Chereads / Pesona Sang Duda / Chapter 19 - 19 Friska melihatnya

Chapter 19 - 19 Friska melihatnya

Friska melamun di atas balkon kamar hotel. Sudah seminggu lebih Friska menginap di hotel. Bukan lantaran ia tidak punya rumah. Hanya saja yang sebenarnya terjadi adalah Friska sedang melarikan diri. Baik dari keluarga dan terutama suaminya. Dia suntuk karena setiap hari hanya menghabiskan waktu di kamar hotel atau area hotel saja. Ia ingin menyegarkan pikirannya dengan cara keluar dari hotel untuk sekedar shopping. 

Friska masuk ke dalam kamarnya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian kasual. Ia sudah membayangkan akan pergi bersama David ke salah satu mall dan makan di restoran favoritnya. Ia turun ke lobby dan pergi ke area parkir. Mobil BMW tipe crossover berwarna merah membuatnya tersenyum. 

"Hai, Red! Hari ini kita akan keluar kandang," ucap Friska sambil mengusap kap mobilnya. 

Friska membuka pintu mobilnya dan duduk di kursi kemudi. Ia merasa antusias sekali karena akhirnya dia memberanikan diri untuk menghirup udara segar. Tidak lama pun dia menyalakan mesin mobil dan melaju. 

Tujuannya yang pertama adalah apartemen mewah milik sang mantan suami, yaitu David. Kenapa David? Ya karena hanya David yang masih bisa dipercaya sampai saat ini. Dan David juga masih mencintainya. Dia mengenal David pria yang tidak mudah jatuh cinta dengan wanita lain. Dan dia juga masih mempercayai kalau pria yang menjabat sebagai CEO hotel Royal Queen itu masih mengharapkan dirinya kembali. 

Sampailah Friska pada area apartemen mewah di bilangang Jakarta Selatan. Dia memarkirkan mobilnya di pelataran dekat lobby. Supaya dia tidak perlu jauh-jauh ke parkiran kalau mereka jadi jalan. Dengan menenteng tas branded mungil yang berisikan dompet dan ponsel, Friska dengan percaya diri masuk ke dalam area apartemen. Kebetulan apartemen David berada di lantai paling atas yaitu lantai 10. Tidak perlu menunggu lama untuk datangnya lift. Dia segera saja masuk ke dalam dan menekan tombol 10 pada lift tersebut. Selama berada di dalam lift, dia melihat dirinya di pantulan dinding lift yang seperti cermin. Dia kembali tersenyum dan sedikit merapikan rambutnya yang tergerai. 

Sampai di lantai sepuluh, dia pun langsung berjalan menuju pintu apartemen David. Dia tahu password unit milik David dan langsung saja menekan beberapa nomor seketika pintu berbunyi BIP dan langsung terbuka. 

Hal pertama yang akan Friska lakukan ketika bertemu David adalah memeluknya seperti biasa. Friska bisa membayangkannya. Namun, saat masuk yang terjadi pada Friska adalah kecewa. Lantaran apartemen itu masih gelap dan kosong. 

Friska mencoba berkeliling sambil memanggil nama penghuni apartemen. "David, kamu dimana?" Dari ruang tamu, ke kamar, dapur, lalu ke balkon dan kembali ke ruang tamu. Kosong. 

"David?" Friska berdiri di tengah-tengah sambil mengeluarkan ponselnya lalu mencari di panggilan cepat nama David. Dia mencoba menghubungi David. 

Tapi tidak ada jawaban. Tiga kali panggilannya terabaikan. "Kemana dia? Apa ke rumah ayahnya?" Friska merasa ada yang aneh dengan mantan suaminya itu. Sesibuk apapun David, biasanya akan tetap menjawab panggilannya. Pria itu tidak bisa jauh dari gadgetnya. "Apa terjadi sesuatu dengannya?" Pikiran aneh mulai bermunculan satu persatu di dalam kepalanya. 

Kurang lebih dua puluh menit Friska di dalam apartemen, sampai akhirnya dia memutuskan untuk keluar dan pergi dari sana. Rasa antusiasnya kini telah berubah. Namun, karena perutnya lapar jadi dia memutuskan untuk makan malam dulu sebelum memutuskan kembali ke hotel. 

Moodnya berubah karena kekecewaan yang terlalu berharap lebih pada sang mantan suami. Friska pergi ke salah satu mall dan langsung menuju restoran favoritnya. Restoran Jepang yang selalu menjadi tujuan utamanya. 

Malam itu mall tidak terlalu ramai dan restoran pun cukup lengang. Friska duduk di salah satu meja sudut dan mulai memesan makanannya. Memesan beberapa macam sushi dan makanan lainnya. Setelah makanan datang dan dia sedang asyik menyantap makanan favoritnya. Friska menatap jauh ke depan. Sambil terus mengunyah dan mata yang jelalatan. Sampai pada akhirnya dia menyipitkan matanya. 

"Bukankah itu David?" Ucapnya dengan suara tak jelas karena mulutnya penuh makanan. Dia kembali menegaskan dengan matanya. Pria yang dia lihat sedang merangkul pinggang seorang wanita. 

