Chereads / Mafia : The Mafia Boss / Chapter 9 - [MTMB :9]

Chapter 9 - [MTMB :9]

Pagi ini jalanan kota tampak masih lumayan lenggang, hanya terlihat beberapa pengendara yang berlalu lalang.

Youra sudah berada di halte bus pagi ini, menunggu bus tujuannya datang.

Berulang kali dia mencoba mengangkat kepalanya, menahan rasa kantuk yang bergelantungan di pelupuk mata. Sementara kedua tangannya, dia masukan kedalam kantong Duffle coat yang dia kenakan.

"Lama sekali busnya datang." terdengar seorang wanita mendumel di sampingnya

Youra melirik si wanita, di pangkuannya terlihat seorang gadis kecil yang sedang menikmati gula-gulanya. Youra tersenyum pada gadis kecil yang juga melihat ke arahnya.

"Anak yang manis." batin Youra.

"Noona, apa kau mengantuk?" suara imut itu masuk ke rongga telinga Youra.

"Hehe, sedikit. Apa terlalu kelihatan?" tanya Youra mencoba merespon pembicaraan.

Gadis kecil itu mengangguk. "Noona," si gadis kecil meraih sesuatu di dalam saku parka bulunya.

"Noona mau gula-gula? Kata ibuku, Ini bisa mengusir rasa kantuk." gadis kecil itu memeberikan beberapa bungkus gula-gula, dan langsung diterima Youra dengan senang hati.

"Terima kasih, kau baik sekali." ucap Youra senang.

Wanita yang memangku gadis kecil itu, menoleh ke arah Youra dan membuat senyuman ramah di bibirnya.

"Maafkan Cucuku yang mengganggumu ya, Nak." si Ibu setengah baya itu memulai percakapan.

"Tidak, dia gadis yang sangat baik." ujar Youra setengah terkejut saat wanita itu berbicara padanya.

"Aku Bibi Oh. Siapa namamu, Nak?

"Aku Kim Youra, Bibi." jawab Youra penuh senyum.

"Kau baik sekali, Nak. Aera menyukaimu." ujar Bibi Oh sembari melirik ke arah gadis kecil di pangkuannya.

"Noona, kami akan pergi menemui Ibu." si gadis kecil mulai berbicara lagi. Wajahnya terlihat sangat gembira saat mengatakan itu.

"Ibunya dirawat di rumah sakit, ini pertama kalinya dia menemui Ibunya setelah kecelakaan setahun lalu. Aera anak yang kuat, dia sama sekali tidak menangis, seperti janjinya padaku." ucap Bibi Oh yang diangguki oleh Youra.

Youra sempat terdiam sebentar, mencoba mengingat sesuatu. Tapi itu justru membuat kepalanya merasakan sakit yang luar biasa. Dia memegangi kepalanya, menahan rasa sakit yang menyerang setiap inci saraf-saraf kepala.

"Nak, kau kenapa?" suara Bibi Oh terdengar khawatir.

"Ah, ini. Aku tidak apa-apa, hanya serangan pusing mendadak." Youra mencoba terlihat biasa saja walaupun rasa sakit masih cukup menyiksanya.

"Aku akan membelikanmu obat, tunggu sebentar." Bibi Oh bangkit dari duduknya, hendak pergi ke sebuah apotik di seberang sana.

Youra yang sadar akan itu, langsung memegang tangan Bibi Oh, tidak mengizinkannya pergi.

"Tidak usah Bibi. Aku baik-baik saja," kata Youra dengan senyuman lebar.

"Kau yakin, nak?"

Youra segera mengangguk. Bibi Oh kembali duduk di bangkunya, sedangkan Aera tidak berkedip sedikitpun menatap Youra.

"Noona, kau tidak boleh sakit." suara imut Aera sedikit menenangkan rasa sakitnya

"Aku baik-baik saja, Adik kecil. Ah, itu bus kita datang." ujar Youra bersemangat.

