BRUGHH!
Arrgghhh!!!
Hyunseok melempar anak buahnya ke lantai ruang penyiksaan dengan kasar. Rahangnya mengeras dengan tatapan membunuh ke arah laki-laki yang sedang berusaha bangkit dari tempatnya terbaring.
"Harusnya kau bisa menjalankan perintahku dengan baik, tapi kau malah biarkan dia menghancurkan mobil-mobilku!" geram Hyunseok seraya menginjak tubuh babak belur milik laki-laki yang tengah meringis menahan sakitnya itu.
"Kau lihat mereka?" Hyunseok menunjuk ke sudut ruangan. Terlihat beberapa orang yang baru dia hajar, ditumpuk menjadi satu di sana.
"Itu hukuman untuk orang-orang yang tidak becus seperti kalian!! Kalian itu penjaga yang terlatih, tapi mengurus seekor tikus yang menyusup masuk saja tidak bisa!!" laki-laki itu makin menguatkan pijakannya.
"Ada wasiat?" bibir Hyunseok menyeringai seraya mendekatkan telinga ke mulut anak buahnya yang sudah mengeluarkan banyak darah.
Hanya deru napas kesakitan yang terdengar di telinga laki-laki itu. Dia tersenyum tipis, hatinya terasa sangat puas.
"Oh, tidak ada? Baiklah." dia melepaskan pijakannya, lantas melangkah meninggalkan orang-orang yang baru saja dia siksa itu.
Suara langkahnya bergema di seluruh basement. Langkah yang terdengar mengerikan untuk semua orang yang berada di dalam ruangan penyiksaan.
"Hidupkan gas beracunnya. Tutup semua pintu, dan pastikan mereka mati perlahan di dalam!" titahnya pada seorang pengawal yang berdiri di depan pintu ruangan.
"Baik, Tuan."
Laki-laki itu berjalan menjauh diiringi suara rintihan orang-orang yang menahan sakitnya kematian mereka di dalam ruang penyiksaan yang dipenuhi gas beracun.
"Hen, bagaimana dengan penyusup itu? Sudah kau cari tau?" tanya Hyunseok pada Hendery yang mengikutinya dari belakang.
"Aku sedang mencari tau, bos. Aku akan berikan informasi setelah penyelidikan selesai."
Hyunseok masuk kedalam pintu Lift yang terbuka lebar.
"Bagus. Kau harus cari tau sampai dapat." ucap laki-laki itu sebelum pintu Lift tertutup.
"Oke, Boss."
•••••
"DI MANA?!!! DI MANA PUTRA-PUTRAKU?!!" pekik seorang wanita dengan suara teriakan hebohnya.
Seorang wanita setengah baya dengan pakaian elegannya berlari ke arah tiga laki-laki yang memandang bingung ke arahnya.
"Bibi, tenanglah dulu. Mereka ada di dalam,"
"TENANG KATAMU?! ADIKMU SEDANG ADA DI DALAM, DAN KAU SURUH AKU TENANG YEONGHO?!!" geram wanita itu yang sekarang sedang melayangkan tatapan tajam ke arah Yeongho dan dua laki-laki lain yang berdiri di depannya secara bergantian.
"Kenapa kalian tidak bisa menjaga Minhyuk dan Jiyoung?" tanya wanita itu yang sudah hampir frustrasi.
"Bukan begitu, Bu. Kami juga tidak tahu kenapa mereka diserang." balas Haejin berusaha menenangkan Ibunya.
"TIDAK TAHU KAU BILANG?! DI MANA KAKAKMU ITU?! DIA TIDAK DI SINI MENJAGA KAKAK DAN ADIKNYA?!! DI MANA DIA?!"
"Dia baru saja pulang, Bu. Ibu lupa kalau dia sudah punya anak?"
Wanita itu meluruhkan diri, terduduk di lantai marmer, tempat tiga orang laki-laki itu tadi duduk.
"Ya Tuhan! Kepalaku mulai sakit melihat tingkah kalian semua. Kenapa kalian tidak berhati-hati saat melakukan tugas?" suara Mirae mulai melemah dengan air matanya yang mengalir.
Klek!
Suara pintu yang dibuka pelan membuat keempat orang itu menoleh, hingga Mirae spontan berdiri. Dokter Min baru saja keluar dari ruang ICU.
"Dokter, bagaimana keadaan mereka? Putra-putraku, mereka baik-baik saja 'kan?"
"Tenanglah Nyonya. Mereka baik-baik saja, Tuan Park sudah sadar,"
Seperti terkena angin segar, wajah Mirae langsung berubah senang dan senyuman mengembang di bibirnya. Begitu juga dengan ketiga laki-laki di sampingnya yang ikut senang dengan berita yang disampaikan oleh dokter Min.
"Tuan Park ingin bertemu dengan Tuan Lee Juna,"
"Dia tidak di sini dokter, baru saja pulang." jawab Haejin, yang memang berbohong.
"Boleh aku saja yang masuk, dok? Aku juga Kakaknya," tanya Yeongho, lalu diangguki setuju dari dokter Min.
Yeongho segera membuka pintu ruang ICU, manik matanya bisa melihat seorang laki-laki sedang duduk bersandar di tempat tidurnya.
"Hyung," ucap Jiyoung dengan air muka bahagia.
"Hey, bagaimana keadaanmu?" tanya Yeongho sambil duduk di kursi samping ranjang.
"Lebih mendingan, tapi tanganku ini terasa lebih berdenyut," Jiyoung mengangkat tangannya yang dibalut perban baru.
