Sore itu, warga di sebuah rumah susun sedang melakukan aktivitasnya masing-masing. Terlihat beberapa penjual makanan yang berada di depan pintu gerbang depan sedang melayani beberapa pembeli.
Di salah satu rumah di lantai tiga, terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras dari seseorang yang sejak tadi berdiri dengan tas kerjanya.
Sudah lebih dari lima belas menit dia berada di depan pintu merah muda itu sambil sesekali mengintip dari jendela kecil di samping pintu.
"Youra, kamu di dalam?" tanya laki-laki itu berulang kali.
Saat sudah hampir menyerah dan beranjak dari tempatnya berdiri, terdengar suara kunci pengaman dari dalam rumah terbuka.
Seorang gadis melongokan kepalanya dari balik pintu.
"Ah, ternyata anda. Silahkan masuk dokter Cho." ucapnya mempersilahkan dokter muda itu masuk.
"Kamu baru bangun tidur?" tanya dokter Cho saat meneliti penampilan gadis di depannya yang sedang berjalan menuju dapur.
"Iya, lelah sekali rasanya," jawab Youra sedikit terkekeh.
"Anda sudah menunggu lama didepan pintu?" sambungnya sambil membuat segelas teh citron untuk dokter Cho.
"Lumayan. Tadi kukira kamu belum pulang," balas dokter Cho setelah duduk di kursi ruang tengah.
"Maafkan aku. Aku tidak mendengar anda tadi,"
"Bagaimana tidurmu? Apakah nyenyak?" tanya dokter Cho sembari meletakkan tasnya di dekat kakinya.
"Seperti biasa, aku harus minum obatku agar bisa tidur," Youra meletakkan segelas teh yang dia buat tadi di atas meja. "Silahkan diminum."
Dokter Cho mengangguk seraya menyicipi teh Citron buatan Youra. "Terima kasih tehnya."
"Anda sedang senggang, dokter? Ada keperluan apa?" tanya Youra yang sekarang duduk di kursi satunya.
"Aku hanya khawatir. Kamu tidak kerumah sakit untuk melakukan check-up rutinmu, apa kamu sedang ada kendala?"
"Oh soal itu, aku sedang istirahat saja di rumah. Aku baru saja akan ke rumah sakit lusa nanti." Youra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Beritahu aku kalau kamu mengalami kendala. Aku akan membantumu," ucap dokter Cho yang segera disambut anggukan dari gadis itu.
Tok! Tok!
"Nona Youra, ini aku Bibi Park. Kau ada di rumah?"
Youra segera beranjak menghampiri pintu setelah mendengar suara wanita setengah baya yang sangat dia kenal.
"Bibi, ada apa?"
"Aku membawakanmu ini, makanan kesukaanmu." bibi Park memperlihatkan dua buah box berisi jajangmyeon.
Bibir Youra tersenyum lebar sembari menerima pemberian Bibi Park.
"Terima kasih banyak Bibi Park. Maaf sudah merepotkan, Anda ingin makan bersamaku di dalam?"
"Terima kasih, tapi aku harus menjemput Hyun Ki, dia pasti sudah menungguku. Aku pergi dulu. Selamat makan, anak cantik." ujar bibi Park sebelum meninggalkan Youra.
"Hati-hati di jalan, Bibi." Youra kembali menutup pintu lalu meletakkan jajangmyeon itu di atas meja.
"Kamu pasti sangat disukai para tetangga di sekitar sini, ya?" tebak dokter Cho.
"Aku hanya sering membantu mereka kalau sedang ada waktu senggang."
"Anak yang sangat baik." gumam dokter Cho dengan suara pelan.
Youra mengernyit bingung. "Anda bilang sesuatu, dokter?"
Dokter Cho tersentak seraya menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak ada. Aku hanya sedang mengingat jadwal operasiku hari ini,"
"Oh begitu, aku kira Anda bicara padaku." Youra mengangguk paham. Mata gadis itu melihat ke arah ID card yang mengalung di leher dokter Cho. Sebuah nama lengkap si dokter tertulis disana, Cho Yongju.
"Baru kali ini aku melihat Anda memakai ID card saat di luar rumah sakit."
Dokter Cho melihat ke arah ID cardnya, "Aku buru-buru tadi sampai tidak sadar ini belum ku lepas," ujarnya seraya melepas benda itu dari lehernya.
"Semua orang pasti sudah melihat seorang dokter datang ke rusun ini." jari telunjuk Youra mengetuk pelan dagunya. "Kira-kira anda akan bilang apa ya, jika ada yang bertanya."
"Aku bilang saja, aku ini dokter pribadi Nona Youra." jawab si dokter sambil menyeruput teh citronnya lagi.