Mereka bertiga menaiki tangga bus, setelah bus berhenti tepat di depan halte. Youra

merasa lega karena dia akhirnya sudah berada di dalam bus, dan bisa memejamkan matanya sebentar.

∆∆∆

Suasana koridor rumah sakit masih sepi, hanya terlihat beberapa suster yang sedang sibuk melakukan tugas mereka.

Di tengah kesunyian, seorang dokter melangkah masuk kedalam sebuah kamar VIP yang tersembunyi di lantai empat. Di balik tirai putih yang menutupi sebuah ranjang, seorang laki-laki setengah baya sedang terbaring lemah. Dia bahkan bernapas dengan bantuan alat-alat yang berada di tubuh dan hidungnya. Wajahnya dibaluti perban putih bersih, sepertinya para suster rajin mengganti perbannya dengan yang baru.

"Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanya si dokter sambil menjentikan jari pada sebuah jarum suntik yang sudah dia isi cairan obat.

"Ohh, aku lupa. Kau tidak bisa bicara ya? Maafkan aku." dia terkekeh sendiri.

Setelah menyuntikkan cairan tadi pada selang infus, dokter itu beranjak ke arah mesin elektrokardiograf yang berada di meja kecil samping tabung oksigen.

"Kau tau? Saat mesin ini berhenti berbunyi, itu awal dari kemenanganku," dia mengelus pelan mesin itu seraya melirik ke arah si pasien yang sedang tidak berdaya.

Dokter itu menyeringai, masih sambil melihat ke arah Si laki-laki setengah baya di depannya.

"Selamat istirahat, Tuan." ucapnya lalu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan, diiringi suara ketukan sepatunya yang terdengar menjauh dari pintu.

Di depan lobby rumah sakit, Youra baru saja turun dari taksi. Setelah membayar, kaki jenjang itu melangkah pelan memasuki pintu kaca otomatis rumah sakit.

Aroma khas rumah sakit semerbak menyentuh sel olfaktori yang ada pada hidung gadis itu. Dengan bantuan otaknya, dia tau jika itu adalah Aroma alkohol dan obat-obatan.

"Nona Youra."

Seseorang memanggil dari arah belakang. Youra yang mendengar itu refleks membalikkan badan, dan mendapati seorang dokter tampan berkaca mata setengah berlari ke arahnya.

"Selamat pagi, dokter Cho." sapa Youra sembari membungkukan badan, memberi salam.

"Pagi. Kamu sangat pagi sekali kesini?"

"Oh ini, aku bosan di rumah." jawab Youra

salah tingkah sambil meletakkan rambutnya ke balik telinga. "Anda bekerja di rumah sakit ini juga?"

"Tidak, aku hanya ingin bertemu temanku disini."

"Aku tidak menyangka bertemu dengan anda disini dan sepagi ini pula."

Dokter Cho tertawa kecil, tawa renyah seperti biasanya. "Aku lebih tidak menyangka bertemu denganmu disini dan dengan mata yang membengkak seperti itu," goda dokter Cho.

Youra yang sejak tadi menahan rasa kantuk mulai sadar apa yang dimaksud dokter Cho. Dia hanya bisa tersenyum tipis di sisa kekuatannya menahan matanya agar tidak tertutup.

"Kamu sudah sarapan?" tanya dokter Cho kemudian.

"Sudah, dok. Aku sarapan di rumah sebelum pergi ke sini."

"Kamu ada waktu menemaniku sarapan?" tanya dokter Cho yang segera dijawab dengan anggukan Youra.

Mereka berdua berjalan ke arah belakang rumah sakit, tempat di mana kantin berada.

"Anda sering ke sini?" tanya Youra yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Ah tidak, hanya beberapa kali. Oh iya, siang nanti kamu harus melakukan check up rutinmu, kamu ingat 'kan?" tanya dokter Cho saat mereka sudah duduk di salah satu meja yang berada di dekat jendela.

"Astaga! Aku hampir saja lupa. Aku ini masih saja susah mengingat hal penting. Terima kasih sudah mengingatkanku."