"David kan! Aku yakin itu David. Tapi, siapa wanita di sampingnya?" Friska hendak berdiri untuk memastikan. Namun, saat berdiri dia menyenggol sumpitnya hingga jatuh. Dan dia pun menjadi pusat perhatian. Karena tidak enak, dia pun berjongkok untuk mengambil sumpitnya lalu duduk kembali. Saat melihat ke arah depan, orang yang menjadi pusat perhatiannya sudah menghilang. 

Nafsu makannya hilang. Padahal masih banyak yang belum dihabiskan. Karena dia kenyang dengan rasa penasarannya.

"Aku yakin itu David. Tapi, wanita di sampingnya itu siapa? Tidak mungkin kan kalau David kencan dengan wanita lain?" Friska agak sakit hati dan cemburu. Dia tidak terima jika memang benar itu terjadi. Karena makanannya masih banyak tapi perutnya justru sudah kenyang, dia meminta pelayan untuk membungkus semua makanan sisanya. 

"Sialan sekali, siapa wanita yang berani-beraninya menggantikan posisiku di hatinya David!" Friska keluar restoran dan mencari keberadaan David. Namun sayangnya tidak ketemu. 

~•~•~•~•

Zelin senang sekali, kencan pertamanya begitu menyenangkan. Makan, nonton film, main game. Sebenarnya David memaksa dirinya untuk berbelanja, tapi sayangnya Zelin bukan tipe wanita yang suka belanja. Zelin lebih suka nonton dan makan. 

"Ini mau?" David menyodorkan permen di telapak tangannya. 

Zelin menatap David sesaat lalu menatap permen mint yang ada di telapak tangan David.

"Aku selalu menyiapkan permen, karena aku tidak merokok. Mulutku suka kesepian kalau sedang menyetir mobil. Makanya aku selalu menyediakan permen. Dan mint adalah favoritku." David menjelaskan sambil menunggu permen di tangannya diambil Zelin.

Zelin juga menyukai permen terutama permen mint. Ia pun mengambil satu permen dan memasukkannya ke dalam mulutnya. "Enak," ungkapnya jujur. 

David memakan sisanya dan tersenyum ke Zelin. "Kamu suka?" 

"Uhm, suka." 

Sembari nyetir, satu tangan bebasnya David menggenggam tangan Zelin. Pria itu tidak ingin melewatkan waktu kencan mereka dengan begitu saja. David ingin memberikan momen-momen kecil yang membuat keduanya saling teringat dan merindukan. 

"Apa aku harus turun dan mengantarmu sampai depan unit?" 

Zelin meremas tangan David pelan. "Tidak usah. Kamu harus kembali ke rumahmu. Sudah larut juga. Besok kan masih bisa ketemu." 

Dalam hati David agak kecewa, tapi dia tahu ini masih permulaan dan merupakan kencan pertama mereka. David tidak ingin memaksa dan tidak ingin buru-buru. 

Mereka sampai di pelataran parkir rusun tempat tinggal Zelin. David menepi di parkiran yang memang lampunya agak remang. Bukan karena sengaja, tapi tempat itu merupakan tempat David parkir setiap kali datang ke rusun. 

"Aku senang sekali malam ini, Zel. Rasanya tidak ingin pisah." David tertawa malu. 

"Aku juga senang sekali. Terimakasih untuk malam ini. Kalau sudah sampai rumah, kabari aku ya. Aku akan menunggu." 

"Siap, Sayang. Sepertinya aku harus mengubah nama panggilan kesayangan kepadamu."

Zelin mengerutkan keningnya. "Tidak usah buru-buru. Begini juga aku nyaman kok."

David mengangguk mengerti. "Masuklah, aku akan melihatmu masuk ke dalam."

Zelin mengerti dan siap membuka pintu mobil. Namun, tiba-tiba tangannya ditahan. Zelin pun menoleh. 

"Tunggu. Apa boleh aku–"

Zelin mencium bibir David lebih dulu. Entah mengapa Zelin bersikap seperti itu. Tapi intinya, itu adalah reward untuk David yang sudah membuatnya bahagia hari ini. 

David yang kaget pun hanya menatap Zelin. Tapi, kali ini dia tidak akan membiarkan Zelin pergi begitu saja. David merengkuh wajah Zelin dan kali ini David menciumnya. Perlahan melumat, menghisap dan Zelin pun membalasnya. 

Jika saja, David tidak bisa mengontrol dirinya, sudah dipastikan malam itu David akan kelabasan. Untung saja Zelin melepasnya lebih dulu. Dengan nafas terengah dan mata yang perlahan terbuka. 

David melihat Zelin seperti itu, seksi. 

"Sudah malam, kamu harus pulang," ujar Zelin. 

"Iya, Sayang. Masuklah." David dengan berat hati melepaskan Zelin dan membiarkannya keluar dari mobil. David memperhatikan Zelin yang perlahan menjauh dan menghilang. Dengan senyum yang merekah, David pun meninggalkan pelataran rusun untuk kembali ke apartemen. 

—-> Bersambung