"Hahaha, aku seperti Tuan Putri kalau sampai punya dokter pribadi,"
Youra yang sedang membuka jajangmyeon miliknya, terkekeh geli. "Dokter, anda ingin makan bersamaku?"
"Aku mau, tapi aku alergi kacang kedelai hitam."
"Ah, begitu ya. Kalau begitu aku akan makan ini nanti saja." ucap Youra menutup kembali makanannya.
"Kamu makan saja. Aku sudah akan kembali ke rumah sakit." dokter Cho berdiri setelah menenteng kembali tasnya.
"Hati-hati dijalan. Terimakasih sudah mengunjungiku." Youra membungkuk pada dokter Cho sebelum dokter muda itu berlalu.
Youra merebahkan dirinya kembali di sebuah matras empuk, tempat tadi dia tertidur. Diraihnya remot untuk menyalakan televisi, memencet tombol-tombol entah mencari siaran apa. Tangannya berhenti saat sebuah stasiun televisi menayangkan berita kecelakaan.
"Sebuah tabrakan besar terjadi hari ini. Dua buah mobil Hyundai Grandeur berwarna hitam, terlihat hancur di sisi jalan. Beberapa petugas kepolisian dan petugas penyelamatan sedang berusaha membuka pintu bagian kemudi salah satu mobil yang kini tampak mengenaskan. Beberapa pengemudi yang juga melewati jalan raya, sempat melihat dua mobil ini sedang berusaha mengepung sebuah mobil Hyundai Tucson berwarna putih sebelum kecelakaan terjadi. Namun mobil putih itu berhasil melarikan diri, walaupun sempat hilang kendali hingga menabrak pembatas jalan. Belum bisa dipastikan siapa pengemudi di dalam mo..."
Layar televisi kembali mati setelah Youra menekan tombol merah. Terdengar gadis itu menghela napas panjang saat mulai mencerna berita itu.
"Orang-orang tidak ada yang suka berhati-hati rupanya. Apa mereka tidak tau, nyawa itu bukan suatu mainan? Apa menurut mereka, nyawa tidak ada artinya sama sekali? Benar-benar aneh." gerutu gadis itu.
"Ah sial, kepalaku sakit lagi."
Dia membalikan posisi tidurnya menghadap kiri, merenggangkan beberapa otot dan sarafnya yang masih terasa lelah. Matanya menangkap layar ponsel berkedip beberapa kali, panggilan dari sebuah rumah sakit berhasil membuat dia reflek terduduk.
"Iya, aku Youra." nada bicara gadis itu terdengar sedikit panik.
"...."
"Aku akan segera kesana."
∆∆∆∆∆
"Kau sudah dapat posisi terbaru dari Minhyuk Hyung dan Jiyoung?" tanya Juna yang sedari tadi tidak berhenti mondar-mandir di depan meja rapat. Rahangnya terlihat mengeras, berusaha menahan emosi.
"Aku sedang melacak titik dari spion mobil yang mereka kendarai," jawab Jaehwa tanpa mengalihkan tatapan seriusnya dari layar laptop. Mengingat setiap mobil dari anggota Hydra group selalu dipasang spion tengah otomatis yang tidak akan hancur dalam kecelakaan apapun, agar bisa melacak keberadaan mereka.
"Ah sialan! Antek-antek Cerberus benar-benar cari masalah denganku!!
Akan ku penggal kepala bos mereka jika aku sampai menemukannya!" umpat Juna sembari menghentakkan diri di atas kursi.
Haejin dan Yeongho juga terlihat sibuk menggulir layar MacBook mereka, ikut melacak posisi Minhyuk dan Jiyoung yang sampai detik ini belum tahu berada dimana.
"Dapat! Mereka di rumah sakit ini!" seru Jaehwa sembari menunjukkan sebuah rumah sakit pada layar proyeksi.
"Kau bekerja sama dengan rumah sakit itu kan, Hyung?" Juna mengalihkan mata ke arah Yeongho.
Yeongho mengangguk. "Aku bisa menghubungi Moon Tian agar rumah sakit setuju menyembunyikan Minhyuk dan Jiyoung dari para wartawan."
"Bukankah itu lumayan jauh dari tempat kejadian? Apa mereka dibawa kesana oleh orang-orang yang menemukan mereka?" tanya Haejin penasaran.
"Berita bilang, mereka berhasil kabur dan sempat menabrak pembatas jalan. Aku yakin, mereka ke rumah sakit hanya berdua." jawab Jaehwa memastikan.
"Sebaiknya kita segera ke rumah sakit, Minhyuk dan Jiyoung pasti sedang butuh bantuan. Jangan sampai Cerberus Group tau keberadaan mereka." usul Yeongho yang dianggukan setuju oleh mereka.
∆∆∆∆∆