Rhea POV
Aku memang berpikir bahwa cinta itu benar adanya, aku berpikir bahwa ada lelaki yang mempunyai hati yang lembut dan bisa memberikan cinta tanpa pamrih.
Tapi, semua hal yang aku pikirkan tentang Gideon. Semuanya hancur, saat malam pertama kami yang terasa seperti cambukan kasar untuk jiwa dan tubuhku.
Aku menatap ke arah cermin, melihat tubuh telanjangku yang sudah membiru di beberapa bagian. Rasanya terasa perih, panas dan sakit! Tapi luka di dalam hatiku lebih sakit dari apapun.
Kenapa? Kenapa Gideon seperti iblis? Kenapa dia berbeda sikapnya dari pertemuan pertama kami?
Aku mengaguminya, aku menginginkannya, aku menyukainya. Tapi dia? Dia hanya menganggapku tak lebih dari sekedar sampah!
Tok.. tok.. tok..
"Masuk." Kataku pada seseorang diluar sana.
"Nona, maaf…" suara lelaki yang terasa familiar di pendengaranku, lelaki semalam. Yang membantuku masuk ke dalam kamar setelah aku diacuhkan oleh suamiku sendiri.
"Tak masalah, masuk saja." Aku memakai kemeja panjang dengan sekali gerakan, hanya menutupi tubuhku yang kurasa sangat jelek di mata lelaki, terutama suamiku.
"Nona, saya datang untuk memberitahu Anda bahwa malam ini Tuan Gideon mengajak anda makan malam, saya yang akan mengantar anda ke tempat tujuan." Ujar Zein, wajahnya menunduk sejak tadi. Dia tak berani menatap tubuhku sama sekali.
"Aku tahu, aku akan bersiap-siap dalam tiga puluh menit." Kataku padanya.
"Baik Nona, saya akan tunggu di luar." Sebelum dia benar-benar menutup pintu kamar, aku langsung berjalan ke arahnya dan memegang pundaknya dengan lembut.
"Bolehkah aku bertanya satu hal?" Kataku, ada satu penasaran yang sebenarnya menghantui pikiranku saat ini.
"Tentu Nona, ada apa?"
"Apakah aku tidak menarik di mata laki-laki?" Tanyaku dengan nada serius, beberapa saat tak ada jawaban darinya. Tapi dia langsung mengangkat wajahnya dan menatap mataku dengan sangat lekat.
Kenapa? Kenapa tatapan matanya seperti tidak asing? Maksudku, tatapan mata lelaki bernama Zein ini seperti pernah aku lihat di suatu tempat, tampak sangat familiar.
"Anda sangat menarik, Nona." Dia memberikan jawaban yang sangat singkat, tapi entah kenapa aku tahu bahwa itu jawaban yang jujur. Jawaban yang langsung keluar dari dalam hatinya.
"Kau yakin aku sangat menarik?" Tanyaku lagi, memastikan bahwa dia akan memujiku lagi. Kenapa aku langsung rapuh pada satu pujian?
"Anda sangat menarik, begitu menarik seperti bintang malam di langit yang gelap. Anda seperti mawar merah yang merekah indah di musim panas, anda seperti air yang jernih di tengah pada gurun. Anda sangat menarik." Dia kembali memuji, hal tersebut membuatku langsung melepaskan tangan dari pundaknya.
Aku mundur beberapa langkah, lalu berbalik badan untuk tidak melihat ke arahnya lagi. Jantungku tiba-tiba saja bertalu-talu tak karuan, aku merasa sesak nafas hanya karena pujian dari seorang pengawal.
Ada apa denganku?
"Pergilah, aku akan segera bersiap-siap." Setelah mengatakan hal itu, dia menutup pintu dan keadaan kembali hening.
Aku mencoba untuk tidak memikirkan apapun, mulai bersiap agar bisa pergi makan malam tepat waktu.
Entah apa yang direncanakan oleh suamiku itu nantinya, Gideon mengajak makan malam setelah dia mencampakkan aku!
~~
Setelah selesai bersiap, aku membuka pintu kamar. Mataku melihat ke arah Zein yang masih setia berdiri di depan pintu. Dia langsung menunduk lagi setelah melihat kedatangan diriku.
Dia yang terlalu kaku, menurutku.
Aku melangkah lebih dulu, menuruni satu persatu anak tangga. Mansion ini terasa sepi, mungkin karena semuanya punya kesibukan masing-masing dan jarang sekali berada di Mansion.
Kami keluar ke parkiran mobil, Zein membuka salah satu pintu untukku. Aroma tubuhnya yang tercium lewat hidungku membuat tubuhku seketika merinding.
Aku masuk ke dalam mobil, sedangkan dia mulai duduk di kursi pengemudi. Tak ada pembicaraan apapun selama kami melewati jalanan ibukota di sore hari seperti ini.
"Zein, kau sudah lama jadi pengawal keluarga Devanto?" Aku membuka pembicaraan dengan sedikit berbasa-basi.
