Apa yang pertama kali menyambut Arya saat dia datang kembali ke Cafe Heaven's Eden adalah wajah Ageha yang nampak tidak senang untuk suatu alasan.
"Kau sepertinya meninggalkan sesuatu!"
"Ah, terima kasih!"
Arya menerima kembali tasnya yang dia lupakan kemarin, meskipun itu adalah sesuatu yang cukup memalukan untuk Arya, tapi apakah itu juga bisa mengganggu Ageha? Arya bertanya-tanya sambil mengamati wajahnya.
"Ada apa?!"
Ageha nampak lebih marah saat Arya terus memperhatikan wajahnya. Arya segera memalingkan wajahnya agar tidak membuatnya lebih marah, lalu melihat ke Roy yang duduk tak jauh dari tempat Arya berada. Dia ingin bertanya pada Roy tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan pandangannya, tapi sepertinya pria besar itu tidak bisa menangkap pertanyaan Arya hanya dari tatapannya, karena dia hanya membalas menatap Arya tanpa mengatakan apapun.
"Ada apa!?"
Ageha kembali mengulangi pertanyaannya dengan suara yang lebih kencang, padahal Arya sudah tidak memandangnya lagi. Sepertinya Ageha merasa tidak suka dengan sikap Arya yang memalingkan wajahnya.
"Anu... kalau boleh bertanya, apa yang terjadi?"
Arya bertanya dengan hati-hati. Dia takut Ageha malah semakin marah padanya, jika dia tidak menjaga mulutnya.
"Kau bisa menanyakannya pada kakek tua yang berada di sana!"
Arya melihat kemana Ageha menunjuk, lalu pandangannya bertemu dengan Meister yang nampak murung. Sekarang dia malah makin bingung, sebetulnya apa yang sedang terjadi?!
"Arya, bisakah kau membayangkan ini!"
"Membayangkan apa!?"
Arya sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi tiba-tiba Meister mengajukan pertanyaan yang malah membuatnya makin bingung. Apa yang harus dia bayangkan di situasi seperti ini?!
Arya kemudian memeriksa baik-baik pria tua di hadapannya, apakah ada semacam petunjuk untuk mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mata Arya kemudian menemukan semacam benda berwarna merah muda yang sedang dipeluk oleh Meister.
"Apa kau bisa membayangkan bahwa Ageha menolak memakai baju yang sangat imut ini!?"
Akhirnya Meister menunjukan benda yang berada di pelukannya tadi. Arya bisa melihat dengan jelas baju pelayan berwarna merah muda dengan renda-renda berwarna-warni, seperti pelangi. Arya jadi mengerti kenapa Ageha tidak ingin memakai baju seperti itu. Bagaimanapun juga itu bukanlah baju yang akan digunakan oleh seorang perempuan yang sudah dewasa.
Arya melihat ke arah Ageha untuk memastikan bahwa hal itulah yang membuatnya nampak sangat tidak menyenangkan saat ini. Wanita berbadan kecil itu hanya memalingkan wajahnya dan tak menengok sedikitpun ke arah mereka, apalagi baju yang tengah dipegang oleh Meister.
"Hmm... bolehkah Aku bertanya... kenapa kau ingin Ageha memakai baju itu?"
Arya bertanya dengan ragu-ragu. Dia sebetulnya tidak perlu menanyakan hal itu, dia hanya perlu mengabaikannya dan hidupnya akan damai, tapi dia tetap saja penasaran. Kenapa si kakek itu mempunyai pakaian pelayan seperti itu dan kenapa dia ingin sekali Ageha memakainya? Tergantung jawabannya, Arya mungkin perlu menghubungi Polisi atau petugas keamanan lainnya.
"Tentu saja untuk menarik pelanggan! Dengan baju semanis ini, maka mustahil Ageha tidak dapat menarik perhatian orang-orang!"
"Jika Aku bisa menarik perhatian orang-orang, karena baju itu, maka itu pasti karena Aku nampak sangat aneh dengan baju itu, bukan karena baju itu nampak sangat imut!"
"Oh, Ayolah Ageha! Kau tidak perlu malu!"
"Tentu saja Aku perlu malu!"
Arya sangat mengerti alasan kenapa Ageha nampak sangat marah saat ini, jadi Arya tidak mengatakan apapun dan hanya mengamati pertengkaran mereka.
"Lagi pula baju itu kan untuk anak-anak! Apa kau benar-benar berpikir bahwa baju anak-anak akan cocok untukku!?"
