Sebuah bangunan besar bertingkat dan berwarna putih, berdiri kokoh di tengah kota Seoul. Bangunan dengan isi sangat luas dan mewah itu memiliki aroma Alkohol khas yang menyengat indra penciuman siapa saja yang masuk ke dalamnya.
Para suster berkeliaran di koridor. Ada juga yang mengunjungi kamar demi kamar melakukan tugas mereka masing-masing. Di salah satu ruangan yang bertuliskan ICU pada pintunya, terdapat dua orang yang sedang terbaring dengan selang infus ditangan mereka. Salah satu dari mereka terlihat memakai masker oksigen di hidungnya, dengan beberapa luka di sekitar kepala.
"Sudah ada perkembangan, suster?" tanya dokter Min pada seorang suster yang sedang berjaga didalam ruangan.
"Mereka masih belum sadar, tapi kulihat tangan Tuan Park sedikit bergerak beberapa menit yang lalu,"
"Bagaimana dengan Tuan Minhyuk?"
Sang suster menjawab dengan gelengan kepala bercampur prihatin, "Belum ada pergerakan apapun, dokter."
"Keluarga mereka sudah bisa dihubungi?" tanya dokter Min sambil memeriksa tekanan darah dari kedua pasiennya itu, lalu memeriksa oksigen Minhyuk.
"Tadi aku diberitahu suster piket, keluarga mereka akan segera sampai dirumah sakit ini."
"Syukurlah. Aku sempat sangat khawatir jika tidak ada yang tau tentang ini, karena ponsel mereka tidak bisa dinyalakan sama sekali."
"Mengenai ponsel itu.. sudah diperbaiki oleh teknisi, tapi hanya Tuan Park dan tuan Minhyuk yang dapat membuka lockscreennya,"
Dokter Min menoleh setelah selesai memeriksa dua orang yang terbaring itu. "Di mana ponsel itu sekarang?"
"Ada pada suster piket, dok."
"Pastikan ponsel itu jangan sampai diberikan pada siapapun kecuali pihak Hydra group."
"Baik, dok."
Pintu ruang ICU terbuka lebar saat seseorang baru saja masuk kedalam ruangan khusus itu.
"Bagaimana keadaan mereka?" tanya Juna dengan nada tenang namun terdengar sedang menahan emosinya setelah melihat dua orang yang dia kenal sedang terbaring di atas ranjang.
Suster kembali menjelaskan tentang keadaan Minhyuk dan Jiyoung pada Juna dengan berhati-hati, agar tuan muda itu tidak meledakkan amarahnya.
"Kami akan melakukan yang terbaik, Tuan Lee. Anda jangan khawatir."
"Kudengar, saat mereka sampai di sini, Jiyoung masih dalam keadaan sadar. Apa benar?"
Dokter Min mengangguk, "Benar, dan Tuan Park yang membawa turun Tuan Minhyuk dari mobil, kami hanya membantu membawa Tuan Minhyuk ke dalam ruangan gawat darurat. Tapi saat berada di lobby rumah sakit, Tuan Park jatuh pingsan." dokter Min menjelaskan kejadian tadi siang.
"Kenapa kalian tidak ada yang menghubungiku?"
"Maaf, Tuan Lee. Kami tidak memiliki nomor Anda, Tuan. Ponsel mereka tidak bisa kami bobol, hanya mereka berdua yang dapat membukanya. Kami sudah berusaha mencari nomor Anda, sampai Tuan Moon Tian yang memberitahu kepada pihak rumah sakit bahwa anda sudah dalam perjalanan ke sini." jawab si suster berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Juna paham, dia hanya diam. Bahkan Moon Tian, Si pemilik rumah sakit juga tidak tahu jika Minhyuk dan Jiyoung dirawat di sini kalau bukan karena kabar dari Yeongho. Beberapa menit didalam heningnya ruangan ICU, laki-laki itu beranjak keluar ruangan tanpa mengatakan apapun pada dokter Min dan suster yang masih berada didalam ruangan.
"Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanya seorang penjaga pada Juna saat dia baru saja menepakan kaki di luar ruangan ICU.
"Aku ingin ke meja piket, ada barang yang harus kuambil." jawab Juna datar.
"Biar saya yang ambilkan untuk anda,"
"Tidak usah, biar aku yang ambil sendiri,"
Penjaga itu menunduk seraya mengangguk. "Baik, Tuan."
"Aku akan kesana, kalian berjagalah disini."
