"Roy, apakah menurutmu Meister akan baik-baik saja?"
"Hmn, mungkin!"
Arya dan Roy masih menonton keadaan di Cafe melalui layar yang berada di kamar Meister. Karena mereka tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan, jadi mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi di sana. Arya hanya bisa mengira-ngira apa yang sedang berlangsung.
"Apakah Meister memiliki pengalaman seperti ini, sebelumnya?"
"Mungkin... dia sudah berumur ratusan tahun."
"Kau benar."
Meskipun dia terlihat seperti kakek yang energik, tapi sebetulnya usianya sudah mencapai 969 tahun. Jadi pengalamannya sudah pasti sangat banyak. Dia pasti memiliki satu atau dua cara untuk lepas dari situasi seperti ini.
"Aku baru ingat... soal baju yang kupinjam kemarin, apakah Aku bisa mengembalikannya lain waktu? Aku masih belum mencucinya!"
"Tidak perlu... itu untukmu!"
"Tapi..."
"Itu untukmu!"
Arya menganggukan kepalanya saat merasakan tekanan dari Roy. Sepertinya dia memang ingin menghadiahkan baju itu untuk Arya, meskipun dia sedikit memaksa, lebih baik Arya menerima niat baiknya. Tidak ada gunanya berdebat tentang hal itu lebih jauh, apalagi di situasi seperti ini.
Tangan Arya kemudian meraih daging yang tersaji pada piring di hadapannya. Mereka benar-benar sangat beruntung, karena mereka menemukan berbagai macam daging berkualitas tinggi di kamar itu. Meskipun daging-daging itu hanya dimasak dengan kemampuan memasak amatir Arya, tapi rasa dari daging itu benar-benar enak. Mungkin itu juga adalah pengaruh dari tubuhnya, tapi Arya tidak bisa memungkiri jika daging yang dia makan memang lebih baik dari pada daging yang dia makan kemarin, karena indranya telah menjadi lebih tajam, Arya sangat yakin tentang hal itu.
Biasanya Arya akan ragu saat menerima sesuatu dari seseorang, tapi kali ini Arya tanpa ragu-ragu menerima semua daging yang ditemukan oleh Roy, lalu memasaknya, sebelum akhirnya memakannya bersama Roy. Mungkin hal itu karena Roy menekannya dengan aura menakutkan yang dia keluarkan. Meskipun tanpa berkata apapun, Roy sangat mengancam (meski Arya tidak tahu kenapa dia harus diancam).
Untung saja di kamar ini mereka bisa menemukan berbagai benda yang sangat berguna. Tidak hanya bahan makanan, tapi kompor dan perlengkapan memasak juga tersedia di dalam kamar ini, jadi mereka tidak perlu memakan mentah-mentah daging itu. Bahkan Arya menemukan pembuat kopi, lalu menyajikan kopi pada Roy, sementara Arya memilih susu sebagai minumannya. Sepertinya dia tidak bisa mengonsumsi kopi dengan tubuh barunya, meski dia belum mencoba mencampurnya dengan susu, tapi dia akan memilih hari lain untuk melakukan hal itu, karena jika sesuatu yang buruk terjadi pada perutnya saat ini, maka Arya mungkin akan membuat mereka berada dalam masalah yang sangat besar.
Arya kembali memfokuskan pandangannya pada layar yang sedang menampilkan Meister dan tamu mereka. Apa yang harus dia perhatikan saat ini adalah situasi di sana, jadi Arya memfokuskan kembali pandangannya bersama dengan Roy yang mulai terlihat lebih serius dari sebelumnya, mata pria besar itu nampak lebih terpaku pada layar dari pada sebelumnya.
Sementara Arya dan Roy masih mengawasi situasi dari kamarnya, Meister saat ini sedang bertatapan secara langsung dengan pria tua yang penampilan luarnya terlihat tidak begitu berbeda dengan dirinya. Mereka berdua terlihat seperti kakek-kakek yang sehat, tapi sangat menakutkan.
"Bisakah kita memulainya dengan saling memperkenalkan diri, apakah kau sudah tahu siapa namaku?"
"Maaf, Aku tidak begitu mendengarkan percakapan kau dengan Ageha, jadi Aku tidak tahu apakah kau sudah memperkenalkan dirimu padanya atau tidak, jadi bisakah Aku mendengar namamu?"
"Ya, tentu saja... namaku adalah Anton!"
