Zelin tersenyum sepanjang jalan pulang dari tempat kerja ke rusunnya. Meskipun sore itu macet, tapi tidak mengusik perasaan bahagianya. Karena, ia tahu, beberapa meter di belakangnya ada David yang mengekor dengan mobilnya.
Zelin kembali bahagia karena bercinta setelah setahun kebelakang ia tersakiti karena pengkhianatan. Ia kembali merasakan kepakan sayap kupu-kupu di dalam perutnya, merasakan desiran darah yang mengalir dalam tubuhnya hingga membuat tubuh dan wajahnya menghangat. Merasakan lagi debaran jantung yang bekerja lebih cepat ketika ia mampu menghidu feromon dari pria yang membuatnya terpesona. Meskipun ia tahu, hubungan ini akan sulit dijalani. Tetapi, ia masih bisa merasakan kebahagian itu.
Tidak disangka, hormon oksitosin yang saat ini Zelin miliki membuat segalanya seakan jauh lebih mudah. Salah satunya, jalanan yang macet pun bisa terasa begitu indah dan singkat. Karena biasanya jalanan macet membuat orang suka merasa lebih cepat lelah dan marah.
Sampailah Zelin di parkiran rusun. Ia juga menunggu David yang sedang parkir mobilnya. Lalu mereka bertemu dan David menggandeng tangan Zelin. Membuat Zelin merona di pipinya.
"Tidak apa-apa kan?" Tanya David yang melihat Zelin salah tingkah.
"Uhm, iya," jawab Zelin singkat.
Mereka naik ke lantai tiga dengan meniti satu persatu anak tangga. Dengan tangan yang masih saling menggenggam merupakan kebahagiaan bagi Zelin. Rasa lelah yang biasanya ia rasakan dan nafas tersengal, kini tidak begitu terasa. Zelin benar-benar dimabuk cinta oleh pesona seorang duda.
"Setiap hari seperti ini? Naik dan turun tangga?"
"Iya, ada lift, tapi sering rusak. Jadi karena aku takut, lebih memilih naik turun tangga meskipun capek." Zelin tersenyum sepanjang menjelaskan.
David justru kebalikannya, ia tidak tega dengan Zelin yang tiap hari naik turun tangga.
Mereka sampai dan Zelin memasukkan kunci pintu unitnya lalu mempersilakan David masuk ke dalam. Zelin merasa bersyukur juga karena pagi tadi sebelum berangkat kerja, sempat membereskan dan membersihkan unit kamarnya. Jadi, saat David datang ia tidak merasa malu karena kotor atau berantakan.
"Mau minum apa?"
"Air putih saja. Setelah kamu mandi aku mau ajak kamu keluar."
Zelin yang sedang mengambil handuk dari balkon langsung mengerutkan kening. "Keluar? Mau kemana?"
David tersenyum melihat raut wajah Zelin yang sempat berkerut di bagian kening. Lalu dengan ibu jarinya, David menyentuh kerutan di kening Zelin untuk diratakan. "Jangan sering-sering mengerutkan dahi. Kulit wanita itu sensitif," jelas David.
Membuat Zelin senyum dan malu. Karena memang Zelin sering melakukannya. "Kamu paham benar urusan kulit wanita."
David tertawa, "Bukan kulit wanita aja. Tapi pria pun sama."
"Hmm, baiklah. Kalau gitu aku mandi dulu. Uhm, di kulkas banyak cemilan, kamu bisa ambil sendiri." Zelin berbalik namun lagi dan lagi David menarik tangannya hingga wanita itu terjatuh di pangkuan David.
Pria itu memeluk Zelin dari belakang dan meletakkan dagunya di atas bahu Zelin. Tidak menekan hanya menyandarkan saja. Hal itu membuat jantung keduanya berdebar cepat. Zelin melipat bibirnya ke dalam. Sedangkan David menikmati kenyamanan saat menghirup aroma tubuh Zelin. Dan mengusap lembut tangan Zelin.
Keheningan terjadi selama satu menit sebelum akhirnya David bicara. "Sudah seminggu kita bersama, apa ada yang kamu rasakan, Zel?" David hanya ingin tahu apa yang Zelin rasakan.
Zelin berpikir sebentar, sejauh ini yang ia rasakan adalah kebahagiaan dan kecemasan datang bersamaan. "Ehm, aku senang dan takut, Mas."
David sudah menduganya. Senang karena telah bersama, dan takut dengan rintangan yang akan menghadang cinta mereka, termasuk mantan dari mereka berdua.
