Chapter 37 - Ibu (2)

Maryam menatap smartphone-nya. Dia tahu bahwa dia tidak mungkin mendapatkan pesan dari anaknya, karena smartphone miliknya telah rusak, tapi setidaknya dia berharap bahwa anaknya itu akan mengabarinya tentang keadaannya saat ini.

Maryam tidak bisa berhenti khawatir, karena dia menyadari banyak hal yang aneh terjadi pada anaknya dari kemarin.

Pagi ini saat dia baru bangun, dia sudah melihat Arya yang telah menyelesaikan sarapannya. Dia heran dengan anaknya yang pagi-pagi sudah nampak siap untuk pergi ke suatu tempat. Maryam hanya bisa memikirkan bahwa Arya saat ini buru-buru karena ada urusan mendadak di kampusnya pagi ini, tapi dirinya benar-benar terkejut saat mendengar apa yang pertama kali anaknya ucapkan pertama kali pagi ini.

"Mulai hari ini Arya akan berkerja!"

Dia tidak bisa lebih terkejut dari pada dirinya saat ini, karena Arya seharusnya tahu bahwa Ibunya tidak ingin dia berkerja dan hanya fokus untuk menuntut ilmu, setidaknya hanya untuk saat ini. Tapi mengapa pagi ini dia justru tiba-tiba mengatakan bahwa dia akan mulai berkerja? Dia tahu bahwa smartphone Arya sudah rusak, jadi mungkin dia ingin membeli yang baru, tapi apakah itu benar-benar alasan utamanya ingin berkerja?

"Ada apa, Arya? Kenapa tiba-tiba kau ingin berkerja?"

Maryam tahu bahwa Arya sebenarnya sudah lama ingin membantunya mencari nafkah, tapi seharusnya mereka sudah sepakat bahwa anaknya itu harus fokus ke urusan kuliahnya, sementara untuk mencari nafkah Ibunya akan berusaha sekuat mungkin untuk memenuhi kebutuhan mereka (meski perkerjaannya hanya penjaga toko).

"Ibu tahu bahwa HP Arya baru saja rusak, jadi Arya ingin membeli yang baru... secara kebetulan Arya kemarin ditawari untuk berkerja di tempat teman Arya, jadi Arya menerimanya... lagi pula, Arya sulit menolak permintaannya!"

Maryam tahu bahwa anaknya tidaklah berbohong, tapi dia juga tahu bahwa dia tidak mengatakan yang sebenarnya. Ada hal yang ditutup-tutupi olehnya.

"Begitukah... kalau begitu, apa boleh buat..."

Pada akhirnya Maryam hanya bisa mengizinkan anaknya untuk berkerja. Maryam tidak mengetahui alasan sebenarnya anaknya ingin berkerja, apakah dia memang hanya ingin membeli smartphone baru atau dia memiliki alasan lain yang tidak bisa dia katakan pada Ibunya sendiri? Dia sama sekali tidak tahu jawabannya.

Setelah itu, Arya pergi meninggalkan rumah sambil membawa peralatan dan perlengkapan kuliahnya tanpa menggunakan tas. Dia tahu bahwa Arya meninggalkan tasnya di suatu tempat, tapi dia tetap merasa sedih dengan keadaan anaknya yang tidak memiliki tas lainnya untuk dia gunakan. seharusnya dia membelikan Arya tas lainnya agar dia tetap bisa menggunakan tas, meski tas yang satunya hilang atau rusak.

Setelah menyadari hal itu, Maryam memutuskan untuk membelikan tas baru untuk anaknya setelah dia pulang dari toko tempatnya berkerja.

Saat Maryam akan menyiapkan daging yang kemarin dia dapatkan, dirinya mendapati tempatnya menyimpan daging telah kosong tanpa menyisahkan isinya sedikitpun. Dia memeriksa kembali isi lemari esnya untuk memastikan bahwa dia tidak salah mengambil kotak penyimpan makanannya, tapi sayangnya dia tidak menemukan apa yang dia cari. Kotak di tangannya memang adalah kotak tempatnya menyimpan daging yang kemarin dia dapatkan.

Dirinya menatap kosong pada kotak penyimpanan di tangannya yang telah kosong. Apakah ada pencuri yang mengambil seluruh daging miliknya? Pemikiran itu sempat terlintas di kepalanya, tapi dia segera menyangkal hal tersebut, karena tidak mungkin ada maling yang mau mencuri daging di rumah kecil miliknya.

Pencuri itu seharusnya mengincar rumah yang lebih mewah dari pada rumahnya yang sudah jelas bahkan dari luar bahwa rumahnya tidak memiliki apapun yang berharga, selain beberapa barang eletronik. Lagi pula pencurian daging di rumah adalah hal yang sangat tidak wajar. Apakah ada orang yang benar-benar mau melakukan hal seperti itu.

Maryam kemudian memeriksa seisi rumah untuk memastikan tidak ada barang berharga yang hilang. Setelah memeriksa semua barang berharga miliknya dan Arya, dia yakin bahwa tidak ada barang yang hilang, selain daging di dalam lemari es.