Nama itu berbeda dengan nama yang sebelumnya dia sebutkan. Jika tidak salah, namanya yang sebelumnya adalah Herman. Meskipun Meister menyadari keanehan itu, dia tetap mempertahankan ekspresi wajahnya seperti biasa dan bertindak seolah-olah dia tidak menemukan hal aneh dari namanya.
"Anton, ya... Aku merasa bahwa nama itu cukup pasaran."
"Ya, Aku tahu itu... ada banyak orang yang mengatakan hal yang sama denganmu, mungkin itu karena nama ini juga sangat tua."
"Begitukah... tapi menurutku nama itu cukup bagus untukmu!"
"Terima kasih, kalau begitu... bisakah Aku mendengar siapa namamu?"
Saat Meister mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba saja muncul seringai mencurigakan di wajahnya. Baik pria tua yang duduk di depannya ataupun pria muda yang duduk di sampingnya sama-sama menyedari senyuman itu, mereka berdua nampak memperhatikan Meister dengan sangat fokus.
"Dengarkan namaku ini dan terkejutlah! Namaku adalah Meister Michael Leonardo!"
Suasana di sekitarnya nampak hening, tidak ada satu orangpun yang bereaksi di antara pria muda dan tua yang menemaninya. Mereka nampak terkejut dengan perkataan Meister. Entah mereka terkejut dengan nama yang keluar dari mulutnya atau karena pose yang dia buat saat mengatakan namanya. Meister membuat pose dengan telunjuk ke atas dan satu kakinya dinaikan ke atas meja, sedangkan satu kaki lainnya berada di tempat duduknya. Entah disebut apa pose tersebut.
Sementara itu, Ageha yang berada di dapur mencoba sebisa mungkin untuk tidak berteriak ke arah Meister. Bukankah namanya berganti lagi, meski dia tidak ingat dengan nama yang sebelumnya Meister gunakan, tapi dia sangat yakin jika itu bukanlah nama yang sama dengan yang dia gunakan saat berkenalan dengan Arya.
"Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau perlu kupanggilkan ambulan?"
Bahkan musuh mereka nampak khawatir dengan otak Meister. Ageha merasa sangat beruntung, karena dia tidak berada di dekatnya saat Meister mengucapkan namanya atau Ageha akan mati karena malu.
Meister kembali duduk di tempatnya semula, setelah mendengar pertanyaan khawatir yang dilontarkan oleh lawan bicaranya.
"Kau tidak perlu khawatir, Aku secara tiba-tiba merasa bersemangat dan ingin membuat pose keren, jadi tidak ada yang aneh dengan diriku!"
'Sudah jelas ada yang aneh dengan dirimu, jika kau benar-benar merasa seperti itu!'
Ageha benar-benar berjuang sekuat tenaga untuk tidak meneriakan isi pikirannya pada Meister. Apakah pria tua itu tidak bisa serius sedikitpun? Ageha mulai menyesali keputusannya untuk berganti tempat dengan Meister.
"Begitukah..."
Sepertinya lawan bicaranya tidak ingin membuat komentar lebih lanjut mengenai Meister. Dia kemudian menyeruput kopinya yang sudah mulai mendingin.
"Bagaimana kopinya? Rasanya sangat enak, kan?
"Biasa saja.."
"Eh, be-begitu, kah?"
Meister nampak cukup terkejut dengan komentar biasa saja milik lawan bicaranya. Dia cukup percaya diri dengan kopi buatannya, jadi mendengar jawaban seperti itu cukup membuatnya merasa sedih.
"Sepanjang hidupku, Aku telah meminum banyak kopi di berbagai tempat, tapi di antara semua kopi yang sudah kuminum, kopi buatanmu adalah yang paling biasa, bahkan rasanya tidak berbeda jauh dengan kopi instan, tidak, bahkan rasa lebih buruk... tapi karena kau sudah repot-repot membuatkannya untukku, Aku akan meminumnya sampai habis."
"Be-begitukah... terima kasih..."
Ageha yang terus mendengarkan pembicaraan mereka dari dapur merasa bahwa adegan ini seharusnya adalah adegan dimana si tokoh yang meminum kopi memuji kopi yang telah disajikan padanya, bukannya menghinanya. Kalau kemampuan membuat kopi Meister memang biasa saja, Ageha tidak bisa menyalahkan orang itu.
"Kalau begitu, bagaimana dengan sandwich-nya... apakah kau sudah mencobanya?"
Setelah mendengar itu, Anton (setidaknya begitulah nama yang disebutkan oleh pria tua itu) mengambil sandwich yang berada di piringnya dan mulai mencicipi sandwichnya.