"Senang karena aku tidak mencintaimu sendirian." Zelin menjedanya, "takut, karena aku janda dan karyawan mu. Sedangkan kamu adalah CEO di tempatku bekerja. Semua orang tahu kamu memiliki istri. Aku takut dengan rumor."
David memeluk Zelin lebih erat. Ia pun memahami apa yang Zelin rasakan. Namun, untuk saat ini David belum bisa berbuat banyak karena memang sedang memperbaiki keadaan perusahaannya yang hampir terjun bebas karena ulah oknum yang semena-mena.
"Zelin, maafkan aku karena aku belum bisa berbuat banyak untuk hubungan kita. Belum bisa mempublikasikan hubungan kita. Karena satu dan lain hal yang aku yakin kamu memahaminya. Sejujurnya aku ingin sekali dunia tahu kamu adalah kekasihku. Aku cemburu jika Kevin masih mendekatimu dan diam-diam datang ke sini. Untuk rumor, ku harap kamu tidak terpengaruh. Tolong bersabar." David menyesali apa yang barusan ia katakan pada Zelin. Namun, itu harus. Karena hubungan mereka sangat tidak mudah.
Zelin pun sebenarnya memahami betul apa yang dia alami. Jatuh cinta dengan seorang duda yang merupakan bosnya adalah bunuh diri. Terlebih status dudanya belum banyak orang tahu. Sama seperti statusnya jandanya.
"Iya, Mas. Aku bukan anak kecil. Cintaku juga bukan cinta monyet yang dialami remaja. Cintaku padamu datang dari hatiku." Zelin mengakuinya.
David tersenyum, menghangat mendengar pengakuan Zelin. Ia memeluk erat Zelin sekali lagi dan mengecup belakang kepalanya. Dan saat itu ia menyadari jika jantungnya semakin berdebar. Kecupan itu refleksi dari kehangatan yang ia rasakan. Dan ia juga merasakan kalau tangan Zelin meremas tangannya.
Seketika kembali hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
'Apa aku boleh menciumnya? Apa Zelin akan marah? Sudah seminggu kami berpacaran. Dan ini adalah kencan pertama kami.' batin David.
'Jantungku ingin meledak. Apa David akan menciumku? Jika ia menciumku apa aku harus diam saja atau mendorong tubuhnya menjauh?' batin Zelin.
"Zelin," lirih David.
"Iya?"
"Maukah kamu membalik tubuhmu untuk menatapku?"
Zelin tidak menjawabnya, namun tubuhnya seakan bergerak sendiri, hingga membuatnya kini menatap David yang begitu mempesona. "Sudah," lirihnya.
David tersenyum begitu lembut. Jarinya mengapit dagu milik Zelin, sehingga kepala Zelin mutlak menghadap sorot gelap mata David. David sedikit membuka bibirnya ketika jarak semakin mengikis. David bisa merasakan hembusan nafas Zelin, begitupun sebaliknya. Ketika bibir David menempel pada bibir Zelin, pria itu tidak langsung melumat. Namun, menunggu reaksi Zelin, apakah ia diizinkan untuk lebih dalam lagi. Hingga akhirnya David melihat dan merasakan bahwa Zelin memejamkan matanya dan membuka sedikit bibirnya. Saat itulah David tersenyum lalu kembali memulai mencium bibir Zelin dengan keahlian yang ia miliki.
~•~•~•~•~•~
Kevin mengikuti David dan Zelin. Tanpa ia sadari ternyata ia mengikuti David dan Zelin sampai ke rusun. Bahkan sampai di depan unit milik Zelin. Ia seperti penguntit, sesekali ia menempelkan telinganya ke pintu unit kamar Zelin. Dan tidak lupa ia menoleh, mengecek keadaan sekitar. Takut kalau ada yang melihatnya disangka maling.
Namun, setengah jam berlalu, David tidak juga keluar dari kamar Zelin. Beberapa kali ingin rasanya Kevin nekat untuk mengetuk pintu. Supaya dirinya bisa memastikan kalau Zelin dan David tidak melakukan hal-hal yang ia pikirkan. Pikirannya mengacaukannya.
"Apa aku sudah gila? Mengikuti mereka sampai sini? Mereka sudah dewasa, Zelin juga bukan istriku lagi. Tapi, kenapa hatiku rasanya sakit sekali melihatnya." Kevin memegang dadanya yang sedang berdebar. Dan ia pun melangkah pergi dari tempat itu.
Kevin memutuskan pergi dari rusun dan pulang. Namun di dalam perjalanan pulang, ia tiba-tiba teringat masa lalunya yang telah mengkhianati Zelin. "Seandainya dulu aku tidak melakukannya, mungkin saat ini Zelin masih tetap menjadi milikku."
----> Bersambung