Chereads / Mafia : The Mafia Boss / Chapter 2 - [MTMB :2]

Chapter 2 - [MTMB :2]

"Sudah kubilang, aku tidak mau pergi sampai Lee Juna menemuiku!" ujar seorang gadis dengan nada sedikit meninggi. Berulang kali dia mengoleskan lipstik di bibir mungilnya.

"Maaf Nona Kim, Tuan Lee sedang ada urusan bisnis. Mungkin akan pulang besok," seorang staff mencoba menjelaskan.

"Ya sudah, akan kutunggu dia pulang. Hujan badai sekalipun aku akan tetap di sini sampai dia menemuiku!" kesal gadis itu seraya melipat kedua tangannya ke dada.

"Nona mau saya siapkan kamar?" tanya seorang pelayan yang sejak tadi berdiri tidak jauh darinya.

"Tidak usah, aku bisa tidur di kamar Juna.

Oh iya, aku penasaran pada anak laki-laki yang selalu menempel dengan Juna sayangku itu,

di mana dia sekarang? Ah, siapa namanya?" Gadis bernama Ara itu mengernyitkan dahi mencoba mengingat sesuatu.

"Kim Delvano! Itu nama putraku."

Suara langkah keras dari arah pintu ruang tengah terdengar angkuh dengan ketukan nada yang saling bersahutan. Juna menatap lurus kearah Ara yang duduk dengan wajah ditekuk. Tatapan dingin yang sudah biasa dia dapatkan, membuat Ara tidak gentar bertatapan dengan calon suaminya itu.

"Kau sudah pulang sayang?" Ara menghambur ke arah Juna dengan wajah gembira. Namun, langkahnya berhenti saat melihat tangan Juna menggandeng seorang anak kecil.

"Sudah berapa kali kuperingatkan? Jangan pernah memanggilku dengan sebutan menjijikkan itu, cukup Juna saja!"

"Apa kau lelah sayang?" balas si gadis tanpa menghiraukan larangan Juna.

Ya, sudah biasa dia seperti itu. Juna bahkan sudah tidak minat kalau harus berdebat dengan gadis keras kepala sepertinya.

"Mau apa kau ke sini?" tanya Juna seraya menarik diri dari hadapan Ara.

Ara tersenyum kecil. "Papa menyuruhku menemuimu untuk membicarakan pertunangan kita,"

"Tolong bilang pada papamu, aku tidak akan pernah menikahi putrinya yang mata duitan ini." laki-laki itu memalingkan wajahnya ke para staff lalu melempar tatapan kontradiktif pada mereka, sebelum pergi dari hadapan Ara yang sedang berdiri mematung karena syok.

"Maafkan saya Nona Kim, sebaiknya Nona pulang saja dulu. Biarkan tuan Lee istirahat hari ini." ucap seorang staff dengan sopan.

Ara tidak membantah. Dia mengambil tas dan ponselnya lalu melangkah keluar dari rumah megah milik Lee Juna.

Sementara itu Juna baru saja sampai di kamar Vano saat ponselnya berbunyi.

Terlihat satu nama di layar ponsel yang mampu membuat Juna menghela napas berat.

"Halo?"

"YA LEE JUNA!! KENAPA ARA MENANGIS?! KAU APAKAN CALON MENANTUKU?!!" suara lengkingan ibunya di ujung telepon, berhasil membuat telinga Juna memerah.

"Jangan percaya pada gadis lintah itu, Bu. Aku tidak apa-apakan dia," sungut Juna sambil keluar dari kamar Vano.

"LIHAT SAJA, AKU AKAN MENGHUKUMMU SAAT AKU KESANA!!"

"Aduh Ibu, apa Ibu tega menghukum anak Ibu yang tampan ini dan lebih membela gadis lintah yang gila harta itu? Kalau begitu, aku kabur ke luar negeri nih," Juna merengek seperti anak kecil yang tidak dituruti kemauannya.

"OH..SUDAH BERANI MENGANCAM IBU YA? AWAS SAJA, AKAN IBU ADUKAN PADA AYAHMU!!"

"Ayah juga tidak suka gadis itu, Bu." ucap Juna sedikit tertawa.

"HEY TUAN, KAU SUDAH KETERLALUAN!"

Klik.

Juna mematung ketika ibunya menutup telepon. Dia sudah tahu, pasti ibunya akan mengomel habis-habisan karena drama yang dilakukan Kim Ara.

"Ayah, tadi itu nenek, ya?" suara Vano berhasil membuat Juna terlompat kaget. Dia berbalik dan mendapati Vano sudah berdiri dibelakangnya dengan tatapan menunggu jawaban.

"Aigoo... kamu ini buat Ayah terkejut saja," Laki-laki itu mengelus kepala putranya dengan lembut.

"Iya, tadi nenek yang menelpon. Kamu dengar, ya?"

Vano menggeleng dengan wajah polosnya. Dia memang tidak mendengar percakapan ayahnya, hanya menebak saja.