"Tenang saja! Dengan tubuhmu, maka kau akan nampak sangat sempurna dengan pakaian pelayan ini!"
"Apa kau mau mengatakan bahwa Aku memiliki tubuh seperti anak kecil!?"
Kemarahan Ageha nampak makin memuncak. Arya ingin menghentikan amarahnya, sebelum sesuatu yang buruk terjadi, tapi sayangnya dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Saat dia menengok ke arah Roy untuk meminta bantuan, pria besar itu masih saja diam di tempatnya duduk tanpa merubah ekspresi wajahnya ataupun mengeluarkan suara apapun. Arya merasa bahwa pria besar itu tidak akan banyak membantu, meski Arya meminta bantuannya.
"Lagi pula, Ageha! Apakah kau tidak merasa bahwa pakaian pelayan yang kau kenakan saat ini sudah ketinggalan zaman!?"
Setelah Meister mengatakan itu, mata Arya melihat ke arah pakaian yang saat ini dikenakan oleh Ageha. Karena dia langsung disambut oleh wajah tidak bersahabat Ageha, maka Arya tidak sempat melihat-lihat pakaian yang dikenakan oleh rekan kerjanya mulai hari ini. Pakaian pelayan standar berwarna hitam milik Ageha nampak sangat cocok untuknya, apalagi warna rambut dan matanya yang juga berwarna hitam kelam menjadikan pakaian pelayannya nampak cukup menawan.
Arya tidak pandai saat memuji seseorang, jadi dia hanya akan mengatakan apa yang ada di pikirannya saat ini.
"Kurasa Ageha cukup cocok mengenakan pakaian itu, jadi kurasa tidak perlu untuk memaksanya memakai pakaian yang tidak dia sukai."
"A-a-apa yang tiba-tiba kau katakan!?"
Saat Arya memeriksa wajah Ageha, untuk suatu alasan, wajah gadis itu nampak memerah. Apakah Ageha merasa malu saat mendengar pujian dari Arya? Arya tidak merasa bahwa dia mengatakan sesuatu yang istimewa, dia hanya ingin membela Ageha dan menyelesaikan pertengkarannya dengan Meister.
"Aku sudah sedikit curiga saat kemarin malam, tapi sekarang Aku yakin... Arya, kau adalah orang yang tidak peka!"
"Huh!?"
Meister tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh. Kenapa dia menyebutnya tidak peka? Apakah dia bertemu dengan Rio tadi malam dan menceritakan bahwa Arya adalah orang yang tidak peka? Arya harus mengakui bahwa dirinya memang bukan orang yang peka, karena dia hanya fokus dalam belajar selama hidupnya, bahkan Rio sering menyindirnya mengenai hal tersebut.
Setelah menenangkan dirinya sebentar, Arya akhirnya menyadari bahwa Meister tidak mungkin mendengar hal itu dari Rio, meskipun mereka memang pernah bertemu, karena Rio tidak akan menceritakannya secara terang-terangan pada Meister. Rio mungkin akan menggunakan kata ganti untuk memanggilnya saat menceritakan tentang dirinya. Arya mengetahui hal tersebut, karena Arya sering memergoki Rio sedang membicarakannya dengan orang lain. Dia biasanya akan menggunakan kata si penggila buku, si orang tidak peka atau sahabatku. Arya jauh lebih suka jika Rio mau menggunakan yang terakhir saat membicarakannya dari pada menggunakan kata-kata panggilan yang aneh lainnya.
Jadi kesimpulannya, Meister memanggilnya sebagai orang yang tidak peka, karena perkataannya yang tadi, bukan karena dia berbicara dengan Rio. Belum lagi dia tadi sempat mengatakan bahwa dia sudah curiga dari kemarin malam, jadi ini memang kesalahan Arya sendiri.
"Arya, apakah kau ingin Aku mengajarimu tentang wanita?"
"Tidak!"
Meister memegang bahu Arya, lalu membisikan sesuatu ke telinganya agar orang lain tidak dapat dapat mendengarnya, tapi Arya langsung menolak perkataannya tanpa pikir panjang. Meskipun Meister belum menjelaskannya lebih lanjut, tapi Arya sudah tahu jika hal itu pasti adalah hal yang bodoh. Arya sudah sangat berpengalaman saat menghadapi Rio yang tingkahnya tidak jauh berbeda dengan Meister.
"Tidakkah kau berpikir bahwa kau terlalu dingin, Arya!? Benar, kan Ageha?"