"Tidak terlalu lama Nona, baru 6 bulan ini."
"Sebelumnya kau bekerja dimana?" Tanyaku lagi.
"Saya bekerja sebagai pasukan khusus dari salah satu agen rahasia terbesar di Eropa."
"Lalu kenapa sekarang menjadi pengawal?"
"Saya mau rehat sejenak dari tugas yang berat, kebetulan Tuan Gideon menawarkan saya pekerjaan menjadi pengawal pribadi untuk calon istrinya pada saat itu. Saya langsung menyetujuinya."
"Ohh.. begitu." Aku bingung harus bereaksi seperti apa mendengar ucapannya.
Akhirnya aku memilih diam, hingga kami sampai di salah satu hotel bintang lima yang paling terkenal di kota ini.
Pintu dibuka lagi olehnya, aku keluar sambil merapikan gaun secara perlahan. Sebenarnya aku merasa gugup, karena memang aku takut bahwa suamiku itu akan melakukan hal-hal yang tak diinginkan. Maksudku, aku takut dipermalukan dan membuat mentalku kembali jatuh hingga ke dasar jurang.
"Nona, anda baik-baik saja? Wajah anda langsung terlihat pucat." Ucapan Zein membuatku sadar bahwa sejak tadi dia menatap wajahku.
"Ahhh.. tidak, aku hanya sedikit gugup." Kataku jujur.
"Tenang saja, saya ada di dekat anda. Jika anda butuh bantuan, saya akan selalu membantu anda. Jadi jangan sungkan untuk mengatakannya." Kalimat yang Zein katakan saat ini seperti air dingin yang mengalir di dalam tenggorokanku, semuanya terasa dingin namun menenangkan. Kenapa dia bisa bersikap seolah-olah kami memang sangat dekat? Padahal kami baru saja bertemu tadi malam, pertemuan yang tidak mengenakkan sama sekali.
"Apakah kau bisa melawan suamiku? Jika ternyata aku ingin meminta bantuanmu pergi dari suamiku." Kataku sedikit menyindirnya dengan sinis.
"Saya akan membantu anda, serahkan saja semuanya pada saya." Ungkap Zein lagi, pada akhirnya aku hanya bisa menghela nafas panjang. Kemudian kami berjalan masuk ke dalam hotel tersebut.
Zein membawaku ke lantai atas hotel, saat salah satu pintu besar terbuka, saat itulah aku melihat ada beberapa orang yang tampak sedang tertawa gembira ditemani dengan banyak wanita seksi di sana sini.
Kukira, Gerald mengajak makan malam berdua saja. Tapi apa ini? Kenapa seperti pesta aneh yang semuanya terlihat menyeramkan sekali.
"Wahh… istriku yang cantik dan kaya raya sudah datang. Kemari sayangku, perkenalkan semua teman-temanku." Gerald langsung bangun dari tempat duduk, aroma mulutnya yang sangat bau alkohol itu membuatku sedikit terkejut.
Teman-teman Gideon memang familiar di pandanganku, beberapa dari mereka dari keluarga terpandang yang punya sedikit saham di perusahaan milik ayahku. Mereka semua hanya menatapku sekilas dan menaikan gelas masing-masing sebagai kata sambutan atas kedatanganku saat ini. Sikap acuh tak acuh mereka itu membuatku sadar bahwa ada yang salah disini.
Tapi sebenarnya apa?
Gideon mengajakku duduk di tempatnya tadi, beberapa wanita berpakaian seksi melirik ke arahku dengan tatapan aneh. Seperti menggoda secara terang-terangan, menyentuh kulitku dengan tangan lentik mereka.
"Nona Gideon yang baru, wajahmu cantik sekali." Salah satu pria berbicara sambil menyentuh pipiku, aku melirik sinis ke arahnya.
"Maaf…" kataku yang langsung memundurkan tubuhku agar tidak terlalu dekat dengannya.
"Istrimu seperti wanita perawan, Gideon." Lelaki lain yang saat ini setengah telanjang mencoba meremehkan aku.
"Dia memang perawan sebelumnya." Gideon yang ada di sampingku menjawab dengan nada santai.
Aku melirik sekilas ke arahnya, dia sedang meremas payudara wanita lain tepat di depan mataku.
Di depan mataku!
Sehari setelah pernikahan kami, sehari setelah dia mencampakkan aku, sehari setelah dia menghina diriku. Dia bersenang-senang dengan teman-temannya dan mengajak banyak wanita seksi.
Astaga!
Aku tidak bisa berkutik sama sekali, semua yang aku lihat saat ini seperti kotak sampah yang isinya kumpulan sampah-sampah busuk!
Ketika orang di luar sana melihat mereka seperti Malaikat tampan yang kaya raya, mungkin mereka tak akan pernah tahu bahwa aslinya seperti iblis yang membawa diri pada neraka terdalam.
Aku pernah tertipu, dan bodohnya aku tak tahu apapun tentang kehidupan suamiku yang biadab ini.