"Silahkan sarapan Anda, Tuan Lee," ujar seorang pelayan restoran sambil meletakkan sepiring toast di atas meja, tapi tidak digubris oleh laki-laki yang sejak tadi masih menggerutu itu.
"Beritahu saya jika ada yang Anda butuhkan lagi, Tuan." pelayan itu menunduk sebelum pamit.
Juna melihat ke arah ponselnya yang sejak tadi berbunyi entah sudah berapa kali.
"Hal..."
"Tadi aku melihatmu masuk ke restaurant sendirian, lalu di mana keponakanku?"
"Dia di rumah, sedang sarapan. Hyung di sekitar sini? Ayo bertemu!"
"Berani sekali kau tidak mengajaknya, cari mati, huh?"
Juna menoleh ke belakang, Yeongho berdiri tepat di belakangnya dengan ponsel masih berada di telinga.
"Kau mengejutkanku!" protes Juna pada laki-laki yang mengenakan pakaian santai itu.
Yeongho menggeser kursi di depan Juna, agar bisa mendudukan diri di sana.
"Kau terkejut? Bukannya kau yang sering membuat orang terkejut dengan semua kelakuanmu, Jun?" tanya Yeongho sambil terkekeh.
"Aish, kau ini sedang berbicara ke arah mana?"
"Ayo ceritakan, apa yang terjadi di rumahmu?"
"Dari mana hyung tau?"
Yeongho menepuk pelan bahu Juna. "Aku ini hyungmu! Bagaimana aku bisa tidak tahu apapun tentang Adikku?"
Juna menghela nafas panjang. Dia bingung harus mulai cerita dari yang mana.
"Ibu menjodohkanku dengannya, Kim Ara. Hyung tau?"
Mata Yeongho membulat sempurna,
"Huh? Aku kira itu hanya lelucon. Ternyata bukan, ya?"
"Katanya kau hyungku, tapi masalah ini saja tidak tahu,"
"Eyy... bukan begitu. kau tau Bibi sangat suka membuat lelucon aneh, 'kan? Aku hanya sedang termakan lelucon Bibi," Yeongho berusaha membela diri.
Sebenarnya dia sama sekali tidak tahu jika yang dimaksud Bibinya tentang calon istri itu ternyata untuk adik sepupunya ini, Lee Juna.
"Sekarang bocah pengganggu itu sedang berada di rumahku. duduk di meja makanku dan pasti sedang memerintah semua pelayanku sesuka hatinya," Juna menarik napas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Ini, coba lihat! Hyung melihat ada simbol setan di pipi kiriku? Ini baru saja diciumnya!"
Mulut Yeongho menganga, dia terkejut. Bukan karena dia benar-benar melihat simbol yang dimaksud Juna tapi karena dia tidak menyangka jika seorang Kim Ara berani melakukan itu pada singa di depannya ini.
"Sudah ku usir pun dia tetap tidak mau pergi, dasar gadis tidak tau malu. Dia masih saja sering ke rumahku!" geram Juna yang sejak tadi belum reda.
"Mengerikan sekali," Yeongho bergidik. "Sepertinya kau harus cepat dapat pendamping sebelum acara pertunanganmu,"
Juna mengangguk paham, "Ibu juga bilang begitu kemarin."
Yeongho menaikan sebelah alisnya. "So?"
"Aku sudah dapat orang yang cocok menjadi Ibu untuk Vano."
"Siapa?" kening Yeongho mengernyit.
"Kim Youra."
∆∆∆∆∆
"Hyung meninggalkanku di atas gedung, bagaimana kalau tadi aku mati dibunuh mereka?" kesal remaja berambut putih seraya menendang batu kerikil yang berserakan di pinggir jalan.
"Buktinya kau masih hidup, kan? Aku juga tidak sengaja meninggalkanmu. Siapa suruh gerakanmu lambat," seru remaja yang berada di sampingnya.
"Eyy, tidak bisa matamu melihat ini? Tanganku diperban. Bagaimana bisa aku memanjat dengan cepat menggunakan tangan seperti ini?" protes remaja yang sejak tadi mengeluh itu dengan bibir mengerucut seraya mengangkat tangan kanannya. "Masih untung aku seorang atlet bela diri, kalau tidak? mungkin kau sudah tidak bisa melihat Adikmu yang tampan ini,"
"Dasar Park uban ini, sudah hampir mati tapi masih saja membanggakan diri,"
"Hyung lupa? Siapa yang membawaku dalam masalah besar seperti ini? Perlu kuingatkan sekali lagi?" tanya Jiyoung lantas mempercepat langkahnya mengikuti si kakak sepupu.
"Aku hanya mengajakmu bersenang-senang. Daripada kerjaanmu hanya bicara sendiri sejak tanganmu terluka, lebih baik kau ikut latihan adrenalin," ujar Minhyuk Lee tanpa dosa dan sedikit terkekeh.