"Jangan berbicara padaku!"
Ageha nampak masih sangat marah dengan Meister. Arya sama sekali tidak bisa menyalahkannya, karena bagaimanapun Meister adalah orang yang salah di sini.
"Kalian berdua benar-benar dingin, benar, kan Roy?"
"Hmmm... mungkin."
Roy nampak sedikit bingung saat menjawab pertanyaan Meister. Apakah pria besar itu sama sekali tidak mendengarkan pembicaraan mereka sampai dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan saat ini? Makanya dia hanya bisa menjawabnya dengan kebingungan. Arya jadi ingin tahu apa isi kepalanya.
"Kalian dengar itu, orang-orang dingin!"
Meskipun Roy hanya menjawabnya dengan asal, tapi untuk suatu alasan Meister nampak membusungkan dadanya sambil menunjuk ke arah Arya dan Ageha berdiri. Entah mengapa sikapnya itu membuat Arya dan Ageha merasa sangat kesal. Untung saja dia sudah berpengalaman saat menghadapi Rio, jadi dia bisa sedikit menahan amarahnya.
"Apa-apaan sikapmu itu!? Kenapa kau bersikap seperti orang yang benar di sini!?"
Tapi sayangnya Ageha tidak nampak bisa menahan amarahnya. Kalau seperti ini terus, maka pembicaraan mereka akan semakin panjang dan akan semakin menyebalkan. Arya harus segera mencari cara agar pembicaraan ini selesai.
"Untuk seorang yang berusia 21 tahun, kau sangat mudah emosian dan cepat marah!"
"Diam! Aku tidak butuh komentarmu!"
"Eh!? Apa!?"
Meskipun Arya ingin menghentikan pertengkaran mereka, tapi dia malah dikejutkan dengan informasi yang baru saja dia dapatkan. Ageha berusia 21 tahun!
"Ada apa? Kenapa kau terkejur?"
"Kau lebih tua dari pada Aku!"
"Jangan menyebutku tua!"
Arya memang berpikir bahwa Ageha itu memang lebih tua dari pada penampilannya, tapi dia tidak menyangka bahwa Ageha lebih tua dari pada dirinya. Meski hanya setahun, tapi informasi itu tetap mengejutkannya, karena Ageha nampak bertingkah lebih kenakan dari pada usianya yang sebenarnya. Dia sifatnya yang mudah emosian, Arya berpikir bahwa Ageha mungkin baru berusia 16-18 tahun.
"Oh, begitukah? Berapa usiamu saat ini, Arya?"
"Aku berusia 20 tahun!"
"Jadi kau adalah orang yang termuda di sini, ya.... jadi muda memang selalu membuat orang-orang tua seperti kami merasa iri!"
"Sudah kubilang jangan memanggilku tua!"
Meister nampak memainkan kumisnya saat memberikan komentarnya, setelah menanyakan usia Arya. Ageha nampak lebih marah dari pada sebelumnya, karena dia terus-terusan dipanggil tua, padahal umurnya hanya lebih tua satu tahun dari Arya. Arya benar-benar harus membereskan situasi ini sebelum semakin memanas.
"Jadi apa yang harus kulakukan di hari pertamaku bekerja?"
Arya segera bertanya sebelum ada lagi orang yang membuka mulutnya. Bagaimanapun dia datang ke sini untuk bekerja (dan mengambil tasnya), bukan untuk melihat dua orang yang sedang berkelahi.
"Oh, kurasa pertama-tama kau bisa berganti pakaian dengan pakaian pelayan yang sudah kusiapkan untukmu!"
Meister kemudian mengeluarkan sebuah baju berwarna merah muda lainnya, tapi kali ini untuk laki-laki. Arya mengabaikannya dan menghadap ke arah Ageha.
"Apakah kau memiliki pakaian pelayan pria yang normal?"
"Ya, tentu saja... ikuti Aku!"
Mereka berduapun pergi meninggalkan Meister yang masih memegang pakaian berwarna merah muda di tangannya. Dia nampak seperti patung orang tua yang sedang memegang baju aneh, karena dia sama sekali tidak bergerak dari posisinya.
"Tidakkah kalian berpikir kalau kalian itu benar-benar dingin..."
Sebuah suara yang terdengar sedih dapat didengar dari arah patung itu berdiri, bahkan jika diperhatikan lagi, kalian bisa melihat beberapa butir air yang muncul dari mata si patung.
Dan begitulah hari pertama Arya bekerja di Cage Heaven's Eden dimulai.