Ageha kembali menatap kedua pelanggannya dengan gugup. Dia sudah terbiasa berhadapan dengan berbagai macam pelanggan, jadi dia setidaknya bisa menjaga raut wajahnya agar tidak mencurigakan.
"Kau tidak perlu takut! Aku tidak berniat untuk menyerangmu atau apa mungkin kau memiliki alasan untuk takut?"
"Ehh.... umm..."
Ageha menatap wajah menakutkan si pria tua. Sejujurnya dia sangat gugup dan tak tahu harus berbuat apa, ditambahkan lagi dia merasakan tekanan yang mengerikan dari si pria tua. Meskipun dia seharusnya tidak tahu Ageha bukanlah manusia biasa, tapi entah mengapa Ageha merasa bahwa pria tua itu bisa merasakan perbedaan antara Ageha dengan manusia pada umumnya. Dia seakan-akan sedang mengetes Ageha.
"Ada apa? Katakan saja apa yang membuatmu takut!"
"Wajahmu sangat menakutkan!"
'Bukankah kau terlalu jujur, Ageha!'
Meister yang dapat mendengar pembicaraan mereka dari dapur sangat ingin meneriakan yang ada di pikirannya itu, tapi dia berhasil menahannya. Jika dia tiba-tiba berteriak, maka kedua orang itu bisa tambah curiga.
Meister tahu bahwa Ageha adalah orang yang sangat jujur dengan komentarnya, tapi tidak bisakah dia menahan dirinya sedikit untuk tidak menyakiti perasaan orang lain. Meskipun bukan dia yang menerima kata-kata itu, tapi dia tahu bahwa kata-kata itu sangat menyakitkan.
"Kau jujur sekali, ya. Aku jarang menemui gadis kecil yang sejujur ini."
"Maafkan Aku!"
Ageha menundukan kepalanya saat meminta maaf. Mulutnya secara refleks mengucapkan kata-kata yang dia pikirkan, padahal dia tidak berniat mengucapakannya sama sekali. Kebiasaan bersama dengan Meister membuatnya tak bisa mengendalikan mulutnya dengan benar.
"Kau jujur sekali! Aku jarang sekali melihat gadis muda yang sejujur dirimu!"
"Te-terima kasih..."
Ageha tidak tahu apakah dia harus senang dengan pujian itu atau tidak. Dia entah mengapa merasa bahwa kalian itu memiliki sindiran, meski mungkin itu hanya perasaannya saja.
"Aku hanya ingin berbicara denganmu, kau bisa duduk di sampingku atau pria di sana, jika kau tidak keberatan!"
"Kalau begitu..."
Ageha langsung memilih duduk di samping pria yang lebih muda. Meskipun dia masih bisa melihat wajah menyeramkan dari si pria tua, tapi itu masih lebih baik, karena dia yakin bahwa dia tidak akan bisa menenangkan dirinya jika duduk di sampingnya. Sementara itu si pria muda menggeser posisi duduknya agar Ageha bisa duduk dengan lebih nyaman.
"Oh, Aku tidak menyangka bahwa kau akan menerima undanganku..."
"Karena tugasku adalah melayani pelanggan, jadi ini adalah bagian dari tugasku... kurasa."
"Ohh, melayani pelanggan, ya..."
"Tentu saja maksudku bukanlah sesuatu yang aneh-aneh, hanya melayani biasa... seperti pelayan di restoran biasanya dan tak lebih!"
Ageha dengan panik menjelaskan apa yang dia maksud, sementara Pria tua di hadapannya masih menampilkan senyuman jahilnya. Sepertinya dia benar-benar menikmati situasi ini. Ageha sebetulnya ingin memarahinya, seperti apa yang dia lakukan pada Meister, tapi dia tentu saja tidak bisa melakukannya pada pria di hadapannya.
"Kita lupakan saja soal itu dulu, perkenalkan Aku adalah Herman, sedangkan pria muda di sana adalah Budi."