"Juna hyung pasti sangat menderita memiliki kakak sepertimu, Minhyuk hyung."
"Kau tidak tahu saja, dia lebih berbakat menghajar bodyguard-bodyguard seperti tadi daripada aku. aku ini muridnya," ucap Minhyuk asal-asalan sebelum akhirnya terbahak.
"Kita ke mana sekarang?" tanya Jiyoung saat langkahnya berhasil mengejar Minhyuk didepan.
Minhyuk menghentikan langkahnya sementara tatapannya terpaku ke depan,
"Aku tidak tahu, tapi sebaiknya kita berusaha untuk hidup dulu."
Jiyoung mengikuti arah tatapan Minhyuk yang menghentikan langkahnya. Manik mata itu mendapati beberapa orang berbadan besar yang tengah mengedarkan pandangan kesana dan kesini dengan tampang gahar. Jiyoung yakin, orang-orang itu sedang mencari mereka berdua.
"Berbalik, jangan perlihatkan perbanmu itu atau kita akan ketahuan!" titah Minhyuk setengah berbisik. Jiyoung langsung mengikuti arahan Minhyuk dan memasukan tangannya ke dalam saku hoodie hitam yang dia kenakan.
"KALIAN YANG DISANA! BERHENTI!" teriakan dengan suara berat itu terdengar dari arah belakang.
"Hyung bilang tidak akan ketahuan jika aku sembunyikan perbanku?!" protes Jiyoung sambil mempercepat larinya.
"Kau simpan dulu pertanyaan itu sampai kita selamat." balas Minhyuk yang tidak kalah cepat berlari.
Deru knalpot motor mulai terdengar mengikuti mereka. Untuk menyelamatkan diri, mereka berdua harus memanjat dinding-dinding bangunan tinggi dan melompat dari satu atap ke atap yang lain.
"Sial, nafasku sudah hampir habis!" umpat Jiyoung yang merasakan sesak pada paru-parunya.
"Satu jam dari sini, kita akan sampai di rumah Lee Juna. Bertahanlah!"
"Menurutmu aku masih bisa bertahan satu jam lagi?"
Sementara itu, Juna yang berada di restaurant masih sibuk bercerita dengan Yeongho. Sebagai sepupu yang baik, Yeongho dengan senantiasa mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari bibir pink milik Juna.
"Sepertinya aku tidak asing dengan gadis itu, Kim Youra, sangat familiar di bibirku. Kim Youra. Kim Youra." Yeongho berulang kali mengucapkan nama itu, dan masih gagal mengingat.
"Kau kenal dia, Hyung. Dia putri tunggal Paman Haru." ucap Juna yang membuat mata sepupunya membulat sempurna
"M-maksudmu dia pewaris dari Cerberus Group? Oh, kukira dia ikut tewas dalam kecelakaan itu!" ujar Yeongho antusias.
"Kupikir juga begitu, tapi dari data yang diberikan Jaehwa sepertinya dia memang masih hidup,"
Yeongho mengangguk sambil sesekali menyesap Cappuccino panasnya yang baru datang beberapa menit lalu.
"Jadi menurutmu dia baik-baik saja sekarang?"
"Sepertinya begitu, tapi aku belum dapat informasi lagi tentang itu,"
"Tapi aku juga pernah mendengar berita tentang pewaris Cerberus Group di berita. Kalau benar itu dia, itu akan membuatku tidak menyangka gadis angkuh itu selamat dari maut," sungut Yeongho saat mengingat betapa angkuhnya seorang Kim Youra saat dulu mereka bertemu. Yeongho menghela nafas pelan.
"Coba beritahu aku, kenapa harus dia yang menjadi Ibu untuk Keponakanku yang lucu itu? Kau ingin memberinya Ibu tiri yang menyebalkan, huh?" Yeongho memberikan tatapan menuduh.
Juna tertawa kecil seraya menyesap Americanonya. Menikmati rasa pahit yang menyentuh lidahnya yang mampu membuat moodnya kembali baik.
"Mungkin saja sekarang dia sudah berubah, Hyung." jawab Juna sembari menyentuh bibirnya dengan lidah.
Ting!
Satu notifikasi pesan muncul pada bar di layar ponsel. Pesan dari Minhyuk Lee, yang mengomel karena sejak tadi Juna tidak menjawab teleponnya. Segurat senyuman terukir di wajah Juna saat membaca pesan yang baru saja masuk, menambah nilai ketampanannya.
From : Minhyuk hyung
Hey bos, kami di rumahmu sekarang. Kenapa kau tidak menjawab teleponku?
Juna menutup pesan itu, lalu memasukan ponsel ke dalam saku.
"Minhyuk hyung di rumahku, aku harus pulang sekarang. Kurasa tugasnya sudah selesai," Juna berdiri dari kursinya. "Hyung mau ikut?"