Johan melihat kalau David sepertinya sedang berbahagia. Johan melihat dari kaca spion depan. Jika David senang, berarti hari ini akan terlewati dengan senang pula.
"Jo, antar aku ke rusun tempat Zelin," perintah David.
Johan mengerutkan keningnya bingung. Tapi ia menurut saja dan tidak bertanya lagi. "Baik, Pak."
David begitu bahagia sekali, karena kenyataannya Zelin bisa menerima keadaannya dan sangat mengagumkan. Sampai-sampai ia tidak bisa tidur karena terus kepikiran wajah Zelin.
"Apa ada kabar yang menyenangkan, Pak? Sejak tadi saya lihat Pak David tersenyum terus," ujar Johan sambil melirik kaca spion.
David terkekeh. "Aku juga tidak tahu, Jo. Apa mungkin pria bisa jatuh cinta dua atau tiga kali?"
Johan ikut tersenyum, selama ini ia tahu betul kehidupan David seperti apa. Johan lebih tua tiga tahun dari David dan ditunjuk oleh Robi sebagai asisten David. "Tentu bisa. Cinta itu bisa datang dua kali atau tiga kali. Bisa kepada orang yang sama ataupun berbeda."
"Ah, kamu bisa aja, Jo. Kayak kamu pernah aja jatuh cinta. Bukankah sampai saat ini kamu masih sendiri?" David mengangkat satu alisnya.
Johan tersenyum lagi, "Sendiri bukan berarti nggak pernah jatuh cinta kan!"
David setuju dan mengangguk.
"Menurutmu, Zelin itu seperti apa, Jo?" Tanya David penasaran.
Johan yang sedang fokus menyetir, agak kikuk ditanya hal seperti itu. Pasalnya, Johan sendiri tidak begitu kenal dengan Zelin. "Uhm… saya tidak bisa menjawabnya secara mendetail. Karena saya tidak kenal secara langsung dengan beliau. Hanya saja, dari mata seorang pria seperti saya. Zelin wanita yang sopan dan ramah. Beda dengan yang tebar pesona. Dan… dari segi fisik beliau lebih cocok jadi model daripada pegawai resto."
David setuju dengan hal itu. Zelin lebih cocok menjadi seorang model daripada pegawai resto.
"Apa wanita itu Zelin orangnya?" Johan balik bertanya dengan sopan sambil tersenyum.
David salah tingkah dan mengangguk pelan. "Sepertinya aku memang jatuh cinta padanya. Awal pertemuan kami bisa dikatakan tidak baik-baik saja." David terkekeh. "Zelin menamparku dan ingin melaporkan aku ke polisi karena aku mabuk dan mencium bibirnya."
"Apa? Pak David ditampar?" Johan kaget.
David kembali mengangguk. "Tapi, hal itu yang membuatku jadi teringat padanya. Dia selalu menjauhi aku dengan kesempatan yang ada. Beda dengan wanita yang sering kutemui ,selalu datang meski tak diundang." David menghela nafas.
"Mungkin karena Zelin belum tahu siapa Pak David, makanya dia selalu menjauh."
David menggeleng, "tidak, Zelin berbeda. Justru ia menjauh setelah tahu siapa aku. Dan aku yang tidak ingin dia menjauh."
Johan mengangguk mengerti. Bosnya kini sedang kasmaran jadi dia harus banyak memakluminya.
Mobil yang ditumpangi David berbelok di depan gerbang rusun tempat tinggal Zelin. Saat mobil sudah berhenti, David membuka pintu dan turun. Berharap semoga Zelin belum berangkat kerja. Namun, saat ia akan memulai panggilan telepon, matanya melihat sosok Kevin yang mengendarai motornya melewati David. Untungnya Kevin tidak melihat David.
'Halo?'
Suara Zelin membuyarkan lamunan David. "Zelin, kamu dimana?"
'Di rumah, kenapa?'
"Aku datang untuk menjemputmu, dan kita berangkat kerja bersama."
'Oh, baiklah. Aku sudah siap, sebentar lagi aku turun.'
Panggilan terputus dan David masih terus berpikir soal Kevin. "Ngapain Kevin datang? Apa untuk mengusik Zelin lagi? Kalau iya itu terjadi, aku tendang dia ke laut, biar dimakan hiu sekalian," gerutu David.
