Juna sedang melihat layar monitor, memperhatikan gerak-gerik semua orang yang ada di dalamnya. Matanya terlihat fokus, tidak bergeming sama sekali.
Sementara itu di telinganya terpasang sebuah earphone untuk mendengar suara Na Jaehwa yang entah sedang berada di mana. Jaehwa menjelaskan tentang situasi yang ada di dalam tangkapan CCTV sebuah cafetaria ternama di Seoul. Tidak sia-sia Lee Juna memiliki sahabat sekaligus sepupu seperti Na Jaehwa, Si serba bisa. Menghack CCTV di segala tempat adalah hal yang bisa dia lakukan dengan mata tertutup. Termasuk salah satu hal termudah lainnya selain membuat Lee Juna mengamuk.
Na Jaehwa adalah agen rahasia terbaik di Hydra Group. Kemampuannya sangat bisa diandalkan di segala kondisi. Bahkan dalam hal melacak orang yang hilang bak ditelan bumi sekalipun bisa dia lakukan dari jarak jauh. Satu-satunya kelemahan Jaehwa adalah Zhong Changyi, yang juga termasuk sahabat Juna dan Jaehwa. Changyi berasal dari China, merupakan hacker rahasia perusahaan Hydra group.
"Kau lihat wanita yang mengenakan dress biru itu? Dia Nyonya Im Baram, si pemilik cafetaria. Sedangkan laki-laki yang ada di sampingnya adalah Tuan Jung Hyun, pemilik casino terbesar yang baru buka di Beijing beberapa saat lalu,"
"Aku ingin tau informasi penting tentang Jung Hyun. Pastikan semua datanya tidak ada yang terlewat," ujar Juna sebelum membalikkan kursi eksekutifnya menghadap empat orang laki-laki yang duduk di sofa belakangnya.
"Akan kukirimkan secepatnya, sekarang aku sedang sibuk,"
"Sibuk? Kau sedang apa? Bercanda dengan wanita-wanita murahan itu?"
"Hiss, mulutmu itu sangat pedas! Sejak kapan aku suka bermain dengan wanita seperti mereka?!" sengit Jaehwa dengan suara beratnya.
"Aku tidak peduli kau sedang apa, sebaiknya kau cepat kesini. Ada yang harus segera kita bicarakan," ujar Juna sambil memperhatikan keempat saudaranya yang menunggu hasil pelacakan yang dilakukan oleh Jaehwa.
"Aku akan sampai di sana satu jam lagi."
Setelah memutuskan sambungan telepon, Juna menggulir layar ponselnya untuk beberapa saat sebelum menyambungkannya ke mesin proyektor.
"Aku sudah tau siapa pemilik saham casino di Beijing. Sepertinya kita bisa menerima tawaran Paman Baekhyeon untuk bekerja sama. Hotel milik paman Baekhyeon sangat dekat dengan casino yang baru dibangun itu," jelas Juna yang sekarang sibuk melipat kedua lengan kemeja putihnya.
Sebuah gambar gedung casino dan hotel megah terpantul pada layar putih di hadapan mereka.
"Bagaimana menurutmu, Haejin?" Juna melirik Haejin yang sejak tadi memperhatikan layar.
"Menurutku secepatnya kita harus menghubungi Paman cantik, sebelum dia pergi ke luar negeri karena urusan bisnis mendadak."
"Tapi tunggu dulu! Bukankah target kita bukan Jung Hyun?" Minhyuk mengernyit bingung. Dia hampir tidak mengerti jalan pikiran adiknya sendiri.
Juna kembali tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan dari Minhyuk.
"Kita ganti rencana, sepertinya ini akan lebih mudah dari dugaanku."
"Aku akan membantu kalian," Yeongho yang sejak tadi hanya diam, ikut berbicara.
"Terima kasih, hyung."
Yeongho termasuk salah satu pengusaha hebat yang bekerja dengan silent mode. Bisnisnya yang berkembang pesat dan berjalan mulus, membuat saingannya bertekuk lutut. Tidak heran jika Juna sangat senang atas bantuan yang diberikan oleh sepupunya itu.
"Bagaimana dengan perusahaan Cerberus? Apa perlu menambah mata-mata di sekitar gedungnya?" tanya Minhyuk yang penasaran.
"Tidak perlu. Jangan terlalu terlihat oleh mereka, kita bisa hancurkan mereka secara perlahan dengan chip yang aku tanam disana." Juna menjelaskan dengan tenang.
"Minhyuk hyung sudah dapat informasi dari gedung Cerberus Group? Chip itu tidak hilang, kan?" tanya Juna.
"Ada pada Jiyoung. Dia cukup bisa diandalkan di tugas ini." Minhyuk menoleh ke arah Jiyoung yang terlihat sedang mencari sesuatu di dalam saku hoodienya.
"Bawa ke sini, aku akan memeriksanya."
"Ini hyung." ujar Jiyoung sembari memberikan sebuah benda kecil berwarna hitam kepada Juna yang sibuk meneliti layar monitor di depannya.
"Tanganmu itu kenapa?" Juna memperhatikan tangan Jiyoung yang diperban. Dan perban putih itu sudah sedikit berwarna abu-abu.
"Ah ini, hanya terkena besi dapur tapi sudah membaik." Jiyoung tertawa kecil.
"Kau harus segera menggantinya dengan yang baru. Kau bisa minta pada pelayan."
"Dia cukup hebat memanjat dengan tangan di perban seperti itu," celetuk Minhyuk sambil menaik-naikan alisnya kepada Jiyoung. "Apalagi saat kami dikejar tadi. Owh, Adik kecil kita ini sangat lihai memanjat dinding-dinding tinggi itu,"
"Hyung, percayalah, itu namanya insting bertahan hidup. Aku hanya tidak ingin mati sia-sia di tangan para bodyguard raksasa seperti mereka."
