Chapter 45 - Menghilang

Arya berjalan di bawah rintikan air hujan. Entah beruntung atau tidak, Arya baru akan beranjak pulang saat tetesan air hujan jatuh, jadi dia masih sempat meminjam payung dari Ageha agar dia tidak kebasahan. Payung yang dipinjamkan oleh Ageha hanya payung plastik murah yang bisa dibeli di manapun.

Meskipun murah, tapi payung itu terbukti mampu untuk menahan setiap tetesan air yang jatuh dari langit agar tidak membahasi tubuh Arya. Mungkin itu juga karena hujan saat ini belumlah terlalu deras.

Takut hujan akan semakin deras, Arya mempercepat langkah kakinya. Dia masih berjalan dan tak nampak ingin berlari, karena saat ini jalanan sudah mulai bahas oleh air hujan dan membuatnya menjadi licin. Arya tidak ingin mengambil resiko tergelincir, jika dia lebih memilih berlari di jalanan yang licin.

Saat dirinya memasuki kawasan rumahnya berada, Arya kembali merasakan firasat yang sangat buruk. Arya memperhatikan setiap rumah yang berada di sekitarnya. Tidak ada satupun rumah di sekitarnya yang menghidupkan lampunya. Arya bertanya-tanya apakah saat ini ada pemadaman listrik? Tapi sejak kapan dan mengapa?

Hujan tidaklah begitu besar sampai petugas listrik harus mematikan aliran listrik. Jadi apakah ada kerusakan pada kabel listrik atau semacamnya? Sejujurnya Arya tidak berpikir hujan yang tidak terlalu deras ini mampu menyebabkan kerusakan pada kabel listrik. Mungkin Arya memang berpikir berlebihan saat ini, tapi firsat buruknya mengatakan kebalikannya.

Arya yang awalnya tidak memiliki niat untuk berlari, saat ini memilih untuk memacu kakinya dengan kecepatan maksimum yang bisa dia kerahkan. Dia bahkan membuang payung yang melindunginya dari tetesan hujan dan membiarkan semua tetesan air dari langit membasahi seluruh tubuhnya. Dia akan meminta maaf pada Ageha nanti, karena telah membuang payung yang dia pinjamkan. Untuk sekarang Arya lebih memilih fokus untuk mencapai rumahnya secepat yang dia bisa.

Saat Arya berada di dekat rumahnya, dirinya akhirnya berhenti berlari. Dia terhenti bukan karena dia lelah atau kehabisan nafas, melainkan karena dia mencium bau yang tidak mengenakan. Arya tidak mempercayai bau apa yang sedang dia cium saat ini.

Arya tahu bahwa penciumannya saat ini sudah bertambah kuat dan tak mungkin dia salah mencium bau sesuatu, tapi setidaknya dia berharap untuk kali ini saja bahwa apa yang dia cium adalah salah. Dia berharap bahwa apa yang dia cium bukanlah bau darah yang menyengat.

Arya melangkahkan kakinya dengan perlahan mendekati pintu rumahnya. Pintu rumahnya tidak terkunci, jadi Arya bisa dengan mudah masuk ke rumahnya.

Arya memandang ke seluruh bagian dalam rumahnya yang bisa dia lihat dari pintu depan rumahnya. Meskipun isi rumahnya seharusnya gelap, tapi Arya bisa dengan jelas melihat isi rumahnya, bahkan tanpa bantuan penerangan apapun.

Arya kemudian melangkahkan kakinya menuju tempat dimana dia mencium bau darah. Detak jantung Arya semakin berdebar dengan kencang, semakin dia mendekati tempat bau itu berasal. Arya semakin merasa takut mendekati tempat tersebut.

Saat dia memasuki dapur rumahnya, Arya bisa dengan jelas melihat "sesuatu" yang tergeletak di lantai rumahnya dengan genangan air berwarna merah. Arya mencoba mendekatinya, tapi tiba-tiba saja kakinya merasa kehilangan tenaganya dan akhirnya dia jatuh berlutut. Dia tidak sanggup mempercayai kenyataan yang dia lihat di depan matanya.

Air mata mulai tergenang di kedua matanya. Arya bahkan tidak sanggup menggerakan kedua tangannya yang bergetar untuk menghapus air mata yang mulai mengalir di kedua belah pipinya.

"... I-Ibu....!"

Dengan bibir yang bergetar, Arya memanggil sosok yang dia lihat di depan matanya. Dia berharap bahwa apa yang dia lihat di depan matanya hanyalah candaan dari Ibunya. Dia berharap bahwa apa yang dia lihat di depan matanya hanyalah ilusi. Dia berharap bahwa dirinya saat ini dia hanya sedang bermimpi buruk.

Tapi sayangnya pemandangan di depannya tidaklah mau menghilang. Arya harus menerima kenyataan bahwa Ibunya sedang tergeletak tak bergerak sedikitpun dengan genangan darah segar yang membasahi sekelilingnya.

"Arrrrrgggghhhhh!"