"Siapa yang dimakan hiu?" Tanya Zelin yang mendengar gerutuan David.
David menoleh dan kaget, membuatnya malu dan salah tingkah. "Zelin, ah… itu …." David tertawa hambar. "Tidak, bukan apa-apa. Yuk, masuk." David membuka pintu mobil dan mempersilakan Zelin naik ke dalam mobilnya.
Zelin duduk nyaman di samping David. Harum tubuh David membuat Zelin agak mabuk dan rasanya ingin menyentuh lalu memeluknya. Namun, untuk menghindari kegilaan dalam imajinasinya, Zelin menatap jalanan ibukota yang mulai macet demi mengalihkan perhatiannya.
"Kamu diam aja, Zel. Nggak suka aku jemput?" Tanya David yang canggung juga. Karena ada Johan di depan kemudi.
Zelin menoleh dan tersenyum sambil menahan napasnya. "Nggak kok. Justru aku berterima kasih Bapak sudah mau repot-repot jemput saya. Tapi, nanti apa kata yang lain? Takut gunjingan di hotel."
David mengerti sekarang, ia juga kenapa tidak berpikir seperti itu. CEO dan pramusaji turun berdua dari mobil. Duda dan janda. David tiba-tiba sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Tenang aja, Mbak Zelin saya turunkan di basement. Nggak akan ketahuan kalau Pak David langsung turun di lobby." Johan memecahkan keheningan sambil memberikan solusi terbaik.
"Ah… baik, Pak," ucap Zelin dengan sopan.
David masih diam karena sibuk memikirkan statusnya juga. Dan tiba-tiba kesal karena teringat Kevin yang ada di rusun.
"Apa pagi ini ada tamu?" David tiba-tiba bertanya pada Zelin. Membuat Zelin kaget dan bingung.
"Uhm… maksudnya apa?" Zelin balik bertanya.
"Aku melihat Kevin keluar dari rusun. Dia datang sepagi ini atau dia menginap?" Ucapan David lembut namun menusuk.
Zelin tersenyum, "aku tidak akan sembarangan mengizinkan orang masuk ke dalam rusunku. Terutama laki-laki. Aku juga nggak tahu darimana dia tahu alamatku, padahal setahun lebih aku berhasil tanpanya."
David memang melihat kekacauan pada Kevin tadi.
Tapi tetap saja melihatnya di rusun agak kurang nyaman. Apakah dia cemburu? Tidak, tidak. Secepat itukah perasaan seperti itu hadir dalam dirinya.
Mereka telah tiba di hotel. David pun bersiap turun di lobby. "Nanti kita bicara lagi," ucapnya pada Zelin sebelum membuka pintu dan akhirnya turun.
Zelin yang sejak tadi nafasnya tercekat akhirnya bisa bernafas lega ketika David turun. Dan bodohnya ia lupa mengucapkan terimakasih pada David sebelum pria itu keluar dari mobil.
Johan membawa Zelin ke basement. "Mbak Zelin terimakasih ya sudah membuat bos saya tersenyum lagi," ucap Johan tulus.
Zelin salah tingkah dan mengangguk. "Ah, seharusnya saya yang berterimakasih karena sudah dijemput. Lain kali tidak usah repot-repot, saya bisa pergi sendiri. Bukan menolak rezeki. Tapi, saya menghargai Pak David. Saya tidak mau namanya tercoreng hanya karena seorang pramusaji seperti saya."
Johan senang mendengarnya, karena selama ini justru banyak sekali wanita yang memaksa minta dijemput oleh David. Tapi, Zelin? Benar kata David, Zelin berbeda.
"Nanti saya sampaikan ke Pak David, Mbak. Dan sekarang kita sudah sampai."
Zelin bersiap keluar dari mobil dan kembali mengucapkan terimakasih dengan tulus pada Johan. Padahal sebisa mungkin Zelin turun ketika suasana sepi. Namun ada saja orang yang melihatnya turun dari mobil seorang CEO.
Saat Zelin sedang berjalan ke arah resto, tiba-tiba saja dari belakang ada suara yang bicara dengannya.
"Oh, jadi sekarang punya pekerjaan sampingan ya, Zel?"
Zelin menoleh dan yang bicara dengannya itu adalah Indah.
"Maksudnya apa?" Tanya Zelin sama sekali tidak mengerti ucapan Indah.
"Jadi simpanan Bos!"