Suara langkah Juna terdengar berirama saat sepatunya bersentuhan dengan lantai marmer rumah sakit.
Langkah angkuh itu membawanya ke arah meja piket suster yang berjaga di lantai empat. Dua orang suster sedang duduk di depan monitor mereka saat Juna sampai.
"Selamat malam, ada yang bisa kubantu," tanya seorang suster dengan nada ramah.
"Aku ingin mengambil ponsel Lee Minhyuk dan Park Jiyoung, aku akan membawanya."
"Kalau boleh saya tahu, nama anda siapa, Tuan?"
Sebelum Juna menjawab, matanya melihat tangan suster itu dicubit oleh rekannya, lalu dibisikkan sesuatu. Sontak saja wajah suster yang bertanya pada Juna beberapa detik lalu itu langsung berubah sedikit gugup.
"Maafkan saya, Tuan Lee. Ini ponselnya, sudah diperbaiki," ujarnya sembari menyerahkan dua buah ponsel kepada Juna.
"Terima kasih." ucap Juna datar seraya pergi dari hadapan kedua suster itu.
"Bagaimana keadaan mereka?" tanya Yeongho yang baru saja kembali dari bagian administrasi bersama Haejin dan Jaehwa di belakangnya.
"Mereka koma."
Dua kata yang mampu membuat mulut tiga orang di hadapannya menganga kaget.
"Sebaiknya kita menambah penjagaan di sekitar rumah sakit, untuk memastikan tidak ada penyerangan dari Cerberus Group. Aku khawatir jika mereka tau keadaan Minhyuk hyung dan Jiyoung," ujar Jaehwa.
"Aku sudah menaruh beberapa pengawalku untuk berjaga di sekitar rumah sakit." cetus Yeongho sambil menepuk pelan bahu Juna, berusaha menenangkannya.
"Ternyata para brengsek ingin bermain denganku, huh? Akan kuberitahu bagaimana caranya bermain!" umpat Juna yang sedari tadi mengepalkan kedua tangannya. "Ayo pulang!"
"Tunggu hyung! Bagaimana dengan ruangan mereka? Tidak ada yang berjaga? Aku akan berjaga disini kalau Hyung mengizinkan," Haejin menawarkan diri.
"Beberapa penjaga sudah ku suruh berjaga di sana, kau ikut kami pulang saja." jawab Juna yang sudah melangkah lebih dulu.
∆∆∆∆∆
Juna keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah kuyup dengan sebuah handuk di lehernya.
Diraihnya ponsel di atas nakas, wajahnya datar namun sangat bisa membuat orang yang melihatnya bergidik. Jarinya menyentuh tombol panggil di sebuah kontak telepon.
"Bagaimana dengan empat orang brengsek itu? Apa mereka mati?" tanya Juna pada seseorang di ujung telepon.
"...."
"Belum mati rupanya," bibir Juna menyeringai.
".... "
"Bagus, tangani mereka." titah Juna.
"..."
"Hubungi aku jika sudah selesai."
Juna kembali meletakkan ponselnya di atas nakas. Matanya melihat ke arah jendela kamar, memperhatikan suasana malam dari balik jendela. Ini semua diluar kendalinya, tidak ada yang menyangka dengan apa yang terjadi pada dua saudaranya.
Bagaimanapun, dia harus membalas Cerberus Group atas apa yang mereka lakukan.
𝙩𝙤𝙠! 𝙩𝙤𝙠!
"Jun, ini aku Jaehwa. Boleh aku masuk?"
Tidak ada jawaban apapun, tapi pintu perlahan terbuka. Juna yang sudah memakai piyamanya, keluar dari balik pintu.
"Masuklah."
Jaehwa tersenyum lantas melangkah masuk ke dalam kamar Juna yang maha besar berwarna sedikit keemasan di sisinya.
"Aku tau kau sangat terpukul, Jun," ucap Jaehwa sembari duduk di sofa.
Juna hanya diam sambil menatap lagi keluar jendela dengan segelas 𝘞𝘪𝘯𝘦 di tangannya. Perasaan Juna mulai campur aduk, dan dia juga bingung, kenapa Cerberus group berusaha melenyapkan kedua saudaranya. Jika mereka ingin menghancurkan Hydra group, bukankah seharusnya target mereka adalah dirinya?
