Arya terus merasa tidak tenang. Perasaan tidak tenangnya berasal dari dirinya yang harus meninggalkan Ibunya yang sedang sakit di rumah sendirian.
Sebetulnya Arya ingin menemani Ibunya tetap di rumah, tapi karena dirinya hari ini masih memiliki mata kuliah yang harus dia ikuti dan karena Ibunya memaksanya untuk pergi kuliah apapun yang terjadi, maka pada akhirnya Arya terpaksa untuk tetap pergi ke kampurnya.
Ibunya juga menyuruhnya untuk tetap pergi berkerja seperti kemarin dan tidak perlu mengkhawatirkannya. Jika Arya menjelaskan situasinya pada Meister dan yang lain, mereka pasti akan membiarkannya libur dari tempat kerjanya, tapi karena Ibunya mengancamnya untuk tidak pernah mengizinkannya mengambil perkerjaan lain, jika dia tidak pergi kerja hari ini, maka dengan terpaksa Arya kembali menurutinya.
Padahal awalnya Ibunya tidak setuju dirinya untuk berkerja, tapi sekarang Ibunya malah memaksanya untuk tetap pergi berkerja. Terkadang ironi bisa muncul di situasi yang tak terduga.
Arya saat ini sedang membereskan barang-barangnya dan akan meninggalkan ruang kelas, karena saat ini Arya telah menyelesaikan semua jam kuliahnya dan ingin langsung pergi ke tempat kerjanya, tapi saat dia berjalan keluar dari kelasnya, dia melihat Rio yang berjalan ke arahnya. Sepertinya lelaki itu telah menyelesaikan kelasnya juga.
"Yo, Arya apakah kau mau berangkat kerja hari ini? Kalau begitu-"
"Waktu yang tepat! Kau ikut Aku!"
"Oi, oi! Arya! Ada apa?"
Saat Rio akan menyapa Arya, Arya segera menarik tangan lelaki itu untuk mengikutinya. Rio nampak terkejut dan kebingungan saat Arya tiba-tiba saja membawanya ke tempat yang agak sepi. Sangat jarang bagi Arya bersikap seperti ini, jadi wajar bila Rio nampak tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya itu.
"Aku tahu bahwa ini adalah permintaan yang egois! Tapi apakah kau bisa datang ke rumahku untuk merawat Ibuku?"
"Tentu saja, Aku tidak keberatan."
"Aku masih belum menjelaskan apapun!"
Arya sangat terkejut saat mendengar jawaban Rio, padahal Arya belum menjelaskan situasinya dengan benar pada Rio. Arya jadi khawatir apakah lelaki itu benar-benar bisa menjalankan permintaannya atau tidak?
"Kau mengatakan bahwa Kau ingin Aku pergi merawat Ibumu, kan? Itu berarti Ibumu saat ini sedang sakit, kan?"
"Ya, itu benar... maaf, sebetulnya..."
"Sebetulnya kau tidak ingin memintaku melakukan ini, kan?"
Rio dapat menebak apa yang akan dikatakan oleh Arya dengan sangat tepat. Arya tidak menyangka bahwa Rio bisa menebak isi kepalanya seperti sedang membaca buku yang terbuka.
"Kau hari ini masih perlu datang ke tempat kerjamu, kan? Meskipun kau ingin membolos dari kerja, tapi karena Ibumu menyuruhmu untuk tetap berkerja, makanya kau tidak punya pilihan selain untuk tetap pergi berkerja, meskipun kau tidak ingin melakukannya... Aku benar lagi, kan?"
"Entah mengapa Aku merasa bahwa kau bisa membaca pikiranku!"
"Membaca pikiran orang yang sederhana sepertimu bukanlah sesuatu yang sulit!"
Meskipun Arya sadar bahwa Rio sedang menyinggungnya, tapi Arya mengabaikan hal tersebut. Dia sudah berterima kasih banyak pada Rio yang mau mengabulkan permintaan egoisnya, jadi dia tidak mungkin mengatakan sesuatu yang buruk padanya. Setidaknya untuk hari ini, dia akan pura-pura tidak mendengar semua sindirannya.
"Maaf, merepotkanmu!"
"Kau tidak perlu sungkan padaku seperti itu... tapi, Arya... apakah tidak lebih baik jika kau meminjam salah satu hp-ku?"
Arya nampak menimbang sebentar tawaran dari Rio. Dia tahu bahwa tidak baik untuk menerima bantuan lebih banyak dari Rio. Dia sudah menyusahkan Rio dengan memintanya untuk merawat Ibunya, padahal dia tidak memiliki kewajiban untuk menolongnya, tapi Arya tidak bisa menyangkal jika lebih baik dia memiliki HP untuk berjaga-jaga.
Rion juga nampak tidak bercanda saat Dia berkata ingin meminjamkannya salah satu smartphone-nya. Rio memang memiliki banyak smartphone yang sudah tidak dia gunakan, jadi Arya yakin jika dia memang benar-benar ingin dan dapat meminjamkan atau bahkan memberikannya smartphone bekas miliknya. Meski begitu, Arya tidak yakin harus meminjam smartphone tersebut, karena dia mungkin hanya akan menggunakannya untuk satu hari saja.
Setelah memikirkannya matang-matang, Arya akhirnya memberikan jawabannya.
"Kurasa tidak untuk hari ini... jika Ibuku tidak membaik besok, kurasa Aku akan meminjamnya untuk beberapa hari... itu juga jika kau tidak keberatan!"
"Tentu saja Aku tidak keberatan!"