"Kalian bilang apa? Dikejar oleh siapa?" Juna menatap tajam Minhyuk dan Jiyoung bergantian.
"Aku tidak yakin mereka suruhan dari mana. Tapi, mereka juga yang menyerang kami saat di Cerberus group tadi." ucap Minhyuk menjelaskan pada Juna.
Secepat kilat laki-laki yang sudah diterpa amarah itu menghubungi seseorang.
"Lacak dari mana datangnya perintah para bodyguard yang menyerang anggotaku. habisi saja sekalian jika mereka tidak ada yang mengaku!!" suara tenang itu membuat bulu kuduk siapa saja yang mendengarnya akan berdiri, termasuk keempat orang yang secara langsung mendengarkan Juna memerintahkan hal itu.
Di luar ruangan, sejak tadi Vano menangis di meja makan karena Ara terus menatapnya tanpa berkedip. Terlihat beberapa pelayan berusaha menenangkan Tuan muda mereka agar berhenti menangis.
Sejak dulu, Ara sangat membenci Vano. Selain karena marganya yang berbeda dengan Juna, dia juga cemburu jika Juna lebih sayang pada anak kecil itu. Bahkan tidak jarang dia membuat Vano menangis hanya karena melihat mata gadis itu melotot ke arahnya. Pernah dulu, saat Juna keluar negeri, Ara membawa Vano pergi ke suatu tempat bermain khusus untuk anak balita. Dan kalian tau apa yang terjadi? Gadis itu meninggalkan Vano di sana, sampai Juna sendiri yang menjemput putranya atas bantuan Na Jaehwa yang melacak keberadaan Vano dari jam tangan digital yang dipakai anak malang itu.
Itu sebabnya, Juna tidak bisa memaafkan Ara sampai detik ini. Tidak ada Ayah yang ingin anaknya dibenci oleh orang lain, tanpa si orang lain itu tahu kebenarannya.
"Vano!" pekikan Juna yang baru datang, membuat tangis Vano mereda.
Ara yang sejak tadi terus menatap ke arah Vano kini mengalihkan pandangannya kepada Juna yang sedikit berlari dari arah ruang tamu pribadinya bersama keempat saudaranya.
"Kim Ara! kau apakan keponakan kesayanganku?" teriak Haejin saat Vano berlari menghampirinya.
"Tidak kusentuh sama sekali. Kau tanya saja dia," balas Ara tidak mau disalahkan.
Haejin berlutut menghadap Vano sambil menghapus air mata dipipi Chubby si bocah kecil. "Katakan pada paman, apa kau digigit wanita itu?"
"Aku tidak menggigit anak menyebalkan itu. Dasar kau ini! Tanya yang masuk akal saja! jangan yang mengada-ada!" kesal Ara yang berdiri dari tempat duduknya saat mengomentari pertanyaan Haejin.
"Oke-oke, kuulang. Ayo katakan pada paman-- apa kau mencium bau busuk dari wanita ini sampai kau merasa mual dan menangis?" pertanyaan Haejin malah membuat Vano terbahak sambil mengusap air matanya seolah terhibur dengan pertanyaan dari pamannya itu.
"Pertanyaan macam apa itu?! YA Lee Haejin! kau cari masalah denganku, huh?" Ancam Ara yang sudah kehilangan kesabaran.
Haejin mendongakkan kepala melihat ke arah Ara seraya berdiri tegak lalu meneliti penampilan Ara yang sekarang sedang berkacak pinggang di dekat meja makan. Tanpa mengatakan apapun, Haejin membuat lambang pistol dengan tangan kanan kemudian mengarahkannya kepada Kim Ara yang kini terdiam melihat apa yang Haejin lakukan. Otaknya sudah mulai sadar satu hal tentang gerakan itu.
"SHOOT!" kata Haejin dengan membuat gerakan menembak.
"Kuharap kau tidak lupa siapa aku, Kim Ara." ucap Haejin dengan tersenyum miring sebelum akhirnya pergi membawa Vano ke lantai atas diikuti Jiyoung dan kedua hyungnya.
Terlihat Ara menelan salivanya lagi. Dia terkejut dengan kalimat singkat dari Haejin. Gadis itu benar-benar lupa sedang mengancam siapa tadi. Walaupun dia anak dari seorang yang terpandang, itu tidak menutup kemungkinan dirinya menjadi target dari sniper sinting itu, pikirnya.
"Kenapa putraku menangis?"
"Aku membencinya dan dia bukan putramu!" jawaban yang sangat menohok hati Juna itu meluncur bebas dari bibir tipis Kim Ara.
Rahang Juna mengeras dan memberikan tatapan tajam pada Ara untuk perkataannya.
"Aku benar, 'kan?" tanya Ara dengan akting sedihnya yang luar biasa namun tidak berlaku pada Juna.
"KELUAR KAU!!" teriak Juna murka. Ara terbelalak dengan air mata yang seketika berhenti karena terkejut atas bentakan Juna.
"Kau membentakku karena membela anak itu?" suara Ara bergetar.
"Kau tidak tuli, 'kan? Kubilang keluar!!" geram Juna yang membuat air mata kekesalan Ara mulai menetes lagi.
Ara melihat sekilas ke arah Yeongho yang menggendong Vano lalu segera meninggalkan rumah Juna dengan rasa kesal yang memenuhi hatinya karena sudah berkali-kali di usir dengan sangat memalukan.
"Tidak ada yang boleh mengatakan Vano bukan Anakku!" geram Juna seraya mengepalkan telapak tangan kanannya.
∆∆∆∆∆