"Kau tau, Jun? Kami menemukan sebuah rekaman dari spion mobil Minhyuk hyung dan Jiyoung. Sebelum kejadian itu, sebuah mobil berlogo cerberus yang berada dibelakang mobil mereka sempat terpantul pada spion tengah. Dan dari itu kita tau, bukan hanya dua mobil yang mengepung mereka tapi tiga mobil. Itu sebabnya-- ekor mobil mereka juga mengalami kerusakan yang cukup parah karena Minhyuk hyung menabrak mobil dibelakangnya saat menginjak rem mendadak sebelum akhirnya menambah kecepatan agar kedua mobil yang ada di sisi kiri dan kanannya saling bertabrakan, tapi naasnya pintu kemudi Minhyuk hyung terkena pembatas jalan karena hilang kendali, itu yang menyebabkan kepalanya terbentur lumayan keras, Jiyoung langsung mengambil alih kemudi."
"Lalu apa yang terjadi dengan mobil satunya? Bahkan bangkai mobil itu tidak ada di tempat kejadian?" tanya Juna tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.
"Entahlah, Mungkin mereka sudah kembali ke markasnya."
"Menurutmu apa kecelakaan ini karena chip itu? Apa mereka mengira chip itu masih berada di tangan Minhyuk Hyung dan Jiyoung?"
"Bisa jadi seperti itu. Dari awal saat mengambil chip itu, mereka sudah diganggu."
"Tapi yang buat aku bingung, kenapa mereka sampai tau tentang chip yang aku tanam disana?" tanya Juna seraya meneguk winenya.
"Dari kecanggihan teknologi." Jaehwa tersenyum miring.
Juna kembali diam. Bukan karena malas berbicara tapi karena dia sedang memutar otak, merencanakan sesuatu.
Jaehwa mengernyit, dia penasaran kenapa Juna hanya diam. "Kau merencanakan sesuatu, Jun?"
Juna membalikan badan menghadap Jaehwa yang menatapnya penuh tanda tanya, bibirnya tersenyum lebar hingga membuat matanya ikut tersenyum.
"Tidak. Aku belum merencanakan apapun." jawab Juna berusaha menyakinkan laki-laki di ujung sana.
"Jangan melakukan apapun sendiri, Jun. Kau ingat masih punya kami, kan? Kau bisa melibatkan kami dalam setiap rencanamu."
Sebenarnya Juna tidak mau sampai ada yang menjadi korban lagi dari ulah Cerberus group. Sudah cukup dia melihat dua saudaranya terbaring koma dirumah sakit.
"Ah itu, aku lupa memberitahumu. Aku bertemu dengan Youra di rumah sakit tadi,"
Mata Juna membulat mendengar kalimat Jaehwa barusan. Dia benar-benar terkejut. Bagaimana bisa hanya Jaehwa yang bertemu, sedangkan dia juga berada di sana.
"Aku bertemu dengannya saat kita menunggu lift untuk turun, dan dia terlihat sangat buru-buru menuruni tangga."
"Dia berada di rumah sakit? Untuk apa? Apa dia sakit? Bukankah dari datanya dia tidak memiliki riwayat sakit apapun?"
"Santai dulu," Jaehwa terkekeh.
"Ada seseorang yang dia kunjungi. Dan hampir setiap dia libur, dia akan datang berkunjung."
"Seseorang?" Juna memiringkan kepalanya.
"Akan kuberitahu saat aku sudah tau, bersabarlah." Jaehwa menjawab kebingungan Juna sembari melangkah keluar kamar.
"Kami akan bermain dengan Vano, dia sangat merindukanmu. Kau istirahat saja, biar kami yang menjelaskan padanya."
"Tunggu! Sampaikan terima kasihku pada Yeongho hyung dan Haejin,"
Jaehwa menaikan sebelah alis. "Padaku?"
"YA! KAU INI! Ingin ku cium, huh? Sudah sana, Vano pasti sudah menunggumu." balas Juna salah tingkah.
Jaehwa terbahak lalu menggeser pintu kamar Juna bersiap keluar.
"Pastikan kau mengunci pintu," ujarnya sebelum menutup pintu.
"Jaehwa," suara Juna terdengar lagi.
Jaehwa menghentikan gerakannya lalu melongok dari pintu yang hampir tertutup.
"Terima kasih."
Jaehwa tersenyum manis.
"𝘕𝘰 𝘱𝘳𝘰𝘣𝘭𝘦𝘮, 𝘉𝘳𝘰." balas laki-laki itu sambil menutup pintu kembali.
∆∆∆∆∆