Pria yang duduk di sampingnya menganggukan kepalanya saat Herman memperkenalkan dirinya. Ageha tidak begitu yakin apakah itu adalah nama asli mereka atau bukan, tapi untuk saat ini dia akan mengingat nama itu.
"Jadi bisakah kau memberikan namamu?"
"Ageha."
"Ageha, kah? Nama yang bagus!"
"Ya, terima kasih!"
Percakapan mereka saat ini masih normal dan tidak ada hal aneh yang dia katakan, setidaknya dia berharap bahwa dia tidak mengatakan hal aneh secara tidak sadar.
"Jadi, Ageha... kau nampak sangat muda, tapi kau bisa melayani dengan baik... kalau boleh tahu berapa usiamu saat ini? 18, 17, 16?"
Apakah pria tua di hadapannya tidak pernah diajari bahwa tidak sopan menanyakan umur pada seorang wanita? Meski begitu, Ageha tidak bisa menolak untuk tidak menjawab.
"17!"
"Oh, benarkah? Kau berusia 17 tahun? Apakah kau mengatakan yang sebenarnya?!"
"..."
"Apakah kau mengatakan yang sebenarnya?!"
"Maaf, Aku berbohong! Aku berusia 21 tahun!"
Ageha yang tidak tahan dengan tekanan yang diberikan oleh pria tua itu akhirnya membongkar kebohongan yang baru beberapa saat dia katakan. Entah mengapa jiwa gadis mudanya membuat dirinya menjawab 17 sebagai jawaban yang wajar. Tubuhnya memang kecil dan terlihat seperti gadis yang sangat muda, bahkan lebih muda dari 17 tahun.
"21 tahun! Benarkah?!"
Lihat, orang yang duduk di samping Ageha juga nampak terkejut dengan pengakuannya. Dia sepertinya tidak pernah menyangka umur Ageha yang sebenarnya. Ageha merasa sedih bercampur marah saat mendengar pria muda itu terkejut. Meskipun umurnya masih terbilang muda, tapi sepertinya dia memang tidak terlihat seperti gadis yang berusia 21 tahun. Jadi Ageha tidak benar-benar bisa menyalahkan pria muda itu.
"Kau seharusnya tidak perlu terkejut seperti itu... kau seharusnya sadar bahwa anak yang masih terlalu muda dilarang untuk berkerja... kalau kau perhatikan di sekitar sini, kau pasti sadar bahwa Ageha adalah satu-satunya pelayan di sini, jadi Aku yakin bahwa dia berkerja secara penuh di sini, jadi usianya pasti di atas usia legal untuk berkerja!"
Ageha harus mengakui bahwa pengamatan dari pria tua itu sangat bagus. Seperti yang diharapkan dari ATS, mereka benar-benar tidak bisa diremehkan. Karena usia pria di hadapannya tidak mungkin muda, jadi Ageha cukup yakin jika pria itu adalah seorang senior di ATS dan memiliki banyak pengalaman. Ageha jadi semakin gugup saat menyadari hal tersebut.
"Ya, maaf... Aku akan belajar lagi!"
Menilai jawaban dari pria muda di sampingnya, Ageha cukup yakin bahwa pria itu adalah murid dari pria yang lebih tua. Meskipun dia masih pemula, tapi Ageha tidak bisa meremehkan pria itu, karena dia mengeluarkan aura yang mirip dengan Arya. Seseorang yang memiliki banyak potensi dan kemungkinan.
Jika diperhatikan lebih baik, pria yang duduk di sampingnya memang memiliki banyak kemiripan dengan Arya, kalau tidak salah namanya adalah Budi. Tentu saja Ageha tidak sedang membicarakan wajah atau penampilan mereka, karena dalam hal itu mereka sangat berbeda, selain warna rambut dan mata yang sama-sama hitam. Apa yang sedang dibicarakan oleh Ageha adalah aura dan sifat yang dimiliki oleh mereka berdua, bahkan cara pria itu terkejut tadi cukup mengingatkan Ageha pada Arya.