Apakah Arya yang mengambil dagingnya? Pemikiran itu terlintas di kepalanya, tapi dia ingat bahwa anaknya tidak membawa apapun, selain peralatan dan perlengkapan kuliahnya. Dia tidak yakin bahwa Arya bisa menyimpan daging yang jumlahnya cukup banyak tanpa diketahui olehnya.

Kejadian ini memang misterius, tapi dirinya memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya, karena daging itu dia dapatkan secara gratis, jadi kalau hilang, maka itu pasti bukan rezekinya. Dia akan bohong jika dia tidak sedih, tapi mau apa lagi. Dia tidak bisa begitu saja mendapatkan kembali barang yang telah hilang. Meskipun dia melaporkannya ke polisi, dia tidak yakin bahwa dia akan mendapatkan dagingnya kembali. Dia hanya berharap daging itu digunakan untuk tujuan yang baik, seperti memberi makan keluarga si pencuri atau memberikannya pada orang yang lebih membutuhkannya dari pada dirinya dan Arya.

Setelah itu, dirinya pergi bersiap untuk ke toko tempat kerjanya. Dia juga tak lupa memakan roti yang berada di lemari es sebelum berangkat kerja, karena dia tidak perlu memasak jika dia hanya makan untuk dirinya sendiri. Saat sedang memakan rotinya, akhirnya Maryam menyadari sesuatu. Dia tidak melihat adanya nasi di penanak nasi. Apakah Arya makan tanpa menggunakan nasi? Kekhawatiran Maryam bertambah besar saat menyadari hal tersebut.

Memasak nasi memang sedikit merepotkan, tapi bukan berarti anaknya itu tidak mau melakukannya. Lalu kenapa dia tidak memasak nasi sebelum sarapan? Apakah dia memang memiliki urusan mendadak pagi ini, makanya dia tidak sempat melakukan hal tersebut? Berbagai pemikiran berbeda mulai muncul di kepala Maryam.

Meskipun dia merasa khawatir, tapi pada akhirnya dia memutuskan untuk melupakan hal tersebut untuk sejenak. Dia mungkin hanya berpikir berlebihan. Anaknya hanya tidak makan nasi, jadi itu bukanlah masalah yang besar dan perlu dikhawatirkan.

Setelahnya, Maryam benar-benar meninggalkan rumahnya dan pergi ke toko tempatnya berkerja. Dia tak lupa mengunci pintu untuk memastikan bahwa tidak ada maling yang akan masuk ke rumahnya. Meski rumahnya tidak memiliki barang mewah, tapi dia tetap tidak ingin kehilangan barang apapun.

Setelah pulang dari tempat kerjanya, Maryam membelikan tas untuk Arya seperti yang dia rencanakan. Mungkin Arya tidak membutuhkan tas itu, karena dia telah mendapatkan tasnya kembali, tapi dia tetap ingin memberikan tas itu pada anaknya. Dia berharap bahwa tas itu akan membantu anaknya saat dia kehilangan atau melupakan tasnya lagi.

Setelah sampai di rumahnya, dia segera menaruh tas yang baru dibeli di kamar Arya agar anaknya itu langsung dapat melihat hadiahnya saat dia memasuki kamarnya. Anaknya tidak memberi tahunya kapan dia akan pulang kerja, jadi dia lebih memilih melakukan ini dari pada kehilangan kesempatan untuk memberikannya secara langsung.

Kembali ke masa sekarang, meski sudah lewat jam makan malam, tapi Maryam masih tidak memiliki kabar tenang anaknya. Dia bahkan belum menyentuh makan malamnya, karena dia ingin makan bersama anaknya.

Dia bahkan sempat menanyai teman anaknya yang bernama Rio. Apakah dia tahu dimana Arya berkerja dan kapan dia pulang, tapi sayangnya Rio tidak mengetahui hal tersebut. Meski dia sudah tahu bahwa Arya sekarang sudah mendapatkan perkerjaan, tapi nampaknya anaknya tidak memberitahu lebih lanjut mengenai perkerjaannya pada temannya itu.

Pada saat ini Maryam hanya dapat menatap makan malamnya yang sudah mendingin. Meski dirinya tahu bahwa dia harus segera makan agar dirinya tidak mengkhawatirkan Arya yang sedang mencoba membantunya mencari nafkah, tapi dirinya tidak memiliki nafsu makan untuk melakukan hal tersebut.

Sejak suaminya meninggal, dirinya hanya memiliki Arya seorang sebagai anggota keluarganya, jadi saat Arya tidak ada bersamanya, dia seakan-akan tidak memiliki keluarga. Bukannya dirinya tidak memiliki kerabat sama sekali, tapi masalahnya adalah dirinya yang dibenci oleh kerabatnya sendiri, karena mengetahui apa yang telah suaminya lakukan untuk menghidupi dirinya dan anak mereka.

Dia tidak membenci suaminya sedikitpun, meskipun sudah mengetahui apa perkerjaannya yang sebenarnya, karena dia tahu bahwa suaminya telah melakukan yang terbaik demi keluarganya meski caranya salah.

Maryam kembali menatap smartphonenya untuk memastikan apakah dia menerima pesan dari anaknya atau tidak. Saat dia tidak menemukan pesan apapun di smartphone-nya, tiba-tiba saja kesadarannya mulai menghilang dan tubuhnya jatuh ke lantai.