Laki-laki itu tersenyum manis. Sebuah senyuman yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya terkesima.

"Kamu mau minum segelas teh panas? Pagi ini terlalu dingin." ujar dokter Cho setelah membuka buku menu.

"Boleh, tapi gulanya sedikit saja. Kepalaku akan berdenyut kalau terlalu banyak gula." Jawab Youra terkekeh pelan.

"Selamat pagi, bisa saya tulis pesanannya?" ucap seorang pelayan kantin.

"Aku pesan dua teh manis panas dan satu mangkuk bubur ayam pedas." dokter Cho mendikte pesanannya.

Setelah menulis pesanan, si pelayan kembali ke meja kasir untuk memasukan pesanan ke sistem komputer.

"Aku lihat sudah banyak perkembangan dalam terapimu di beberapa hari sebelumnya, bagaimana perasaanmu?" dokter Cho menopang dagunya dengan tangan.

"Ya begitulah, sedikit tenang. Masih banyak yang belum aku ingat."

"Perlahan pasti kamu pasti ingat. Jangan terlalu terburu-buru, tidak baik untuk kerja otakmu yang masih cedera, selain itu kamu juga harus rajin meng..."

Gadis itu tersenyum tipis lagi, sangat tidak susai dengan apa yang sebenarnya dia rasakan. Konsentrasinya menguar kemana-mana, memikirkan hal yang masih menjadi misteri.

"....kau harus banyak istirahat. Nona Youra, kamu melamun?" Sentuhan tangan dokter Cho membawa Youra kembali dari lamunannya.

"M-maafkan aku. Bisa tolong di ulangi, dok?"

"Pasti kamu sangat mengantuk, makanya sampai melamun 'kan?" tebak dokter Cho dengan yakin.

Youra mengangguk, mungkin ada benarnya juga apa yang dokter Cho katakan. Pasti rasa kantuk ini yang membuatnya sedikit sensitif hingga membuatnya melamun memikirkan tentang apa yang seharusnya dia lupakan.

"Silahkan pesanannya." si pelayan kembali ke meja mereka dengan nampan di tangannya. Meletakkan semua yang ada di atas nampan ke atas meja. "Selamat menikmati." seru si pelayan seraya meninggalkan kedua orang itu.

"Aku sangat suka bubur ayam di sini, enak sekali rasanya."

"Aku belum pernah makan bubur ayam di sini."

"Kalau begitu, sini aku berikan sesuap," tawar dokter Cho, mengangkat sesendok penuh bubur ayam ke arah Youra.

"Tidak usah, dok. Nanti akan ku pesan.." kalimat Youra terputus saat bibirnya sudah bersentuhan dengan sendok.

Mau tidak mau, dia harus memakan bubur yang disuapi oleh laki-laki berpakaian dokter yang ada di depannya itu.

"Enak, kan?" tanya dokter Cho seraya menatap lekat gadis itu.

Youra sumringah. Dokter Cho benar, bubur ayam di kantin ini sangat enak. Youra merasa pernah makan bubur ayam seperti ini, tapi dia lupa di mana dan siapa yang membuatkan untuknya.

"Kamu suka? Kalau begitu akan ku pesan satu mangkuk lagi." dokter tampan itu melenggang menuju kasir, tanpa mendengar jawaban Youra terlebih dulu.

Youra hanya bisa tersenyum melihat ke arah dokter di meja kasir itu, yang sedang memesan semangkuk bubur untuknya.

"Ini dia, bubur ayam untuk Nona Youra. Aku bisa jamin, kamu pasti tidak mengantuk lagi setelah makan ini," dokter Cho mengedipkan sebelah matanya.

"Terima kasih, dok. Maaf merepotkan,"

"Sama sekali tidak merepotkan. Makanlah, kamu harus segera naik ke atas sebelum jam besuk pertama berakhir."

Youra baru sadar tujuannya datang ke rumah sakit untuk apa, dia segera melahap bubur ayam yang diberikan dokter Cho.