"Apakah ada sesuatu pada wajahku?"
"Um... tidak... tidak ada apa-apa!"
Sepertinya Ageha menatap pria itu terlalu lama hingga membuatnya jadi mencurigakan. Ageha bisa merasakan tatapan yang sangat menusuk dari pria tua yang duduk di hadapannya. Pria itu nampak sedang memperhatikan sekujur tubuh Ageha dengan seksama.
"Kenapa kau terlihat sangat gugup? Bukankah sudah kukatakan, bahwa Aku hanya ingin mengobrol denganmu?"
Kalau pria tua itu tidak memberikan tekanan yang sangat besar pada Ageha, dia mungkin bisa tidak gugup. Ageha berharap dengan sungguh-sungguh, semoga ada seseorang yang menolongnya.
"Maaf, tuan... sepertinya kau mengganggu pelayan kami!"
Secara tiba-tiba Meister datang dan menghalangi pria tua itu untuk berbicara lebih lanjut dengannya. Bahkan Meister memiringkan tubuhnya dengan tangan kanannya sebagai tumpuan, dia seakan-akan ingin menutupi Ageha dari pandangan pria itu dengan posisi tubuhnya, tidak, bukan seakan-akan, itu memang niatnya. Dia ingin melindungi Ageha dari pria tua itu.
"Kau tidak perlu khawatir! Seperti yang sudah kukatakan tadi, Aku hanya ingin berbincang sedikit dengannya dan tidak berniat sedikitpun untuk melukainya!"
"Kalau seperti itu, Aku bisa menggantikannya! Kalau tuan hanya ingin teman berbincang, maka orang tua sepertiku adalah pilihan yang lebih baik dari pada gadis muda ini... atau apa perlu Aku menelepon polisi!"
Meskipun kedua pria tua itu sama-sama memiliki senyuman di wajah mereka, tapi Ageha tahu bahwa mereka berdua tidaklah merasa senang sedikitpun. Apa yang dilakukan oleh Meister hanya terlihat seperti seorang pemilik Cafe yang ingin melindungi pegawainya, jadi tidak ada yang aneh dan mencurigakan. Pria tua itu seharusnya tidak mungkin tahu bahwa bukanlah manusia biasa, hanya dari percakapan seperti itu.
"Kita tidak perlu melibatkan polisi hanya untuk masalah kecil seperti ini! Aku hanya bosan dan ingin teman mengobrol yang lain... asal kau tahu saja, temanku di sana itu tidak begitu suka berbicara, jadi sangat membosankan berbicara dengannya!"
"Maafkan Aku!"
Pria tua itu tidak nampak berbohong, bahkan Ageha harus mengakui bahwa pria muda itu memang nampak membosankan jika dijadikan teman berbicara. Ageha sangat mengetahui hal tersebut, karena dia memiliki 2 orang teman yang seperti itu, Roy dan Arya.
"Jadi bisakah pelayanku kembali ke dapur?"
"Ya, silahkan saja... selama kau mau menjadi penggantinya, Aku tidak memiliki masalah apapun!"
Menggunakan percakapan itu sebagai isyarat baginya untuk pergi, Ageha segera bergegas kembali ke dapur. Sementara Meister mengambil alih tempat duduk Ageha. Sekarang kedua pria tua itu dapat saling menatap satu sama lain dengan lebih leluasa. Aura yang mereka berdua keluarkan sangatlah tidak menyenangkan, bahkan wajah pria muda yang duduk di samping Meister menunjukan bahwa dia sangat tidak nyaman dengan suasana di sana.
"Jadi apa yang ingin kau bicarakan, tuan?"
Dengan pertanyaan yang dilontarkankan oleh Meister, pertarungan yang dilakukan secara rahasia antara Heaven's Eden dengan ATS memasuki ronde kedua.