Arya menjerit sekuat yang dia bisa. Di saat yang bersamaan dengan jeritannya, tubuhnya mulai berubah menjadi bentuk seringala. Cakar tajam muncul dari setiap jarinya, sedangkan seluruh tubuhnya tertutup bulu yang berwarna hitam keabuan. Kepalanya juga mulai berubah bentuk menjadi kepala serigala dengan mulutnya yang memanjang dan ditumbuhi oleh gigi-gigi tajam.

Dengan tubuh Arya yang membesar, semua pakaian yang dia kenakan menjadi hancur, termasuk dengan tas baru miliknya yang dia kenakan di punggungnya. Meskipun begitu, Arya tidak nampak peduli sedikitpun tentang hal tersebut, padahal benda itu adalah pemberian terakhir dari Ibunya.

Apa yang dia pikirkan saat ini adalah rasa sedih dan kemarahan yang sangat besar. Tanpa diberi tahupun, Arya sudah sadar bahwa Ibunya telah dibunuh oleh seseorang. Tidak, bukan seseorang, tapi suatu mahluk yang mirip dengan dirinya.

Arya bisa mencium bau lainnya, selain dari bau Ibunya di sana. Karena tadi dia hanya fokus pada bau darah yang tercium oleh hidungnya, jadi dia tidak menyadari bau lain yang menyelimuti ruangan tersebut selain bau darah Ibunya.

Arya sadar bahwa tindakannya tidaklah benar, tapi saat ini dia ingin mencari mahluk itu dan melampiaskan semua kemarahan dan kesedihan yang dia rasakan pada mahluk itu. Tapi sayangnya hujan yang sedang terjadi di luar sana telah menghilangkan bau dari mahluk itu.

Dengan mata tajam dia melihat ke sekelilingnya untuk mencari petunjuk dimana dia bisa menemukan si pelaku. Air mata masih dapat dilihat pada mata tajam miliknya, meski saat ini Arya telah berubah menjadi serigala.

Saat dia akan bergerak dari tempatnya berada, telinga tajam Arya menangkap suara dari kendaraan yang bergerak ke arah rumahnya dari segala sisi. Dari suara yang dihasilkan kendaraan itu, Arya bisa berasumsi bahwa itu adalah mobil, bukan hanya itu, Arya merasa bahwa mobil itu bukanlah mobil yang biasanya digunakan oleh orang-orang untuk berpergian, melainkan mobil khusus yang memiliki pertahanan yang kuat. Entah bagaimana, Arya dapat menangkap semua informasi itu hanya dari telinganya.

Meskipun Arya tidak diberitahu oleh siapapun, dia sadar bahwa itu adalah mobil milik ATS. Ini merupakan kabar buruk bagi Arya. Meski dia tidak tahu alasan kenapa ATS bisa menyerbu rumahnya di saat seperti ini, tapi dia tahu bahwa jika ATS melihat keadaannya saat ini, mereka akan langsung menyerangnya tanpa berpikir atau bertanya padanya terlebih dahulu mengenai situasi yang terjadi.

Arya sadar bahwa sebaiknya dia segera meninggalkan rumahnya, tapi sayangnya Arya tidak tahu kemana dia harus pergi. Kepalanya saat ini dipenuhi dengan segala macam hal yang membuatnya tidak bisa memutuskan apa yang seharusnya dia lakukan saat ini.

Apakah dia harus menyerahkan dirinya saja pada mereka? Lagipula dia tidak memiliki alasan apapun untuk tetap hidup di dunia ini. Ibunya saat ini telah tiada, jadi bukankah tidak apa-apa jika dia juga ikut menghilang dari dunia ini?

Saat Arya memikirkan itu, orang-orang berpakaian khusus masuk dari pintu depan rumahnya. Arya sedari awal memang tidak pernah menutup kembali pintu depan rumahnya, jadi mereka bisa dengan leluasa masuk ke dalam rumahnya tanpa masalah apapun. Rumah Arya tidak memiliki pintu belakang, jadi Arya yakin bahwa mereka hanya akan masuk melalui pintu depannya.

Arya tidak tahu ekspresi macam apa yang mereka miliki saat melihat sosok Arya saat ini, tapi Arya tahu bahwa mereka tengah bersiaga untuk menghabisi nyawa Arya.

"Jangan bergerak!"

Salah seorang dari mereka berteriak ke arah Arya sambil mengacungkan moncong senjatanya ke arah Arya berada. Arya sadar bahwa jika dia tetap tidak bergerak dari tempatnya, maka dia akan kehilangan nyawanya dan akan menghilang dari dunia ini untuk selama-lamanya.

Arya hanya menutup matanya saat dia mendengar suara pelatuk yang ditekan. Menunggu hujanan peluru menghantam dirinya dan membuat bernasib sama seperti Ibunya, tapi tiba-tiba saja wajah seseorang muncul di dalam kepalanya.

Saat wajah itu muncul di dalam kepalanya, tiba-tiba saja tubuh Arya bisa bergerak dengan sendirinya untuk menghindari semua peluru yang mengarah padanya. Dia bergerak dengan cepat ke arah pintu keluar dengan terus melompat ke kanan dan ke kiri. Dia kemudian menerjang pasukan yang menyerangnya dan membuat formasi mereka berantakan, lalu menghilang dari pandangan mereka dan lokasi penyerbuan tersebut.