"Tanganmu terbuka lagi lukanya, jadi mereka menjahitnya lagi."
"Oh begitu, pantas saja terasa lebih berdenyut."
"Kau ingat apa yang terjadi?" Yeongho mendekatkan dirinya ke ranjang.
Wajah Jiyoung tampak sedang berpikir, mengingat kejadian yang dia dan kakaknya alami beberapa hari lalu.
"Mereka, menembak ban mobil kami, Minhyuk Hyung tidak bisa mengendalikan mobil hingga menabrak pembatas jalan. Aku masih bisa sedikit sadar, dan kulihat Minhyuk hyung sudah penuh dengan darah dikepalanya."
"Mereka dari Cerberus Group," ujar Yeongho yang membuat Jiyoung terkejut.
"Cerberus? Untuk apa mereka mengikuti kami?"
"Mereka kira chip itu masih ada pada kalian berdua. Pasti sebenarnya mereka ingin menculik kalian berdua tapi ternyata semuanya tidak sesuai rencana."
Jiyoung melihat kearah Minhyuk yang masih tertidur dengan masker oksigen di hidungnya. Dadanya terasa sakit melihat orang yang selalu melakukan misi bersamanya itu, sekarang sedang kritis.
"Kasihan Minhyuk hyung. Dia pasti sangat berusaha untuk menyelamatkan kami dari kejaran mereka, tapi malah dia yang terluka cukup parah."
"Tenanglah, Minhyuk akan baik-baik saja. Dia akan segera bangun dari tidurnya." Yeongho mengelus pelan punggung Jiyoung. Dia tahu adik sepupunya itu sangat terpuruk.
Klek!
Pintu dibuka seseorang, membuat mereka menoleh serentak. Mirae langsung menghamburkan diri ke Jiyoung.
"Kau tidak apa-apa, Nak? Aku sangat khawatir."
"Aku baik-baik saja, Bi. Jangan khawatir." Jawab Jiyoung seraya tersenyum tipis.
Mirae melihat ke ranjang satunya, tangisnya meledak melihat si pemilik ranjang.
"Oh, Minhyuk sayangku!!"
Yeongho dan Jiyoung hanya terdiam melihat Bibi mereka mulai histeris. Bagaimana tidak histeris, dia melihat kepala Minhyuk dibalut perban.
"Bibi duduk dulu di sini. Aku pulang dulu," Yeongho mempersilahkan Mirae duduk setelah dia beranjak dari kursi.
"Besok aku akan kesini lagi, jaga dirimu Jiyoung."
"Iya, Hyung. Hati-hati di jalan."
Yeongho mengangguk lalu sibuk mengotak-atik ponselnya untuk menelpon Juna seraya keluar ruangan.
"Angkatlah!" gumam Yeongho sendiri.
"Halo?"
"Kau di mana, Boss?" tanya Yeongho dengan sedikit berbisik.
"Aku di rumah. Kenapa hyung berbisik?"
"Bibi Mirae di sini! Dia mencarimu," jawab Yeongho masih dengan suara pelan, dia takut jika bibinya tiba-tiba keluar.
"Apa?! Tunggu, aku akan segera ke sana!" pekik Juna di seberang telepon. Suaranya terdengar panik melebihi Yeongho.
"Jangan ke sini! Kita bertemu di rumah saja. Ibumu akan mengamuk kalau kau datang."
"Kenapa? Terjadi sesuatu di sana?"
"Bibi Mirae marah kau tidak di sini saat dia datang,"
Juna terkekeh di seberang telepon.
"Baiklah, aku tunggu di rumah." balas Juna menyetujui lalu mematikan telepon.
Yeongho memasukan kembali ponselnya ke dalam kantong jas, digabungkan bersama ponsel yang sudah retak tadi.
"Apa katanya, hyung?" tanya Haejin penasaran.
"Kata siapa?" Yeongho balik bertanya karena tidak mengerti.
"Juna Hyung. Apa dia di rumah?"
"Iya dia di rumah. Katanya dia akan memenggalmu kalau sampai mengadu kepada Bibi," jawab Yeongho asal-asalan sambil terbahak.
Haejin melongo. Antara percaya dan tidak percaya dengan jawaban kakak sepupunya itu. Laki-laki itu tahu, Yeongho sangat suka menggodanya dengan jawaban seperti tadi.
"Lihat!! Ada yang tiba-tiba berubah menjadi monokorobo," goda Jaehwa saat melihat wajah merengut Haejin.
"Monokorobo katamu? Hei, kau tidak bisa lihat wajah tampanku ini, huh?" sungut Haejin seraya mengeluarkan sebuah kaca kecil dari kantong seragamnya.
"Aku bahkan lebih tampan darimu." ucap Jaehwa sambil berlalu mengikuti Yeongho yang sudah berjalan sedikit jauh dari mereka.
"Tidak mungkin. Kita lihat apa jawaban kaca ajaib ini," ucap Haejin sambil memandangi pantulan wajahnya pada kaca kecil yang dia pegang.
"Mirror, mirror on my hand. Who's the most handsome man in this world?" tanyanya dengan seringai tampan lalu berbisik dengan nada sangat percaya tinggi.
"It's you."
Tiba-tiba sebuah telinga Haejin terasa perih karena ditarik seseorang.
"Kau masih di sini, huh? Itu para hyungmu sudah menunggu di sana." suara lengkingan Mirae berhasil membuat Haejin lari terburu-buru menyusul dua orang yang sedang menertawakannya di depan lift.