidak masuk akal. Dia mencoba menyangkal bahwa putrinya memiliki cara berpikir yang sangat berbeda dengan dirinya.
Jagt akhirnya meninggalkan ruangan itu, lalu diikuti oleh Raya yang berjalan di belakangnya. Karena ruangan tadi kedap suara, maka seharusnya suara dari luar tidak akan masuk ke dalam, begitu juga sebaliknya, suara dari dalam ruangan tidak akan bisa didengar dari luar. Jadi Jagt memutuskan untuk berhenti tepat di depan pintu itu, lalu menyenderkan punggungnya pada dinding lorong menuju luar pintu keluar dari markas itu.
Raya yang sadar bahwa gurunya ingin berbicara dengannya di sana, langsung ikut menyandarkan punggungnya pada dinding di berada hadapan gurunya.
"Bagaimana menurutmu, apakah putriku cocok untuk berada di sini?"
Satu pertanyaan sederhana keluar dari mulut Jagt. Meskipun dia sering menggunakan nada serius atau menakutkan selama pembicaraan mereka tadi, tapi kali ini Raya bisa menangkap nada khawatir dari gurunya itu.
Meskipun dia seorang pemburu yang kejam, tapi dia tetaplah seorang orang tua, jadi wajar jika seorang orang tua akan mengkhawatirkan anaknya sendiri. Meskipun Raya tidak pernah memiliki anak sebelumnya, tapi dia cukup mengerti perasaan gurunya itu.
"Sejujurnya Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu sampai Aku melihatnya berkerja secara langsung, jadi kurasa Aku akan menunggu menjawab pertanyaan itu sampai Aku melihat hasil kerjanya!"
"Begitukah... kurasa kau benar... tapi apa yang akan dia lakukan saat ini adalah perkerjaanmu yang sebelumnya, sementara kau mulai besok akan menemaniku untuk berburu mahluk menjijikan itu... jadi kurasa kau tidak akan bisa mengawasinya saat berkerja, meski kurasa kau memang bisa menilai hasil kerjanya dengan membandingkan hasil pekerjaannya dengan hasil perkerjaanmu sebelumnya!"
"Ya, terima kasih atas sarannya!"
Meskipun gurunya tidak secara terang-terangan mengatakan bahwa memeriksa hasil perkerjaan Arany adalah salah satu perkerjaannya mulai besok, disamping menemani gurunya berburu, tapi dari perkataan gurunya, dia langsung bisa memahami hal tersebut. Dia juga tak lupa untuk berterima kasih atas saran yang diberikan oleh gurunya.
"Meskipun kau mulai masuk ke dunia yang berbahaya, tapi Aku tidak akan langsung menempatkanmu di posisi yang berbahaya, jadi kau bisa lebih merilekskan dirimu dan cukup perhatikanku saat sedang bertugas dari jarak yang menurutmu aman dan membuatmu dapat memberikan bantuan padaku!"
"Ya, Aku mengerti!"
Setelah mengatakan itu, mereka kemudian berjalan ke pintu luar. Meskipun mulai besok Raya akan memiliki tugas yang lebih berbahaya, tapi dirinya tidak nampak tegang ataupun takut sama sekali, malahan kau dapat melihat matanya yang nampak bersemangat dan memiliki tekad yang sangat kuat. Mungkin itu jugalah yang menjadi alasan kenapa Jagt sangat menyukai orang yang telah menjadi murid selama beberapa tahun terakhir itu. Jagt tersenyum kecil saat menyadari sorot mata Raya.
'Berjuanglah dengan sekuat tenagamu wahai pemburu muda!'
Sebuah kalimat penyemangat yang tak dapat didengar oleh siapapun, selain oleh orang yang memikirkan kalimat, muncul di dalam kepala Jagt. Dia juga mendoakan yang terbaik pada anak muridnya yang paling membanggakan itu.