"Ayah, bisa temani aku tidur?" pinta Vano dan langsung diangguki setuju oleh Juna.

∆∆∆∆∆

Juna mengerjapkan matanya, setelah terdengar suara berisik dari ponselnya. Dia lirik bocah mungil yang sedang tidur di sampingnya lalu perhatiannya mulai beralih pada satu panggilan masuk dari

"NA JAEHWA" yang berkedip di layar ponsel.

"Halo?"

"YA LEE JUNA!! KAU DI MANA?" telinga Juna berdengung seketika mendengar teriakan Jaehwa.

"Aisshh, Kau ini sama seperti Ibu! kalian suka sekali berteriak!" gerutu Juna sembari mengusap telinganya. "Aku baru bangun tidur. Ada apa?"

"𝘈𝘬𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘧𝘰𝘳𝘮𝘢𝘴𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯, 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘶𝘬𝘪𝘳𝘪𝘮 𝘭𝘦𝘸𝘢𝘵 𝘦-𝘮𝘢𝘪𝘭."

Jaehwa memutuskan sambungan sebelum Juna berkata apapun. Laki-laki itu mengerjap pelan sebelum membuka e-mail miliknya.

"NA JAEHWA!" sungut Juna yang baru saja mencerna keadaan.

Tangan Juna mulai menggulir layar MacBook. Matanya perlahan mengikuti giliran layar, membaca data demi data sampai pada bagian yang paling bawah. Tangannya berhenti menggulir saat satu kalimat membuatnya tertarik, lalu segurat senyuman terukir di bibir ranumnya.

∆∆∆∆∆∆

Juna melenggang ke ruang tengah setelah berhasil mengumpulkan kesadarannya. Keningnya mengkerut saat melihat seorang laki-laki tampan keluar dari dapur sambil tersenyum dengan sepiring steak daging di tangannya.

"Ah, Hyung sudah bangun," kata laki-laki itu sambil mengedarkan pandangan, "Di mana keponakanku yang tampan itu? Kau tidak membuangnya, 'kan?" tanya laki-laki itu dengan tatapan menuduh.

"Kau jangan khawatir, Lee Haejin, Aku tidak akan membuang putraku sendiri. Rasa sayangku padanya jauh lebih besar daripada rasa sayangku padamu." jawab Juna diselingi senyuman miring.

"Bersikap lembut sedikit pada Adikmu ini! Kau ingin dikutuk jadi tiang jemuran, ya?" ujar Haejin sekenanya sembari meletakkan steak yang baru dia buat itu di atas meja.

"Tumben kau ke sini, ada keajaiban apa?"

"Tidak ada, aku hanya rindu. Ini aku buatkan steak daging kesukaanmu, dipanggang setengah matang dengan kecap dan bumbu lalu ditambah sedikit bawang putih. Resep yang aku dapat dari Ibu."

Juna menaikan sebelah alisnya, "Kau yakin ini aman dimakan?"

"Kau pikir aku akan meracunimu, huh? Astaga, kau sangat ingin dikutuk jadi tiang jemuran rupanya," sungut Haejin tidak terima.

"Baiklah," ucap Juna seraya menyuapi mulutnya. "Tapi aku yakin, alasanmu ke sini bukan karena rindu padaku, kau pasti disuruh Ibu 'kan?" tebaknya disela kunyahan.

Haejin melayangkan jari jempol di depan wajah kakaknya,

"Ternyata kau mahir menebak, hyung."

"Kau yang terlalu bodoh berbohong," balas Juna menjatuhkan kalimat adiknya.

"Hiss, dasar singa ini!"

"Ibu menyuruhmu apa? Memintaku pulang? Aku tidak mau pulang dan mendengar Ibu mengomeli hal yang sama terus-menerus,"

"Jangan terlalu percaya diri, hyung. Ibu tidak menyuruhmu pulang sama sekali, mungkin hyung juga akan segera dihapus dari kartu keluarga," Haejin terkekeh.

"Ini,"

Haejin mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Menggulir kontak, mencari nama seseorang.

"Hyung disuruh menelpon paman Baekhyeon."

"Huh?" Juna menatap Haejin meminta penjelasan.

"Paman Baekhyeon ingin mengajakmu berbisnis, dia baru saja membuka bisnisnya lagi di Beijing,"

"Bisnis apa?" tanya Juna penasaran.

"Hotel mewah, itupun aku tau dari Ibu," jawab Haejin sambil mendudukan diri di kursi samping Jeno.

Juna mengangguk paham. "Ah, menarik. Akan kutelepon paman Baekhyeon nanti."

"Eyy... Di mana kau menyembunyikan keponakan kesayanganku?! " tanya Haejin yang mulai ingat dengan keponakannya lagi.

"Dia sedang tidur. Tolong kecilkan volume suaramu kalau mau melihatnya!"

Tanpa berkomentar apapun, Haejin langsung berlari menuju anak tangga. Menaiki tangga dengan sedikit berlari agar segera sampai di kamar Vano.

∆∆∆∆∆