"Ra-rasa ini!"
"Rasa ini!?"
Anton nampak sangat terkejut, sedangkan Meister nampak menantikan komentar si pria itu dengan mata penuh harap. Dia berharap bisa memuaskannya dengan hidangan sandwich-nya.
"Rasa ini sungguh biasa saja! Rasanya tidaklah berbeda dengan yang dibuat oleh ibu rumah tangga untuk suaminya yang hampir telat ke tempat kerja!"
Meister nampak terkulai lemas di atas meja. Sepertinya dia tidak bisa menerima serangan mental yang diberikan oleh lawannya. Ageha benar-benar merasa bodoh karena telah merasa khawatir dengan situasi ini, kalau dia tahu bahwa keadaan akan menjadi seperti ini, dia lebih memilih untuk kembali ke kamarnya dan mengunci diri sampai kedua pelanggan itu pergi.
Meskipun dia memberikan komentar biasa saja, Anton tetap memakan semua sandwichnya, bahkan gelas kopinya telah habis. Sementara itu Budi entah sejak kapan telah menghabiskan semua pesanannya.
"Budi, bisakah kau duduk di sampingku... mulai sekarang, kita akan berbicara serius!"
"Baik!"
Setelah mendengar hal itu, Budi langsung melompat dari tempat duduknya dengan menggunakan tangan kanannya sebagai tumpuan. Dia meletakan tangan kanannya di atas meja, lalu membuat tubuhnya terangkat, sebelum akhirnya membuat tubuhnya jatuh dan terduduk di samping Anton. Sebuah aksi yang sederhana, tapi cukup mengesankan.
"Wow! Aku tidak menyangka kau bisa melakukan hal seperti itu! Bisakah kau mengulanginya lagi!?"
Meister nampak terkesan dengan aksi itu. Meskipun dirinya sempat terlihat tidak bersemangat beberapa detik yang lalu, tapi sekarang dirinya sudah nampak bersemangat seperti biasanya. Semangatnya memang bisa pulih dengan sangat cepat. Ageha bahkan cukup terkesan dengan hal tersebut.
"Budi, kau seharusnya bersikap lebih sopan saat berada di depan umum!"
"Maafkan Aku!"
Budi nampak menundukan kepalanya saat meminta maaf. Meister menyadari jika si pria tua itu tetap mempertahankan nama temannya sebagai Budi. Kenapa dia merubah nama samarannya, tapi tetap mempertahankan nama samaran temannya? Apakah hal itu dia lakukan untuk mengetes reaksi dari Meister? Apapun itu, Meister hanya perlu bersikap biasa saja dan seolah-olah tidak menyadari apapun. Dia hanya perlu mengosongkan pikirannya.
"Maafkan Aku... dia masih muda, jadi dia sangat suka pamer dengan kemampuannya... meskipun dia pendiam, tapi sebenarnya dia selalu ingin terlihat keren dan dewasa, jadi tolong maklumi ketidaksopanannya!"
"Ya, tidak apa-apa... Aku juga mengenal seorang pemuda yang pendiam, tapi suka bersikap sok keren seperti temanmu!"
Ageha merasa bahwa Meister sedang menyindir Arya. Meskipun Arya tidak pernah melakukan gerakan seperti itu, tapi Ageha merasa bahwa Arya memang bersikap sok keren, meski dia tidak yakin apakah Arya sadar akan hal itu atau tidak.
"Bisakah Aku menanyakan sesuatu?"
"Ya, silahkan, jika itu adalah sesuatu yang bisa Aku jawab, maka Aku dengan senang hati akan menjawabnya."
"Begitukah, terima kasih! Sebetulnya ada satu hal yang selalu ingin kutanyakan dari tadi."
"Apa itu?"
"Aku sebetulnya sudah bertanya-tanya dari sejak pertama kali masuk ke Cafe ini... apakah ada orang lain yang berada di lantai atas?"
Baik Ageha ataupun Meister sama-sama terkejut saat mendengar pertanyaan dari pria tua itu. Meister bahkan tidak bisa mempertahankan wajah tenangnya. Padahal dia sedang di depan musuhnya, tapi wajahnya saat ini dengan jelas menampilkan raut muka orang yang sedang terkejut.
Sepertinya Meister terlalu meremehkan pria tua di hadapannya, karena hal itulah saat ini situasinya menjadi lebih buruk dari pada yang dia pikirkan sebelumnya.