Jika dia benar-benar butuh untuk menghubungi Ibunya hari ini, dia bisa meminjam telepon dari Meister atau yang lain. Dia sudah mengingat dan mencatat nomor Ibunya untuk jaga-jaga jika dia perlu menghubungi Ibunya.
Rio nampak tersenyum senang saat mendengar jawaban dari Arya. Sejujurnya Arya tidak mengerti kenapa Rio nampak sangat senang saat dia diberikan tugas yang merepotkan dari Arya, padahal Arya tidak bisa memberikan imbalan yang besar padanya.
"Tapi Arya, Aku tidak bisa tetap berada di rumahmu sampai kau pulang!"
"Aku tidak akan memaksamu untuk tinggal di rumahku! Aku hanya ingin kau memastikan Ibuku baik-baik saja! Kau bisa pulang kapanpun kau mau!"
"Maaf, Arya... Aku benar-benar memiliki keperluan saat sore hari, jadi Aku tidak bisa kembali ke rumahmu sampai jam 8 malam!"
"Kau tidak perlu meminta maaf! Aku yang telah memaksa dan merepotkanmu!"
Arya tidak tahu keperluan apa yang harus Rio lakukan, tapi dia tidak bisa menyalahkannya jika dia memiliki urusan lain. Arya sudah bersyukur sahabatnya itu sudah mau membantunya untuk merawat Ibunya.
"Apakah Aku bisa meminta nomormu, jika Aku ada perlu denganmu?"
"Ya, tentu saja!"
Arya lupa untuk mencatat, apalagi mengingat nomor Rio, jadi dia terpaksa meminta kembali nomor sahabatnya itu. Dia tidak benar-benar berencana untuk meminta bantuan Rio pada awalnya, jadi dia tidak mempersiapkan hal tersebut sebelumnya.
Arya kemudian menyobek selembar kertas dari buku catatannya, lalu memberikan kertas tersebut dan sebuah pulpen pada Rio agar Rio dapat memberikan nomornya pada Arya. Setelah menuliskan nomornya, Rio mengembalikan kertas tersebut berserta pulpennya pada pemiliknya.
"Ini nomorku!"
"Ya, terima kasih..."
"Bukan masalah!"
Arya dengan hati-hati menyimpan kertas tersebut pada kantong celananya. Dia tidak ingin kehilangan benda tersebut saat dia benar-benar membutuhkannya.
"Kau mau pergi ke tempat kerjamu setelah ini, kan? Kau boleh naik mobilku, jika kau mau!"
"Tidak, terima kasih.... Aku lebih ingin kau pergi menemui Ibuku dan membeli makan siang untuknya... Aku akan membayarnya kembali saat Aku sudah menerima gajiku!"
"Kau tidak perlu terlalu memikirkan hal seperti ini... kita adalah sahabat, kan? Jadi sudah seharusnya kita saling menolong, jika ada yang membutuhkan, benar kan?'
"Kau benar... kau bisa meminta tolong padaku jika kau sedang kesulitan!"
"Tentu saja... Aku akan membuatmu berkerja sangat keras saat Aku membutuhkan bantuanmu!"
Rio kembali menunjukan senyumannya sesaat sebelum dia meninggalkan Arya. Arya tidak sempat membalas senyumannya, sebelum pria itu berbalik dan menjauh darinya. Arya merasa tidak enak karena telah meminta bantuan dari sahabatnya itu tanpa memberikan sedikitpun imbalan padanya. Apakah lebih baik dia memberikannya sesuatu dari cafe saat pulang nanti? Arya tidak tahu apakah Meister bisa membuatkannya sesuatu untuk Rio? Arya akan bertanya padanya nanti.
"Oi, Arya!"
Saat Arya akan berjalan pergi, dia tiba-tiba dikejutkan dengan Rio yang memanggil dirinya dari kejauhan. Apakah dia memiliki sesuatu yang lupa dia katakan? Pikir Arya sambil melihat ke Rio yang membalikan kepalanya ke arah Arya.
"Tas barumu cukup cocok untukmu!"
Arya melihat ke arah tas yang sedang dia kenakan. Itu adalah tas baru yang kemungkinan dibelikan oleh Ibunya pada Arya. Meskipun Arya tidak benar-benar memerlukan tas baru, tapi Arya merasa bahwa lebih baik dia menggunakan tas tersebut untuk membuat Ibunya merasa senang dari pada menolak tas tersebut dan membuatnya merasa sedih.
Arya sama sekali tidak menyangka bahwa Rio akan menyadari bahwa dia memakai tas yang baru. Mungkin karena Arya selalu mengenakan tas yang sama sejak SMA, jadi wajar saja bila Rio menyadari jika Arya mengenakan tas yang berbeda dengan yang dia gunakan selama ini.
"Terima kasih!"
Arya berterima kasih pada Rio dengan suara yang cukup pelan. Arya tidak tahu apakah Rio benar-benar bisa mendengar suara pelan Arya dari posisinya berada, tapi sepertinya Rio memang sempat mendengar Arya mengatakan sesuatu, karena begitu Arya selesai mengucapkan kata terima kasihnya, dia segera memalingkan kepalanya ke depan dan kembali melangkahkan kakinya.
Setelah melihat bahwa Rio benar-benar sudah pergi dan tidak kembali berbalik, Arya segera melanjutkan langkah kakinya.
Arya telah meminta bantuan Rio untuk menjaga Ibunya, jadi seharusnya dia tidak perlu mengkhawatirkan apapun, karena meskipun terlihat seperti itu, Rio adalah orang yang dapat diandalkan. Meskipun Arya sudah mengetahui hal tersebut, tapi entah mengapa dia tidak bisa melepaskan perasaan cemas yang dia rasakan.
Dia masih memiliki memiliki firasat yang sangat buruk.